ANTARA FOTO/ SIGID KURNIAWAN

Petugas menghitung pecahan dolar Amerika Serikat di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Kamis (24/5). Meski rupiah sempat menyentuh hingga level Rp14.200 per dolar Amerika, nilai tukar rupiah pada perdagangan Kamis (24/5) ditutup menguat 0,53 persen atau 76 poin ke level Rp14.133 per dolar Amerika.

Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS kembali menguat setelah sempat melemah hingga Rp 14.205 per dollar. Meski demikian, potensi gejolak tetap ada.

Nilai tukar mata uang menjadi salah satu ukuran keadaan perekonomian suatu negara. Nilai tukar akan sangat dipengaruhi keadaan ekonomi global, antara lain jika pembiayaan negara bergantung pada dana luar negeri. Kerentanan bertambah ketika kebutuhan pembiayaan lebih besar daripada penerimaan.

Situasi itu terjadi dalam perekonomian Indonesia, seperti terungkap dalam diskusi panel ekonomi harian Kompas, Rabu (6/6/2018). Sejak 2012, Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan. Defisit itu ditutup dengan berutang di pasar keuangan dan sekitar 40 persen surat berharga negara dimiliki asing.

Menurut catatan Bank Indonesia, pada Januari 2018, utang pemerintah dan bank sentral serta swasta Indonesia mencapai 357,5 miliar dollar AS, tumbuh 10,3 persen dalam setahun.

Ketika situasi di luar negeri lebih menguntungkan, investor asing memindahkan dananya ke luar. Hal ini terjadi pada awal hingga pertengahan Mei lalu, dipicu kenaikan imbal hasil surat utang Pemerintah Amerika Serikat.

Nilai tukar rupiah tertekan hingga Rp 14.205 per dollar pada 24 Mei, terendah sejak 2016, untuk kemudian menguat. Nilai tukar rupiah menurut Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, kemarin, Rp 13.868. Gejolak nilai tukar pernah terjadi juga pada 2015, bergerak dari kisaran Rp 12.500 pada awal Januari dan melemah hingga Rp 14.728 pada 29 September 2015.

Pembayaran bunga serta pokok pinjaman pemerintah, badan usaha milik negara, dan swasta dengan membeli dollar dari dalam negeri ikut menyedot dollar. Investasi langsung asing yang pasarnya dalam negeri juga menyedot devisa ketika bahan bakunya berasal dari impor dan keuntungan yang didapat dikirimkan ke perusahaan induknya di luar negeri.

Stabilitas nilai tukar penting untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta korporasi, memengaruhi harga bahan kebutuhan pokok yang berasal dari impor, dan menentukan inflasi. Ekonomi Indonesia terpuruk karena nilai tukar anjlok sangat dalam pada 1998.

Untuk mencegah volatilitas itu, tidak ada jalan lain kecuali mengurangi pengeluaran dollar dengan menekan impor dan pinjaman luar negeri. Atau meningkatkan pemasukan dollar melalui ekspor barang dan jasa. Rekomendasi dari diskusi panel Kompas adalah mengubah model pertumbuhan ekonomi, tidak dapat lagi mengandalkan pada pembiayaan luar negeri.

Pariwisata menjadi andalan mendatangkan devisa dalam waktu relatif dan investasi terkecil. Remitansi tenaga kerja kita membantu menyelamatkan ekonomi desa, tetapi kualitas dan perlindungan mereka harus ditingkatkan. Namun, kedua sektor itu tidak memadai untuk mendorong pertumbuhan lebih tinggi dari 5 persen.