ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A

Petugas teller menghitung pecahan uang dolar AS di Kantor Pusat Bank Mandiri, Kamis (28/6). Data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia menunjukkan, nilai tukar rupiah melemah ke posisi Rp14.271 per dolar AS atau yang terlemah sejak tiga tahun terakhir akibat sentimen market maupun faktor yang sifatnya fundamental.

Nilai tukar rupiah melemah ke Rp 14.271 per dollar AS dan indeks harga saham ditutup pada angka 5.683, kemarin. Memperbaiki transaksi berjalan jadi keharusan.

Nilai tukar rupiah, Kamis (28/6/2018), menurut Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, bukan yang terendah dalam lima tahun terakhir. Pada 29 September 2015, nilai tukar rupiah
Rp 14.728.

Sepanjang tahun ini, nilai tukar rupiah sempat melemah ke Rp 14.205 pada 24 Mei. Rupiah kemudian menguat ketika Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 pada 30 Mei 2018.

Pemerintah kerap menyebut pelemahan rupiah disebabkan faktor eksternal. Faktor yang dimaksud adalah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) yang menaikkan suku bunga acuan untuk meredam pertumbuhan terlalu cepat ekonomi dalam negeri. Faktor lain, kebijakan Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif impor dan membatasi investasi China di AS.

Dua hal tersebut menyebabkan pelemahan mata uang negara-negara dengan ekonomi bertumbuh serta memengaruhi pasar keuangan karena kekhawatiran akan terjadi perang dagang antara AS dengan China dan Uni Eropa.

Selain itu, rupiah juga mendapat tekanan dari pelemahan renmimbi. Kebijakan perdagangan AS terhadap China menyebabkan Bank Sentral China berencana melonggarkan giro wajib minimum 17 bank pemerintah dan umum.

ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A

Petugas teller menghitung pecahan uang rupiah di Kantor Pusat Bank Mandiri, Kamis (28/6). Data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia menunjukkan, nilai tukar rupiah melemah ke posisi Rp14.271 per dolar AS atau yang terlemah sejak tiga tahun terakhir akibat sentimen market maupun faktor yang sifatnya fundamental.

Meskipun pejabat BI menyebutkan dampak pelemahan renmimbi bersifat sementara (Kompas, 27/6/2018), kita tahu saat ini terjadi transisi mendasar ekonomi. Gejolak pasar keuangan dan risiko perang dagang perlu diantisipasi saksama dampaknya untuk jangka pendek dan menengah pada perekonomian Indonesia.

Persoalan gejolak nilai tukar rupiah tidak akan selesai jika kita tak menyelesaikan masalah mendasar, yaitu defisit neraca transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan terjadi sejak awal 2012 dan menyebabkan nilai tukar terus melemah. Tahun ini defisit diperkirakan 2,1-2,3 persen dari produk domestik bruto, sementara tahun lalu 1,7 persen. Pelemahan rupiah akan meningkatkan risiko naiknya defisit transaksi berjalan.

Transaksi berjalan menggambarkan jumlah pasokan serta permintaan valuta asing dalam perdagangan internasional barang dan jasa. Apabila transaksi berjalan defisit, suatu negara memerlukan aliran finansial untuk menutup defisit tersebut. Faktor fundamental ini menjadi salah satu pertimbangan investor keuangan selain kemampuan mengendalikan inflasi.

Defisit transaksi berjalan Indonesia bersifat struktural, terlihat, antara lain, dari besarnya ketergantungan pada ekspor komoditas dan hasil tambang.

Kita memiliki potensi memperbaiki secara struktural transaksi berjalan dengan, antara lain, terus meningkatkan keragaman dan kualitas ekspor serta menarik investasi asing langsung. Perwujudannya memerlukan kebijakan dan strategi jangka menengah dan panjang yang jelas serta kepemimpinan yang konsisten melaksanakan kebijakan itu.

Untuk meredam gejolak nilai tukar dalam jangka pendek, harapan ada pada BI dengan menaikkan suku bunga acuan walau berisiko menaikkan suku bunga kredit perbankan.


Kompas, 29 Juni 2018