KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)

Direktur Utama Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputra, Dirman Pardosi bersama jajaran direksi memperlihatkan bentuk logo baru Bumiputera pada peringatan satu abad AJB Bumiputra 1912 di Jakarta, Rabu (1/2).

Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912, perusahaan mutual yang berdiri sejak tahun 1912, saat ini masih dalam penyehatan. Perusahaan diurus pengelola statuter sejak 21 Oktober 2016.

Sempat berhenti menerima pertanggungan karena kesulitan yang dihadapi Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB), tetapi reputasi yang dibangun lebih dari 100 tahun tampaknya masih berefek pada kepercayaan publik. Sejauh ini, dari pengamatan, premi pertanggungan baru masuk terus. Hal ini menunjukkan konsumen masih tetap percaya. Karena diizinkan kembali menerima pertanggungan baru oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), para agen AJBB pun tetap bisa menjalankan bisnis.

Manajemen baru AJBB yang telah ditunjuk dan mulai efektif pada Oktober 2018 mengakhiri pengelola statuter. Pengelolaan perusahaan praktis kembali normal. Badan Perwakilan Anggota (BPA) juga telah memilih direksi baru yang merupakan perpaduan profesional dari luar dan dari internal AJBB.

Persoalan yang mendera AJBB sudah diketahui sejak lama dan terekspos ke publik. Pada 20 tahun lalu, AJBB adalah perusahaan asuransi terbesar di Indonesia. Bahkan, mengalahkan perusahaan asuransi patungan (joint ventures) yang saat itu belum menguasai bisnis asuransi, khususnya di asuransi jiwa.

Ada yang beranggapan bahwa asuransi besar yang berdampak sistemik dapat dicegah dan ditangani melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan. Anggapan ini kurang tepat. Di dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, yang dibahas adalah bank sistemik. Bahkan, perusahaan asuransi yang masuk dalam systemically important financial institution pun tidak masuk.

AJBB adalah satu-satunya perusahaan berbentuk mutual (usaha bersama) di Indonesia. Pemiliknya adalah pemegang polis. Karena bentuknya inilah, saat ada masalah keuangan, tidak ada investor yang dapat menanamkan modalnya di perusahaan yang telah berusia 106 tahun ini.

Dengan kelebihan dan kekurangannya, berdasarkan UU No 40/2014 tentang Perasuransian, perusahaan berbentuk usaha bersama memang dibatasi hanya AJBB. Tak ada lagi penambahan. Dalam penjelasan Pasal 6 Ayat (1), bagi pihak yang ingin mendirikan asuransi berbentuk usaha bersama, didorong untuk berbentuk koperasi dengan pertimbangan kejelasan tata kelola dan prinsip usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Salah satu penyebab utama persoalan AJBB adalah terkait tata kelola perusahaan (governance). Yang turut berkontribusi adalah kekosongan aturan tentang asuransi berbentuk badan hukum usaha bersama. Pembuatan UU yang mengatur perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama pernah diamanatkan melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Namun, UU ini tak pernah terwujud.

Lalu terbitlah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian yang mengamanatkan pembuatan peraturan pemerintah (PP) tentang badan hukum usaha bersama. PP ini antara lain akan mengatur tata kelola, persyaratan dan tata cara perubahan menjadi badan hukum perseroan terbatas atau koperasi, serta persyaratan dan tata cara pembubaran badan hukum usaha bersama. Bulan Februari 2018, OJK merilis aturan teknis dalam POJK Nomor 1 /POJK.05/2018 tentang Kesehatan Keuangan bagi Perusahaan Asuransi Berbentuk Badan Hukum Usaha Bersama.

Momentum kebangkitan

AJBB terus berbenah. Dalam dua tahun selama di tangan pengelola statuter, beberapa perbaikan dilakukan. Misalnya, membuat saluran pemasaran baru. Juga upaya menangkal fraud melalui perubahan proses bisnis dan pembayaran premi melalui virtual account. Pergantian manajemen baru AJBB harus menjadi momentum kebangkitan. AJBB adalah aset bangsa. Punya nilai historis senapas perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Prioritas manajemen baru perlu difokuskan pada tiga area strategis. Pertama, mengatasi persoalan likuiditas. Salah satu yang dapat dilakukan adalah mendongkrak perolehan premi. Langkah awalnya adalah konsolidasi. Secepatnya direksi dan dengan karyawan AJBB harus menjadi tim yang solid. Manajemen harus mampu memompa lagi semangat dan militansi karyawan untuk mengibarkan kembali AJBB. Bersama-sama membuat strategi perolehan premi dan melakukan eksekusi secara disiplin.

Kedua, perbaikan tata kelola (governance) dan proses bisnis perusahaan. Kalangan internal AJBB sangat paham yang terjadi selama ini. Ada persoalan tata kelola yang harus diperbaiki. Agar berjalan efektif, manajemen baru harus menggerakkan perbaikan melalui tone at the top.

Era disrupsi juga harus dijadikan cambuk bagi AJBB untuk mengubah proses bisnis. Tak boleh lagi AJBB terkesan sebagai perusahaan zaman old. Perlu dukungan sistem informasi yang andal. Manajemen baru tampaknya sangat paham kebutuhan tersebut. Mereka telah mendeklarasikan untuk mengoptimalkan penggunaan teknologi digital.

Ketiga, mengembalikan kepercayaan publik. Untuk keperluan ini, kelancaran pembayaran klaim dan strategi komunikasi menjadi faktor sangat penting. AJBB perlu mengomunikasikan dan meyakinkan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) bahwa manajemen baru akan membawa perubahan signifikan pada perusahaan, produk, dan layanan.

Dukungan pemangku kepentingan kunci

Sehebat apa pun manajemen baru, mereka tak akan mampu bekerja optimal tanpa dukungan penuh pemangku kepentingan kunci. Ada beberapa stakeholders kunci AJBB, di antaranya karyawan, pemegang polis, BPA, pemerintah, dan OJK. BPA mewakili pemilik perusahaan, yakni pemegang polis. BPA memiliki kekuasaan sangat besar. Untuk dapat menjalankan korporasi secara profesional, BPA harus memberi keleluasaan direksi menjalankan korporasi di bawah pengawasan dewan komisaris.

Sementara dukungan pemerintah diharapkan melalui regulasi. Pasal 6 UU No 40/2014 tentang Perasuransian secara tegas mengamanatkan pengaturan perusahaan asuransi berbadan hukum usaha bersama dalam PP. PP yang sedang digodok perlu segera dirilis karena akan menjadi media tepat untuk mengubah tata kelola AJBB yang dituding menjadi salah satu penyebab masalah di AJBB. Melalui PP ini, kualitas tata kelolaAJBB diyakini akan jauh lebih membaik.

Wujud lain dukungan pemerintah dapat dilakukan (misalnya) melalui kontribusi BUMN. Upaya mengerek perolehan premi AJBB di bawah manajemen baru semakin mulus apabila BUMN dapat berkontribusi. Ada kerja sama bisnis saling menguntungkan. Tentu saja harus tetap dalam koridor ketentuan internal dan regulasi eksternal.

Dukungan pemerintah diperlukan karena AJBB aset bangsa, punya nilai historis, dan memiliki sekitar 4,5 juta pemegang polis. Pemegang polisnya juga orang- orang kebanyakan (misalnya guru) yang tersebar di pelosok Tanah Air. Uang pertanggungan tak besar. Namun, mereka sangat membutuhkan jika terjadi risiko atau sudah jatuh tempo.

Kegagalan AJBB tidak hanya merusak reputasi perusahaan dan industri perasuransian. Lebih dari itu, dapat mengganggu pencapaian program keuangan inklusif seperti tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Untuk itu, banyak yang berkepentingan dan perlu terlibat untuk memperbaiki AJBB.

Sementara OJK sebagai pengawas perannya dapat ditingkatkan melalui pengawasan lebih intensif pada manajemen baru dalam menjalankan AJBB. Onsite supervisory presence dapat terus dilanjutkan untuk memberikan keyakinan yang memadai atas strategi dan eksekusi dari manajemen baru.

Target manajemen baru

Ketiga area strategis di atas adalah tantangan manajemen baru. Dalam rangka mengakselerasi kepercayaan dan dukungan publik, manajemen baru perlu mengumumkan target-targetnya. Misalnya, target 100 hari pertama. Publik akan mengetahui transformasi apa yang akan dilakukan manajemen baru. Publik pun dapat membantu mengontrol.

Tantangan manajemen baru tidak ringan. Transformasi perlu dilakukan. Mereka harus mampu merangkul seluruh potensi AJBB dan stakeholders-nya. Kekuatan-kekuatan internal AJBB harus dibangkitkan kembali.