Sejumlah pihak melihat dampak pelemahan rupiah sebulan terakhir akan cukup serius dan karena itu menunggu respons cepat dan tepat dari pemerintah.
Pelemahan rupiah perlu disikapi serius dikarenakan ada dua penyebab sekaligus: dari dalam negeri dan dari luar Indonesia. Faktor di dalam negeri cukup mendasar, yaitu defisit transaksi berjalan yang sudah berlangsung lebih dari enam tahun.
Dari lingkungan global, normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan kebijakan Bank Sentral Uni Eropa yang menurunkan pembelian obligasi mulai bulan September, kebijakan menaikkan suku bunga acuan Bank Sentral AS menyebabkan dana di pasar keuangan keluar dari negara dengan ekonomi bertumbuh, termasuk Indonesia, untuk mencari margin keuntungan lebih besar di pasar AS. Perang dagang antara AS dan China menyebabkan kekhawatiran terjadinya kontraksi pertumbuhan ekonomi global, termasuk ekonomi Indonesia.
Di tengah situasi tidak terlalu menggembirakan itu, tiap negara akan merespons sesuai kekuatan dan daya saing masing-masing. Kita berharap pelemahan rupiah membuat produk ekspor lebih berdaya saing. Namun, sepanjang tahun ini kita hanya satu kali mencatat surplus ekspor, yaitu pada Maret 2018. Harga minyak bumi dunia yang cenderung naik menjadi faktor penting mengingat kita adalah pengimpor neto minyak bumi.
Di tengah perang dagang para raksasa ekonomi global, Indonesia dituntut mampu merespons secara tepat dan cepat. Keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan hingga 0,5 persen, meskipun dianggap mengejutkan, dinilai sebagai langkah tepat mengingat situasi ekonomi global. Meski demikian, kita umumnya sepakat langkah BI itu tidak cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kita. Langkah BI itu perlu diikuti respons segera dan nyata oleh pemerintah.
Ada beberapa langkah yang dapat memberi hasil cepat, yaitu yang berhubungan dengan keunggulan kompetitif dan komparatif kita sebagai negara tropis. Mulai dari pertanian, perkebunan, perikanan, pariwisata, hingga sumber daya alam.
Dalam pertanian, perkebunan, perikanan, dan kehutanan yang diperlukan adalah kebijakan dan strategi meningkatkan produktivitas hasil serta peningkatan nilai tambah yang sering kali hanya memerlukan sentuhan teknologi tepat guna. Produktivitas yang tinggi akan meningkatkan daya saing kita di pasar domestik maupun global. Mencari pasar baru tak terelakkan dengan mempercepat perundingan multilateral yang sudah kita rintis dan tetap menjaga kepentingan nasional.
Dari sisi pariwisata, pemerintah berhasil meningkatkan pengetahuan masyarakat internasional tentang Indonesia. Langkah berikut adalah menyediakan informasi praktis dan konkret cara mencapai daerah tujuan wisata kita dan memberi rasa aman. Nilai tukar yang melemah seharusnya menjadi nilai tambah bagi pariwisata kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar