Evaluasi sementara pelaksanaan pilkada serentak 2018 mengindikasikan keberhasilan demokrasi prosedural.

Mayoritas pilkada berjalan lancar, aman, dan sedikit insiden yang menghambat. Begitu pula angka partisipasi yang tergolong tinggi (73,24 persen). Namun, pilkada secara umum (sejak 2005) belum mampu mewujudkan demokrasi substansial.

Pilkada yang diasumsikan menjadi ajang seleksi kompetitif pemimpin terbaik ternyata belum bisa mendorong perbaikan kualitas hidup warga. Akumulasi perbaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebelum pelaksanaan pilkada (1999-2005) sebesar 5,27 poin justru lebih baik dibandingkan setelah pelaksanaan pilkada (2005-2011) sebesar 3,2 poin. Akumulasi peningkatan IPM periode selanjutnya (2011-2017) tidak lebih baik (3,72 poin) dibandingkan dengan sebelum pilkada.

Selain itu, para pemimpin terpilih secara umum belum optimal mendorong penurunan angka kemiskinan.

Sebelum pilkada (1999-2005), akumulasi rerata penurunan angka kemiskinan nasional mencapai 7,46 persen. Dalam kurun yang sama pasca-pilkada (2005-2011), akumulasi reduksi angka kemiskinan hanya mencapai 3,61 persen. Juga dalam kurun berikutnya (2011-2017), capaian reduksi angka kemiskinan lebih rendah (2,24 persen).

Secara spesifik, capaian beberapa indikator kinerja pembangunan pendidikan dan kesehatan pun mengalami penurunan setelah pilkada. Ironisnya, rerata pengeluaran per kapita warga untuk biaya pendidikan dan kesehatan meningkat dalam kurun lima tahun setelah pilkada (2005-2010) ketimbang sebelum pilkada (2000-2005).

Data tersebut secara sederhana menunjukkan bahwa hasil pilkada belum mampu mengungkit perbaikan kesejahteraan.

Mesin kesejahteraan

Salah satu penyebab situasi itu adalah bekerjanya demokrasi dalam penyelenggaraan pilkada lebih banyak bergantung pada mesin politik. Secara formal, mulai dari proses penjaringan calon, kampanye, hingga penghitungan suara, partai politik berperan dominan. Padahal, dalam pilkada, mesin politik lebih berperan untuk menggalang dukungan dan mengamankan suara.

Selama proses pemerintahan daerah, peran mesin politik berlanjut guna mengamankan kebijakan-kebijakan kepala daerah terpilih, khususnya melalui wakil rakyat di parlemen.  Efeknya, kepala daerah yang bergantung pada mesin politik melahirkan kantong-kantong patronage (politik imbal balik) baru di masyarakat dan menguatnya praktik-praktik politik informal (informalitas) di kalangan elite.

Demi menghindari pengulangan praktik buruk pemerintahan daerah, mesin politik harus bertransformasi menjadi mesin kesejahteraan pasca-pilkada. Sebagaimana mesin politik, mesin kesejahteraan tetap bergantung pada daya politik (kekuasaan) untuk menggerakkan dan mengontrol elemen-elemen politik-pemerintahan. Tidak perlu mengalami perubahan bentuk, mesin kesejahteraan lebih tepat merupakan perubahan sifat dan fungsi dari mesin politik.

Pertama, mesin kesejahteraan berfungsi mendorong transformasi gagasan kesejahteraan pemimpin terpilih. Parpol dan parlemen lokal mendorong kepala daerah agar keluar dari zona kebijakan populis yang lebih banyak melahirkan manfaat jangka pendek atau sekadar menjamin kebutuhan dasar (social security). Dengan kata lain, kepala daerah disokong agar keluar dari paradigma sekadar memenuhi atau menyediakan barang publik (public goods).

Kedua, transformasi menuju mesin kesejahteraan berarti perubahan perspektif dukungan politik. Praktik di banyak daerah, mesin politik banyak memainkan politik etis pasca-pilkada. Politisi di parlemen lokal meminta diskresi kebijakan demi memelihara kantong-kantong dukungan konstituen. Perspektif mesin kesejahteraan mentransformasi praktik tersebut menjadi kontribusi gagasan, perubahan, dan dukungan politik kesejahteraan demi mewujudkan dan mengoreksi kebijakan kesejahteraan kepala daerah terpilih.

Dalam tataran praktis, mesin kesejahteraan berusaha memperluas ruang pilihan kebijakan kepala daerah dan birokrasi guna memperbesar manfaat publik (public value) dari visi, misi, kebijakan, dan programnya. Selain itu, mesin kesejahteraan memotivasi pemerintah daerah agar berinteraksi (konsultasi dan negosiasi) dengan aktor swasta dan masyarakat dalam pembuatan kebijakan berorientasi kesejahteraan dan berkolaborasi dalam implementasinya.

Terakhir, mesin kesejahteraan memudahkan reformasi kebijakan penganggaran daerah. Parpol dan parlemen tetap berperan mengkritisi rancangan kebijakan penganggaran pemda, tetapi proporsional dengan gagasan solutif. Kebijakan anggaran didorong untuk meninggalkan orientasi kebijakan pelayanan publik seadanya dan mengurangi penyediaan barang dan jasa yang berorientasi subsidi.

Inovasi kebijakan

Tidak mudah bagi pemimpin daerah terpilih untuk melakukan banyak perubahan dalam kurun lima tahun, bahkan sepuluh tahun sekalipun. Persoalan kesejahteraan publik di tiap daerah berbeda dan kompleks.

Mendorong inovasi kebijakan merupakan salah satu langkah mempercepat perubahan. Mesin kesejahteraan membuka ruang bagi kepala daerah dan birokrasi agar berani melakukan terobosan-terobosan kebijakan yang berbeda dari kebijakan sebelumnya. Inovasi berasal dari proses kreativitas orisinal daerah atau mengadopsi dari daerah lain atau dari luar negeri.

Kunci inovasi kebijakan terletak pada pengembangan pendekatan dan/atau cara baru penyelesaian masalah kesejahteraan di daerah. Inovasi kebijakan memintas penyelesaian masalah menjadi lebih cepat dan efektif. Tidak harus memulai dengan terobosan besar dan menyeluruh, pembaruan kebijakan kesejahteraan bisa dimulai dalam skala kecil.

Contohnya, berbagai inovasi kebijakan kesejahteraan di Banyuwangi berhasil menyumbang capaian peningkatan IPM lebih tinggi dari kabupaten lain di Jawa Timur dalam kurun 2010-2016. Langkah serupa mampu membuat Kabupaten Takalar meraih capaian perbaikan IPM lebih tinggi dari kabupaten lain di Sulawesi Selatan.

Alhasil, meskipun secara umum pilkada belum mampu meningkatkan kualitas kesejahteraan warga, terdapat sejumlah kecil daerah yang mampu mentransformasikan mesin politik menjadi mesin kesejahteraan dan mampu meningkatkan kualitas hidup warganya. Maka, parpol yang mencalonkan kepala daerah terpilih secepatnya bertransformasi menjadi mesin kesejahteraan.