AFP PHOTO / WAKIL KOHSAR

Para pendukung Liga Muslim Pakistan-Nawaz (PML-N) bersorak ketika mereka berbaris selama kampanye pemilu di Rawalpindi pada 22 Juli 2018.
Pakistan akan mengadakan pemilihan umum pada 25 Juli 2018.

Dunia melihat pemilihan presiden Pakistan tak lebih dari persaingan antara Gerakan Pakistan untuk Keadilan (PTI) dan Liga Muslim Pakistan-Nawaz (PML-N).

Perhitungan sementara menunjukkan PTI yang dipimpin Imran Khan memimpin dengan 115 kursi dari 272 kursi di Majelis Nasional yang diperebutkan, jauh di depan PML-N, yang memperoleh 64 kursi. Di posisi ketiga Partai Rakyat Pakistan (PPP) yang dipimpin Bilawal Bhutto Zardari, putra mantan perdana menteri Benazir Bhutto, dengan 43 kursi.

Juru bicara PTI, Fawad Chaudhry, mengatakan, hasil pemilu menunjukkan akhir pemerintahan dinasti yang sudah berlangsung sekian dekade. Di luar pemerintahan militer, dinasti Bhutto dan Sharif adalah dua keluarga yang menguasai Pakistan sejak merdeka.

Memang, mengingat sejarah kudeta militer di Pakistan, kemenangan Khan layaknya sebuah kemenangan demokrasi atas kekuatan gelap, kontrol militer, manipulasi, dan represi. Akan tetapi, tidak mudah bagi Khan untuk mewujudkan itu semua.

Sedikitnya diperlukan 137 kursi untuk dapat memerintah di Pakistan. Imran Khan sangat berpeluang dan mulai melangkah membentuk koalisi dengan mendekati partai kecil dan independen. Namun, di pihak lain, gugatan terhadap dugaan kecurangan dalam pemilu masih berlanjut.

Sebagai legenda hidup kriket, Imran Khan dengan mudah menguasai kerumunan besar orang saat berkampanye pada tahun 2014 di Punjab. Bahkan, saling bersambut dengan peserta kampanye, Khan meneriakkan jargon anti-Amerika dan anti-Pakistan, yang selama ini mengaitkan politik dengan suku.

Berbeda dengan Presiden AS Donald Trump, Khan yang tinggal dan hidup di London terjun ke politik sejak akhir tahun 1990-an. Bahkan, Khan sudah mendirikan PTI yang berhaluan tengah pada 1996. Baru pada tahun 2002 dia terpilih menjadi anggota Majelis Nasional Pakistan.

Namun, kemenangan Khan diduga karena ada campur tangan militer di dalamnya. Tim pemantau Uni Eropa menyatakan, pemilu di Pakistan kurang adil, dalam arti semua partai tidak memiliki kesempatan dan peluang yang sama. PPP dan PML-N yang dipimpin Shehbaz Sharif juga menyatakan penolakan terhadap hasil pemilu itu.

Kritik juga dilontarkan para wartawan karena intimidasi oleh militer beberapa bulan menjelang pemilihan, khususnya ketika mereka mengkritik Khan. Dengan kata lain, kalaupun Khan bisa menjadi perdana menteri, militer akan menjadi masalah utama yang harus diselesaikan. Apakah Khan akan memberi ruang yang cukup bagi militer untuk menguasai sumber-sumber ekonomi, atau Khan punya cara lain untuk benar-benar menerapkan demokrasi.