KOMPAS/PRIYOMBODO

Peserta seleksi kompetensi dasar calon pegawai negeri sipil (CPNS) menunggu dimulainya tes di kantor Walikota Jakarta Selatan, Jumat (26/10/2018). Seleksi untuk Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang diikuti sekitar 400 peserta tersebut sempat tertunda karena gangguan jaringan internet.

Berita memprihatinkan terbit di harian ini pada 13 November 2018 sebagai berita utama di halaman 4. Kabar tersebut adalah "Kelulusan CPNS Kurang dari 10 Persen".

Sejak awal September, pemerintah membuka lowongan sebanyak 238.015 formasi calon pegawai negeri sipil (PNS) untuk tahun 2018. Laman resmi Sekretariat Kabinet menyebutkan, 51.271 formasi untuk instansi pemerintah pusat dan 186.744 formasi untuk instansi pemerintah daerah. Badan Kepegawaian Negara melalui lamannya memastikan satu pelamar hanya boleh mengajukan diri untuk mengisi satu formasi yang ada, baik di daerah maupun di pusat.

Proses berlangsung. Hasil ujian bagi pelamar formasi CPNS itu di seluruh Indonesia mengentak. Tingkat kelulusan peserta pada tes seleksi dasar kurang dari 10 persen, terutama untuk pengisian formasi kosong di pemerintah daerah. Sebagian besar peserta gagal dalam tes karakteristik pribadi (Kompas, 13/11/2018).

Data sementara yang masuk ke BKN hingga Jumat lalu, 1,8 juta orang dari 2,8 juta peserta seleksi CPNS mengikuti tes seleksi kompetensi dasar (SKD), atau baru sekitar 64,28 persen. Hasil sementara, 9,51 persen peserta lolos tes SKD untuk wilayah timur. Untuk wilayah tengah (27,31 persen), barat (41,53 persen), dan pusat, untuk mengisi formasi di kementerian dan lembaga negara, sebanyak 87,1 persen peserta lolos tes SKD.

Hasil itu menunjukkan tingginya ketimpangan kualitas sumber daya manusia (SDM) kita. Sebaran SDM berkualitas pun tidak merata. Umumnya, peserta dari daerah melamar untuk formasi di daerahnya. Sedikit warga Jakarta atau kota besar lainnya yang mencoba mengisi lowongan CPNS di daerah, apalagi terpencil. Kualitas pendidikan kita pun timpang. Dalam seleksi CPNS 2018, siapa pun dengan latar belakang pendidikan sama boleh melamar lowongan yang sesuai pendidikan di pusat atau daerah.

Menjawab kondisi ini, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi akan menyiapkan kebijakan khusus, yakni membuat sistem ranking atau menurunkan passing grade (ambang batas), sehingga lowongan CPNS yang kosong itu bisa terisi meskipun peserta yang lolos tak sesuai dengan syarat minimal yang ditetapkan sebelumnya.

Jikalau hal ini dilakukan, pemerintah berpotensi mengulangi kesalahan yang sama, yang dilakukan pemerintahan sebelumnya, yang menghasilkan PNS atau kini disebut aparatur sipil negara (ASN) dengan kualitas yang sering kali dikeluhkan publik atau pimpinan daerah/lembaga. Kualitas layanan kepada masyarakat bisa terganggu. Publik pun menjadi korban.