KAILA V. PETER/U.S. NAVY/HANDOUT VIA REUTERS ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY

Sekelompok kapal militer AS dari kelompok kapal penyerang The Ronald Reagan kala menggelar latihan bersama dengan militer Jepang di kawasan Laut China Selatan, Jumat (31/8/2018) lalu.

Kehadiran kapal militer Amerika Serikat di Selat Taiwan dikritik China. Beijing menolak argumen Washington tentang kebebasan navigasi di perairan internasional.

Sebagaimana diberitakan oleh harian ini pada Rabu (24/10/2018), dua kapal perang AS, USS Curtis Wilbur dan USS Antietam, singgah di Selat Taiwan, Senin silam. Peristiwa ini merupakan yang kedua kali terjadi sepanjang 2018. Pada Juli lalu, Angkatan Laut AS melakukan misi serupa.

Seperti kerap disampaikan oleh pihak AS di berbagai kesempatan, memastikan berlakunya prinsip kebebasan navigasi merupakan bagian dari misi militer negara itu. Wakil juru bicara Armada Pasifik AS, Nate Christensen, menyampaikan, misi kapal perang di Selat Taiwan merupakan hal biasa untuk memperlihatkan komitmen negara itu terhadap kebebasan serta keterbukaan di Indo-Pasifik. Menurut dia, Angkatan Laut AS akan terus terbang dan berlayar, serta beroperasi di mana saja yang diperbolehkan oleh hukum internasional.

Indo-Pasifik, kawasan yang membentang luas dari pantai timur Afrika hingga Pasifik, merupakan kawasan yang kini dinilai sangat strategis. Di dalam kawasan ini, ada Asia yang menjadi pusat pertumbuhan dunia serta perairan Laut China Selatan yang merupakan urat nadi aktivitas ekonomi di wilayah sekitarnya.

Di sisi lain, bagi China, tindakan AS yang "menjajal" kebebasan navigasi di Selat Taiwan merupakan bentuk ancaman terhadap prinsip Satu China. Meski mengakui Beijing sebagai pusat pemerintahan China, Washington tetap menjalin hubungan yang cukup dekat dengan Taipei, antara lain ditandai lewat penjualan persenjataan. Terkait dengan kedatangan kapal AS di Selat Taiwan, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, meminta Washington agar saksama mematuhi prinsip Satu China, sekaligus berhati-hati menangani isu terkait dengan Taiwan. Bagi China, isu Taiwan sangat sensitif.

Keberadaan kapal AS di Selat Taiwan juga menyinggung isu Laut China Selatan. Beijing selama ini mengklaim perairan Laut China Selatan sebagai bagian dari kedaulatannya. Klaim itu membuat Beijing bersengketa dengan empat negara ASEAN, yakni Filipina, Vietnam, Malaysia, serta Brunei. Dalam situasi itu, berulang kali pesawat terbang atau kapal laut dari Komando Indo-Pasifik AS mendatangi perairan yang diklaim sebagai bagian dari kedaulatan China. Aksi yang menurut AS merupakan bagian dari penerapan prinsip kebebasan navigasi itu dilihat Beijing sebagai bentuk kegiatan pemantauan terhadap China.

Apa yang terjadi antara Washington dan Beijing di Laut China Selatan rasanya tidak bisa dilepaskan dari persaingan dua negara itu di bidang perdagangan, teknologi, dan militer pada masa sekarang. Selama "kompetisi" di antara keduanya menghangat, isu Taiwan dan Laut China Selatan akan terus mengemuka.