Pembatasan Studi di LPDP
Kebijakan baru yang diterapkan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan tahun 2018 sangat membatasi pendaftar Beasiswa Prestasi Indonesia Reguler yang berencana melanjutkan studi ke luar negeri.
Mereka hanya dapat mendaftar di perguruan tinggi luar negeri berperingkat Top 20 dari daftar tiga pemeringkat internasional ditambah Top 10 Program Studi berdasarkan Quacquarelli Symonds.
Selain kompetisi ketat, program studi yang dipandang paling sesuai dengan rencana karier pendaftar beasiswa dan kebutuhan Indonesia saat ini belum tentu ada di daftar Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Di samping itu, biaya kuliah di perguruan tinggi Top 20 sangat mahal.
Biaya kuliah di MIT untuk satu tahun akademi, misalnya, 51.520 dollar AS (setara Rp 754.510.400), sementara di TU Deflt 15.575 euro (setara Rp 263.904.532). Akan tetapi, TU Delft tidak masuk dalam daftar LPDP meski peringkatnya merupakan yang terbaik di Belanda berdasarkan Times Higher Education.
Biaya akan lebih murah lagi di Jerman yang membebaskan biaya kuliah. Namun, tidak satu pun perguruan tinggi di Jerman masuk daftar.
Tahun 2018, LPDP menyelenggarakan program baru, namanya Beasiswa Co-Funding. Dalam beasiswa ini, ada kerja sama pendanaan dengan mitra Co-Funding dengan individu yang berkemampuan finansial cukup untuk memberi kesempatan pada lebih banyak putra-putri terbaik bangsa melanjutkan pendidikan di luar negeri.
Akan tetapi, program studi yang dapat dipilih dibatasi, seperti pada BPI Reguler. Program Co-Funding ini mungkin hanya dapat diakses individu yang mapan karena biaya kuliah dan biaya hidup yang sangat tinggi.
Saya mengusulkan agar program studi yang dapat dilamar melalui BPI Regular dan Program Co-Funding disamakan saja dengan program studi untuk BPI Afirmasi, yaitu Top 200 Universitas dari daftar tiga pemeringkat internasional—Quacquarelli Symonds (QS), Times Higher Education (THE), dan Academic Ranking of World Universities (ARWU), ditambah dengan Top 50 Program Studi berdasarkan QS.
Elin Driana
Limo, Depok, Jawa Barat
Koreksi Satuan untuk Artikel
Saya senang membaca artikel "APBN 2019: Sehat, Adil, Mandiri" oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kompas (21/8/2018). Penjelasannya terang, jelas, dan lugas membuat saya optimistis melihat gemilang masa depan Indonesia.
Sayang, ada yang perlu dikoreksi terkait satuan volume minyak dan gas bumi. Pada bagian akhir paragraf ketiga tersua "…harga minyak mentah Indonesia 70 dolar AS/barrel, lifting minyak 750.000 barrel per hari (bph), dan lifting gas diperkirakan 1.250.000 bph".
Pertama, satuan volume minyak bumi, yakni barrel, adalah bahasa asing yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia dan tercantum dalam KBBI Edisi V sebagai barel. Kalau memakai barrel, seharusnya kata itu dituliskan dengan huruf miring.
Kedua, seperti sudah dikatakan di atas, barel adalah satuan volume minyak bumi. Satuan volume gas bumi yang sering digunakan adalah "mmscfd" singkatan dari million standard cubic feet per day atau "juta standar kaki kubik per hari". Jika satuan volume gas ini dikonversi ke satuan volume minyak bumi, penulisannya bukan lagi barrel of oil per day (bopd) atau barel per hari (bph), melainkan barrel of oil equivalent per day (boepd) atau diterjemahkan menjadi barel setara minyak per hari (bsmph). Jadi, penulisan yang benar ialah "…lifting gas diperkirakan 1.250.000 barel setara minyak per hari (bsmph)".
Febry Silaban
Shaffa Residence,
Cibinong, Jawa Barat
Catatan Redaksi:

Tidak ada komentar:
Posting Komentar