AFP/LUDOVIC MARIN

Dalam foto file ini diambil pada tanggal 10 April 2018 putra mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman berpose pada saat kedatangannya di istana Presiden Elysee untuk bertemu dengan Presiden Prancis pada tanggal 10 April 2018 di Paris. – Tuduhan diplomatik Arab Saudi dengan Kanada telah mengungkap apa yang disebut pejabat Barat "garis merah baru" dalam keterlibatan mereka dengan kerajaan kaya minyak, menghalangi negara-negara dari publik mengkritik catatan hak asasi manusianya.

Pada November 2017, Pangeran Waleed bin Talal dipenjara Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman. Ia kini jadi andalan memperbaiki reputasi Arab Saudi.

Reputasi Arab Saudi, terutama Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman—populer dengan panggilan MBS—terpuruk pascakasus terbunuhnya wartawan senior Arab Saudi, Jamal Khashoggi, di Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, 2 Oktober lalu. Kepercayaan pebisnis dan investor asing untuk berbisnis ataupun berinvestasi di negeri itu menurun. Ketidakhadiran sejumlah tokoh penting pebisnis, pejabat, dan eksekutif, termasuk Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde, dalam konferensi investasi di Riyadh, 23 Oktober lalu, menjadi salah satu indikasi mencolok.

Dalam proyeksinya, Selasa (13/11/2018), IMF memang tidak mengubah perkiraan angka pertumbuhan ekonomi Arab Saudi tahun ini sebesar 2,2 persen, dan 2,4 persen tahun depan. Akan tetapi, kekhawatiran terhadap keengganan pengusaha asing untuk berbisnis di Arab Saudi tetap membayang di benak MBS. Yang paling dicemaskan, tentu jika Visi Arab Saudi 2030 yang dirancang MBS sejak April 2016, berantakan akibat tekanan internasional dalam kasus Khashoggi.

Bagi MBS, Visi Arab Saudi 2030 ibarat magnum opus baginya, sekaligus penentu masa depan Arab Saudi. Berselang 14 bulan setelah peluncuran visi tersebut, MBS diangkat menjadi putra mahkota pada Juni 2017. Visi itu diyakini juga akan mengantarkan transformasi Arab Saudi, yang membuat negara itu bertahan sebagai negara besar, kaya, dan tetap berpengaruh meski sumber pendapatan mereka kini, minyak, habis nantinya. Jika gagal, terlalu besar harga yang harus dibayar negara.

Oleh karena itu, bisa dimaklumi adanya berita yang dilansir harian ini, Senin lalu, bahwa MBS meminta bantuan Pangeran Waleed bin Talal guna meyakinkan para investor global tetap mendukung proyek-proyek Visi Arab Saudi 2030. MBS dan Pangeran Waleed adalah saudara sepupu dan sama-sama cucu Abdulaziz al-Saud, raja pertama Arab Saudi dan pendiri Dinasti Ibnu Saud. Namun, mungkin karena sudah garis tangan, dua pangeran itu menempuh jalur berbeda: MBS di jalur penerus takhta kerajaan, sedangkan Waleed meniti jalur bisnis.

Jalur MBS sebagai ahli waris takhta kerajaan relatif lebih mudah diamankan karena lebih terkait urusan internal di Arab Saudi. Meski terseret dan dikaitkan dengan kasus Khashoggi, status MBS sebagai putra mahkota tidak terganggu. Namun, bagaimana meyakinkan para investor asing agar tidak menjauh dari Arab Saudi? Di sinilah pentingnya peran Waleed.

Satu hal yang menarik, Waleed adalah salah satu dari puluhan pangeran, pejabat senior, dan pengusaha yang ditangkap dan ditahan selama hampir tiga bulan di "penjara" Hotel Ritz-Carlton, Riyadh, oleh MBS pada November 2017. Setelah dilepas, Waleed tetap mendukung MBS dan Visi 2030. Ia juga menyatakan tetap berinvestasi di Arab Saudi. Business as usual, kata Waleed.