KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR

Ilustrasi: INFID dan organisasi non pemerintah lainnya meluncurkan mobil SDGS, Selasa (12/9/2017) di Jakarta., untuk kampanye agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Pada Hari Lingkungan, 5 Juni lalu, Wakil Presiden Jusuf Kala meluncurkan "Rencana Aksi Nasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (RAN-TPB) 2017-2019" di Istana Wakil Presiden. Didampingi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Wapres menyerahkan dokumen RAN-TPB 2017-2019 kepada perwakilan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan para wakil organisasi kemasyarakatan.

TPB atau Sustainable Development Goals (SDGs) adalah hasil kesepakatan anggota PBB melaksanakan pola pembangunan, mencakup pilar pembangunan sosial, ekonomi, lingkungan, hukum, dan tata kelola. Pilar pembangunan sosial dengan lima tujuan: tanpa kemiskinan; tanpa kelaparan; kehidupan sehat dan sejahtera; pendidikan berkualitas; dan kesetaraan jender.

Pilar pembangunan ekonomi juga dengan lima tujuan: energi bersih dan terjangkau; pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, industri, inovasi, dan infrastruktur; berkurangnya kesenjangan; serta kemitraan untuk mencapai tujuan.

Sementara di bidang lingkungan, tampil dengan enam tujuan, yakni air bersih dan sanitasi layak; kota dan permukiman berkelanjutan; konsumsi dan produksi berkelanjutan; penanganan dan perubahan iklim; ekosistem lautan; dan ekosistem daratan.

Tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan tersebut tentu saja mesti ditopang oleh pilar pembangunan hukum dan tata kelola dengan "kemitraan untuk mencapai tujuan" dimaksud.

Setiap pilar ini lebih dirinci lagi dalam 169 sasaran dengan 320 indikator, sebagaimana dirangkum dalam Metadata Indikator TPB/SDGs Agenda Global 2015-2030 yang disepakati Sidang Umum PBB, 25 September 2015. Mengingat sasaran TPB ini begitu luas dan komprehensif, kunci keberhasilannya terletak pada kemampuan kerja sama koordinasi antarlembaga pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, serta lembaga masyarakat luar dan dalam negeri.

Secara institusional, sesuai PP No 59/2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dibentuk Tim Koordinasi Nasional yang terdiri atas dewan pengarah yang diketuai presiden. Di samping dewan pengarah, dibentuk juga tim pelaksana, kelompok kerja, dan tim pakar.

Guna mencapai sasaran TPB daerah, gubernur menyusun Rencana Aksi Daerah TPB untuk lima tahunan, bersama dengan bupati/wali kota di wilayah masing-masing dengan melibatkan organisasi masyarakat, pelaku usaha, akademisi terkait lainnya.

Mengingat tugas kerja pemerintah untuk mewujudkan 17 TPB ini baru, perlu kita kaji cara Profesor Jeffrey Sachs memimpin "The Millennium Village Project" di Afrika Tengah di tahun 2005-2015 sebagai cikal bakal TPB.

Kemiskinan perdesaan memerlukan pendekatan multidimensi perdesaan yang terintegrasi, mencakup: (1) pertanian, restorasi lingkungan alam, pendidikan dasar, kesehatan primer, infrastruktur lokal (air, sanitasi, energi, konektivitas); (2) investasi anggaran negara dan hibah bantuan untuk pembangunan lokal; (3) pengadaan (delivery) barang dan jasa berbasis komunitas masyarakat, seperti koperasi pertanian, pendidikan publik, wirausaha lokal. Fokus kegiatan menggalang "modal berbasis masyarakat", ditopang oleh pemerintah, dengan mengutamakan pertanian, lingkungan, kesehatan, pendidikan, infrastruktur lokal.

Dalam masa 10 tahun pelaksanaan pola pembangunan berkelanjutan yang berfokus pada penanggulangan kemiskinan ini, tampak ada peningkatan kemajuan kehidupan dalam masyarakat Afrika Tengah yang selama berdasawarsa menderita kemiskinan.

Yang menarik dari contoh di Afrika Tengah ini bahwa di Indonesia pun bisa kita temukan pendekatan serupa. Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta, di bawah pimpinan Bupati Hasto Wardoyo—seorang dokter ilmu kandungan—membangun kabupatennya dengan semangat kemandirian, mengajak warga kabupaten keluar dari kemiskinan dengan kekuatan sendiri. Hasto memperkenalkan para pelajar sekolah dan pegawai daerah wajib pakai seragam "Geblek Renteng", batik khas Kulon Progo, sehingga mendongkrak tumbuh dan berkembangnya industri batik lokal.

Setiap pegawai daerah setempat ia arahkan agar membeli beras produksi petani Kulon Progo 10 kilogram per bulan sehingga memacu produksi pertanian lokal. Air kemasan lokal merek Airku dikembangkan. Tak ada papan iklan rokok. Sang bupati juga memperkenalkan pola pelayanan kesehatan tanpa kelas bagi pasien rumah sakit umum daerah. Ia baurkan gerai Alfamart dan Indomart agar bermitra dengan koperasi dan menampung produk UKM dan mempekerjakan anggota koperasi di bawah nama Tomira (toko milik rakyat).

Tokoh-tokoh pemimpin seperti ini juga terdapat di daerah lain, seperti Sawahlunto dan Banyuwangi. Jadi, kita bisa menanggapi tantangan TPB dengan penuh keyakinan bahwa di Indonesia di tahun 2030 "tidak ada seorang pun yang tertinggal di belakang!"