Kekerasan sebagai jalan merebut kekuasaan terjadi lagi di Pakistan ketika bom bunuh diri menewaskan setidaknya 128 orang di Mastung, Provinsi Balochistan.
Bom bunuh diri yang terjadi Jumat pekan lalu tersebut paling mematikan dalam tiga tahun terakhir. Korban diperkirakan akan bertambah mengingat Mastung yang berada di dekat ibu kota Balochistan, Quetta, tidak memiliki cukup sarana kesehatan.
Bom bunuh diri itu terjadi menjelang pemungutan suara pemilu pada 25 Juli. Kelompok ekstrem Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) mengklaim bertanggung jawab. Balochistan di barat daya Pakistan, yang berbatasan dengan Iran dan Afghanistan, diketahui menjadi tempat beroperasinya kelompok ekstrem yang terkait dengan Taliban, Al Qaeda, dan NIIS. Di provinsi tersebut juga terdapat kelompok masyarakat asli Baluch yang menentang pemerintahan pusat Pakistan.
Sebelumnya, para politisi di daerah sudah diingatkan untuk tidak mengadakan pertemuan di ruang publik. Ini menjadi langkah pemerintahan sementara Pakistan mencegah pertemuan politik. Bom tersebut terjadi bersamaan dengan tibanya mantan Perdana Menteri Nawaz Sharif dari London. Sharif yang dikenai hukuman in absentia 10 tahun penjara dengan tuduhan korupsi datang bersama putrinya, Maryam, dan langsung ditahan.
Kita ikut prihatin terhadap kekerasan yang terus terjadi di Pakistan. Sepanjang pekan lalu terjadi empat peristiwa kekerasan yang menyasar persiapan pelaksanaan pemilu. Dua politisi peserta pemilu tewas. Salah satunya Siraj Raisani, calon anggota legislatif provinsi. Raisani adalah saudara laki-laki Nawab Aslam Raisani, Menteri Besar Balochistan 2008-2013.
Kekerasan tersebut dapat dibaca sebagai upaya melemahkan upaya membangun demokrasi di Pakistan. Negara tersebut sedang mempersiapkan transisi demokrasi keduanya setelah pemerintahan militer yang panjang. Sejumlah serangan teror yang menyasar para calon anggota legislatif serta munculnya suasana tidak aman secara politik di masyarakat dapat menurunkan kepercayaan rakyat pada pemilu.
Upaya membangun demokrasi di Pakistan penuh dengan kekerasan sejak negara tersebut merdeka tahun 1947. Sejarah Pakistan diwarnai dengan pembunuhan, pengeboman, dan demo dengan kekerasan. Sejarah mencatat setidaknya Perdana Menteri Liaquat Ali Khan ditembak mati pada 1951, Jenderal Zia ul-Haq tewas dalam kecelakaan pesawat yang tidak dijelaskan sebabnya pada 1988, dan pada Desember 2007 mantan Perdana Menteri Benazir Bhutto dibunuh dalam kampanye pemilu beberapa minggu setelah upaya pembunuhan terhadapnya gagal.
Militer diduga berada di belakang berbagai peristiwa kekerasan tersebut meskipun secara resmi tuduhan selalu dilemparkan kepada kelompok teroris dan kelompok ekstrem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar