KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Sejumlah pasien ditunggui keluarganya saat melakukan cuci darah di instalasi hemodialisis Rumah Sakit Umum Daerah Dr Moewardi, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (7/4/2018). Setiap hari unit instalasi tersebut melayani 76 pasien cuci darah yang sebagian besar merupakan pengguna BPJS. Pasien pengguna BPJS yang rata-rata melakukan cuci darah sebanyak dua kali per minggu dapat menggunakan layanan di instalasi tersebut secara gratis. Bagi pasien yang tidak menggunakan BPJS dikenakan biaya sekitar Rp 900.000 untuk satu kali cuci darah.

Kekurangan dana pada program Jaminan Kesehatan Nasional yang terjadi sejak program dilaksanakan pada 1 Januari 2014 butuh penyelesaian mendasar.

Harian ini memberitakan kemarin, pemerintah kembali memberikan bantuan dana untuk mengurangi defisit keuangan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Bantuan pemerintah tersebut besarnya Rp 4,9 triliun dan akan cair paling lambat awal Oktober mendatang.

Defisit keuangan sejak awal penerapan program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat pada 2014 relatif besar, yaitu antara Rp 800 miliar dan Rp 1 triliun per bulan.

Sejak tahun 2014, beban keuangan BPJS Kesehatan sudah lebih besar dibandingkan dengan pendapatan. Senjang antara beban dan pendapatan cenderung melebar, pada 2017 mencapai Rp 16,47 triliun atau lebih dari 20 persen dari pendapatan. Sumber pendapatan BPJS Kesehatan adalah iuran penerima bantuan dan iuran nonpenerima bantuan yang jumlahnya Rp 74,24 triliun pada 2017 dengan besar beban Rp 92,82 triliun.

Program JKN adalah wujud pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 untuk menjamin seluruh rakyat mendapat layanan kesehatan memadai. Sistem asuransi kesehatan universal seperti ini untuk dapat berjalan baik mengandaikan ada iuran dari semua anggota masyarakat dengan besaran tertentu.

Dengan cara tanggung renteng, yaitu yang sehat membantu yang sakit disertai adanya kesadaran anggota masyarakat untuk mencegah dirinya terkena penyakit, sistem asuransi kesehatan universal ini seharusnya berjalan baik.

Tantangan yang dihadapi JKN telah gamblang, yaitu iuran yang tidak menutup biaya berobat per orang per bulan. Selama dua tahun terakhir selisih itu membesar. Kemungkinan menaikkan iuran perlu dipertimbangkan meskipun mungkin tidak populer. Peserta akan dapat menerima apabila diimbangi dengan layanan yang lebih baik. Jumlah peserta yang belum optimum menjadi tugas BPJS Kesehatan untuk meningkatkan, antara lain dengan memanfaatkan kemajuan teknologi digital.

Persoalan lain adalah kontrol biaya. Dalam praktik, pemberi layanan kesehatan dan BPJS Kesehatan bisa tidak sepakat mengenai tindakan pengobatan yang diberikan. Akan sangat membantu apabila ada pengaturan lebih jelas tanpa membatasi kemajuan pengembangan ilmu kedokteran dan kesehatan.

Satu hal yang belum banyak terlihat dilakukan adalah mengajak masyarakat menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit infeksi maupun degeneratif yang dapat bersifat katastrofik.

Selama masalah struktural tersebut tidak dipecahkan, persoalan yang sama akan terus berulang. Hal ini akan berakibat pada memburuknya kualitas layanan dan sekarang pun kita sering mendengar keluhan peserta. Pada sisi lain, muncul dugaan pemberi layanan kesehatan berlebihan melakukan tindakan medis demi mendapat klaim lebih besar.

Kita berharap program JKN dapat terus ditingkatkan kualitasnya karena sangat dibutuhkan masyarakat di tengah semakin mahalnya biaya kesehatan. Karena itu, solusi mendasar dan menyeluruh jangan ditunda.

Kompas, 19 September 2018