KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Buruh tanam menanam bawang merah di areal persawahan Desa Muer, Kecamatan Plampang, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Kamis (5/4/2018). Perharinya, para buruh tanam itu mendapar upah Rp 80.000.

Data Juli 2018 Badan Pusat Statistik bahwa inflasi perdesaan lebih tinggi daripada perkotaan dengan penyebab terbesar harga pangan, layak menjadi peringatan.

Bahan pangan dan biaya pendidikan masih menjadi komponen penyumbang terbesar terhadap inflasi. Ironisnya, desa sebagai penghasil pangan mengalami inflasi lebih tinggi akibat kenaikan harga pangan. Jumlah orang miskin maupun keparahan dan kedalaman kemiskinan lebih besar di perdesaan.

Data BPS memperlihatkan, inflasi Juli 2018 (0,28) lebih rendah dibandingkan dengan Juni 2018 (0,59) dan Juli 2017 (0,22). Bila dirinci, penurunan inflasi terjadi pada harga yang diatur pemerintah. Kenaikan tinggi terjadi pada inflasi inti, sementara inflasi karena harga barang bergejolak besarannya tetap.

Inflasi inti adalah komponen inflasi yang cenderung menetap. Menurut definisi Bank Indonesia, inflasi inti terdiri dari interaksi penawaran-permintaan; lingkungan eksternal, yaitu nilai tukar, harga komoditas internasional, dan inflasi mitra dagang; serta ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen. Dengan demikian, inflasi Juli dapat menjadi indikasi terjadi kenaikan permintaan sekaligus merosotnya nilai tukar rupiah menyebabkan harga pangan naik.

Data BPS secara konsisten menunjukkan pengeluaran terbesar rumah tangga miskin dan hampir miskin adalah untuk bahan makanan. Karena itu, harian ini kembali mendorong agar ada kebijakan dan strategi pangan serta pertanian yang dapat mengatasi masalah produksi pangan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan menurunkan ketimpangan kemakmuran desa-kota.

Masyarakat desa harus meningkat penghasilannya dengan memberi harga yang baik untuk produk pertanian. Hal ini sekaligus menjadi insentif bagi petani meningkatkan produksi.

Di negara maju sekalipun pemerintahnya selalu melindungi pendapatan petani dengan memberi subsidi. Kita dapat memberi pupuk langsung kepada petani, menyediakan pengairan, membangun infrastruktur desa, seperti jalan desa, sanitasi, dan listrik dengan harga terjangkau. Begitu juga pendidikan sekolah pertanian modern harus tersedia di banyak tempat.

Industri pascapanen, pengolahan hasil pertanian, dan industri alat pertanian harus dapat dikerjakan warga desa agar nilai tambah terjadi di perdesaan, tidak berpindah ke kota.

Saat ini harga jual hasil pertanian dan perkebunan, seperti gabah, tebu, dan karet, tidak cukup memberi insentif petani meningkatkan produktivitas. Pemerintah mengatur ketat harga beras dan gula. Harga rendah tersebut dibebankan kepada petani produsen sehingga warga desa mendapat beban ganda, harga jual produk pertanian rendah, tetapi harga beli bahan pangan tinggi.