Tensi konflik di Suriah sebenarnya, paling tidak sementara, sempat "sedikit menurun" dan "agak tenang" setelah Rusia dan Turki menjalin kesepakatan damai terkait Idlib, 17 September lalu. Melalui beberapa butir kesepakatan, aktor utama dalam konflik Suriah memilih opsi damai di Idlib.

Semua pihak lega, bencana kemanusiaan di Idlib yang berpotensi muncul, andai serangan tetap dilancarkan, bisa dihindarkan. Warga Suriah di Idlib bersukacita dan berpesta merayakan batalnya rencana serangan besar-besaran itu.

Namun, ketenangan itu seolah sekejap sirna. Hanya berselang beberapa jam setelah dicapainya kesepakatan Rusia dan Turki, insiden terjadi di Laut Tengah. Pesawat pengintai IL-20M berawak 15 orang milik Rusia tertembak jatuh oleh rudal S-200 Suriah setelah pesawat Rusia itu dijadikan tameng oleh jet-jet tempur F-16 Israel. Insiden itu membuat Putin berang. Apalagi, berdasarkan analisis ahli militernya, Kremlin meyakini tindakan Israel itu adalah "tindakan terencana (premeditated actions)".

Senin lalu, Moskwa mengumumkan akan mengirim sistem pertahanan udara S-300 ke Suriah. Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu menyatakan, sistem pertahanan S-300 akan diserahkan ke Damaskus dalam dua pekan setelah diumumkan.

Sistem pertahanan S-300 jauh lebih canggih dibandingkan S-200. Seperti diberitakan harian ini, Rabu (26/9/2018), sistem S-300 bisa menjangkau jarak 250 kilometer dan menembak beberapa sasaran, termasuk pesawat dan rudal musuh sekaligus. Kemampuannya setara rudal Patriot buatan Amerika Serikat.

Suriah adalah negara pertama di Timur Tengah yang memiliki S-300. Yang lebih ditakuti Israel bukan soal apakah Suriah akan memiliki kemampuan menembak jet tempurnya atau tidak saat Israel melancarkan serangan ke Suriah. Ketakutan Israel lebih pada kemungkinan senjata itu jatuh ke tangan Iran atau mitranya di Lebanon, milisi Hezbollah. Sejak tahun 2010 Israel terus membujuk Rusia agar tak mengirimkan S-300 ke Suriah.

Tujuan utama operasi militer Israel ke Suriah, yang diberi kode sandi "Operasi Tetangga Baik", adalah menghadang pasukan Iran dan milisi dukungannya agar tidak mendekat ke perbatasan Israel serta mencegah transfer senjata ke Iran dan Hezbollah. Operasi militer Israel ke Suriah untuk menyerang target Iran itu disebut- sebut dilakukan lebih dari 200 kali dalam dua tahun terakhir.

Berbeda dari sebelumnya, kini Israel tak lagi sungkan mengakui operasi militer ke Suriah. Ada indikasi pergeseran signifikan postur pertahanan Israel di Suriah: dari toleransi terbatas menjadi tak ada toleransi atas kehadiran Iran di Suriah. Apakah semua ini memang sudah direncanakan matang oleh Israel?