Dana pensiun bagi para aparatur sipil negara serta anggota TNI dan Polri merupakan cikal bakal pengem- bangan industri dana pensiun di Indonesia.

Walaupun sudah dilaksanakan dalam periode yang sangat lama dan menjadi pemicu dan pemacu pertumbuhan dana pensiun untuk para pekerja swasta, BUMN, dan seluruh lapisan masyarakat melalui program jaminan pensiun, pelaksanaan program pensiun bagi para ASN serta anggota TNI dan Polri masih diliputi banyak masalah. Isu sentral yang selalu mengemuka adalah masih rendahnya persentase iuran pensiun, dasar penetapan iuran pensiun yang berbasiskan gaji pokok, masih rendahnya nilai penerimaan pensiun bulanan yang diterima para peserta, penerapan sistem pendanaan yang didasarkan pada pola pay as you go yang semakin memberatkan beban APBN, penerapan sistem pensiun yang berbasiskan konsep manfaat pasti (defined benefit), serta berbagai masalah lainnya yang kait-mengait.

Itikad baik untuk memperbaiki dan menyempurnakan sistem pensiun ASN, anggota TNI dan Polri sudah lama didengungkan. Bahkan sempat muncul wacana memberikan uang pensiun secara sekaligus (lumpsum).

Dengan semakin gencarnya pemberitaan tentang akan dilakukannya penyempurnaan sistem pensiun yang sekaligus memperbaiki nilai pembayaran manfaat pensiun kepada peserta, maka harapan untuk merealisasikan perbaikan sistem maupun nilai manfaat pensiun untuk para ASN serta anggota TNI dan Polri menjadi semakin besar.

Sistem "pay as you go"

Pengelolaan program pensiun ASN dan anggota TNI-Polri selama ini didasarkan pada sistem pay as you go, yaitu baru dianggarkan pendanaannya oleh pemerintah setelah para peserta sudah memasuki masa pensiun. Berdasarkan sistem ini, semua beban pembayaran pensiun tersebut dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dengan makin bertambahnya jumlah peserta yang memasuki usia pensiun, beban pembayaran pensiun yang harus ditanggung APBN juga semakin meningkat secara signifikan. Saat ini sudah mencapai kisaran Rp 100 triliun. Beban ini akan makin memuncak dengan adanya kecenderungan jumlah peserta yang memasuki usia pensiun makin hari makin besar serta adanya peningkatan usia harapan hidup.

Pada satu sisi, beban berat yang harus ditanggung APBN dalam membiayai pembayaran pensiun adalah karena harus memenuhi seluruh kewajiban manfaat pensiun yang diterima para pensiunan ASN serta anggota TNI-Polri. Akumulasi iuran dari peserta sebesar 4,75 persen dari gaji pokok beserta hasil pengembangannya masih dikelola secara terpisah, masing-masing oleh Taspen dan Asabri.

Pada awal 1994 hingga 2008, dalam pembayaran pensiun ASN pernah dilakukan cost sharing antara sumber dari APBN dengan hasil akumulasi iuran pensiun. Persentase kontribusi yang dibebankan pada hasil akumulasi iuran pensiun berkisar 9-25 persen dari total pembayaran pensiun. Bahkan dalam tiga bulan pertama awal 1994, seluruh nilai pembayaran pensiun sempat dibebankan sepenuhnya pada hasil akumulasi iuran.

Dengan makin besarnya beban pembayaran pensiun, keberadaan dana hasil akumulasi iuran yang saat ini tersedia hanya bisa untuk membayar pensiun tak sampai 1,5 tahunan saja. Beban berat pembayaran pensiun ini juga karena diterapkannya sistem manfaat pasti yang didasarkan pada formula dengan komponen utama masa kerja dan gaji pokok terakhir. Pada saat seorang pegawai memperoleh kenaikan gaji pokok akibat peningkatan jabatan maupun akibat penyesuaian gaji baru beberapa saat sebelum yang bersangkutan memasuki masa pensiun, maka gaji pokok yang terakhir itu yang akan dijadikan sebagai dasar perhitungan nilai pembayaran pensiun.

Di sisi lain, nilai penerimaan pensiun bagi para pensiunan dirasakan tidak mencukupi. Sebagai ilustrasi, bagi seorang pejabat golongan IV-E dengan masa kerja maksimum hanya memperoleh uang pensiun Rp 5 juta-Rp 6 juta. Dengan nilai sedemikian, replacement rate atau perbandingan antara penerimaan uang pensiun dengan penghasilan take home pay(THP) sewaktu masih aktif bekerja menjadi sangat rendahterutama bagi yang tunjangan remunerasinya besar. Oleh karena itu, upaya serius yang akan dilakukan pemerintah untuk menyempurnakan sistem pensiun ASN dan anggota TNI-Polri sangat diharapkan untuk dapat direalisasikan.

Sistem "funded"

Alternatif sistem pengelolaan pensiun yang sedang dipertimbangkan pemerintah untuk diterapkan adalah sistem funded. Berdasarkan sistem ini, pendanaan program pensiun ASN dan anggota TNI-Polri dipersiapkan dari awal dengan beban iuran berasal dari pegawai maupun dari pemerintah selaku pemberi kerja. Besarnya iuran bisa bervariasi, bergantung pada kemampuan pemerintah membiayai iuran tersebut serta kemampuan pegawai membayar iuran.

Mengacu pada sistem yang diberlakukan di Malaysia sebagai patokan, besaran iuran yang dikontribusikan pegawai dalam program pensiunnya—baik yang bersifat pembayaran sekaligus maupun yang akan dibayarkan secara berkala—adalah sebesar 11 persen. Sementara kontribusi pemerintah selaku pemberi kerja berkisar 11-12 persen, bergantung kondisi perekonomian, sehingga secara total bisa mencapai 22-23 persen dari pendapatan THP-nya. Dengan memperbesar persentase iuran dan tidak lagi mendasarkan iuran hanya pada gaji pokok, melainkan pada THP, maka akan terkumpul iuran pensiun ASN dan anggota TNI-Polri dalam jumlah yang cukup besar.

Dengan struktur kepegawaian yang sudah berjalan dalam periode yang sangat panjang, penerapan sistem funded tak dapat dilakukan untuk semua ASN dan anggota TNI-Polri karena akan menimbulkan konsekuensi pendanaan yang sangat besar. Walau belum pernah dilakukan valuasi aktuaria, pada 2010 jika akan diberlakukan sistem funded untuk semua ASN saja diperkirakan butuh dana lebih dari Rp 1.000 triliun sebagai pemenuhan utang masa lalu (past service liabilities).

Karena itu, kebijakan cut off dirasa paling sesuai untuk mengatasi beban APBN yang semakin besar dalam menanggung pembayaran pensiun, sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan nilai manfaat pensiun bagi para pensiunan. Melalui kebijakan cut off ini, para pegawai yang termasuk dalam kriteria dimasukkan ke dalam sistem pensiun yang baru, dan pegawai sebelum masa cut off tetap dibiayai oleh APBN sesuai dengan sistem pay as you go.

Unsur penting yang juga perlu memperoleh prioritas perhatian dalam penyempurnaan sistem adalah pemberlakuan pola iuran tetap. Berdasarkan konsep ini, nilai manfaat pensiun yang akan diterima ASN dan anggota TNI-Polri sangat bergantung pada kinerja investasinya. Dengan demikian anggaran negara tidak dihadapkan pada risiko fiskal sebagai akibat adanya faktor ketidakpastian terhadap potensi terjadinya kondisi kekurangan pendanaan, sebagaimana kalau program pensiunnya didasarkan pada konsep manfaat pasti.

Ketergantungan nilai manfaat yang sangat erat dengan kinerja investasi dana pensiun juga harus memperoleh perhatian agar kebijakan portofolio dan pelaksanaan investasi tetap dilakukan secara hati-hati.

Penataan aset dana pensiun harus disesuaikan dengan profil kewajiban jangka panjangnya sehingga selain dapat memenuhi kewajiban manfaat pensiun kepada para peserta, di masa yang akan datang juga dapat memperoleh hasil investasi yang optimal.