Burung dan Aturan Menteri
Berita surat kabar tanggal 14 dan 15 Agustus 2018 membuat saya terkejut. Pasalnya, terbit Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2018 tentang jenis tumbuh-tumbuhan dan satwa yang dilindungi, seperti burung murai batu, jalak suren, cucak rawa, pleci jawa, dan cucak hijau.
Hobi saya memelihara burung sejak 20 tahun lalu. Saya membeli burung berumur 2-3 bulan dari penangkar dan penjual di pasar burung legal, yang ditandai dengan ring di kaki burung. Sebagai warga negara, saya setuju dengan peraturan pemerintah tentang satwa yang dilindungi.
Peraturan Menteri LHK No 20/2018 memprihatinkan saya selaku penggemar burung, barangkali juga bikin sedih penangkar murai batu. Alangkah bijaksana pemerintah apabila fokus memperhatikan habitat asli satwa yang dilindungi tersebut di alam. Apakah habitat tersebut masih layak?
Murai batu banyak tersua di hutan Sumatera—juga Kalimantan—mulai dari Aceh sampai Lampung. Juga beberapa tempat di Jawa. Setahu saya habitat murai batu adalah Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Habitat itu kini sangat memilukan hati karena hutan telah beralih fungsi menjadi perkebunan monokultur. Marak pula penebangan liar yang bikin habitat murai batu terganggu.
Populasi murai batu menurun bisa jadi karena habitat terganggu dan perburuan liar terhadap murai batu di alam. Itulah yang penting diperhatikan kemudian diperbaiki.
Untuk menjaga populasi murai batu di alam, pemerintah bisa membantu menangkar murai batu dengan mengajak masyarakat sekitar habitat murai batu bekerja sama. Ketika penangkaran berhasil, sebagian burung itu bisa dilepasliarkan di hutan, sebagian lagi bisa menambah penghasilan masyarakat dengan menjualnya secara legal sesuai dengan peraturan pemerintah.
Pada hemat saya selaku penggemar burung, pemelihara dan penangkar murai batu justru membantu mencegah kepunahan murai batu. Saya mohon Kementerian LHK agar membuat peraturan yang tidak merugikan semua pihak.
Rini Rinayanti
Jl Srigunting, Manahan, Banjarsari,
Surakarta, Jawa Tengah
Tanggapan Transjakarta
Manajemen PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) meminta maaf kepada Bapak Sugeng Hartono atas ketidaknyamanannya terhadap layanan bus transjakarta yang disampaikan melalui surat pembaca Kompas, "Menunggu Bus Transjakarta", edisi Rabu, 8 Agustus 2018.
Pengoperasian bus tansjakarta rute Lebak Bulus-Senen pada 19 Juli 2018 terganggu karena ada kegiatan penutupan jalan secara mendadak di sekitar Monas yang berimbas terhambatnya layanan kami.
Sehubungan dengan petugas Transjakarta di halte yang kurang aktif memberikan informasi kepada pelanggan serta kurang sigapnya menyikapi keterlambatan bus, manajemen akan mengedukasi mereka agar selalu sigap menyampaikan perkembangan supaya pelayanan tetap optimal.
Daud Joseph
Direktur Operasional PT Transportasi Jakarta
Ada JPO, Ada TPO
Upaya L Wilardjo dalam rubrik "Surat kepada Redaksi", Kompas edisi 21 Agustus 2018, memadankan pelican crossing dengan (1) penyeberangan angsa dan (2) penyeberangan pejalan kaki memencet tombol (jaka mentom) patut diacungi jempol.
Saya ingin mengusulkan alternatif ketiga yang lebih sederhana, yaitu tempat penyeberangan orang, disingkat TPO. Ini mirip dengan jembatan penyeberangan orang yang kita singkat dengan JPO.
Mari pilih.
Ada JPO, ada TPO.
PAMUSUK ENESTE
Jl Mertilang, Bintaro Jaya,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar