PP Nomor 61 Tahun 1990
Berikut tanggapan saya terhadap Jakob Tobing, "Menafsirkan UUD 1945", dan Grace Natalie, "Menghentikan Amplop Coklat di DPR", di Kompas (22/10/2018).
Menurut Jakob Tobing, ada kekeliruan dalam menentukan hierarki peraturan perundangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.
Jadi, hierarki yang sebenarnya adalah (1) UUD 1945; (2) Tap MPR No XXV/1966 dan Tap MPR No XVI/1999; (3) UU/peraturan pemerintah pengganti UU; (4) peraturan pemerintah; (5) peraturan presiden ; (6) peraturan daerah provinsi; dan (7) peraturan daerah kabupaten/kota. Sekiranya kekeliruan itu benar terjadi, apakah DPR bersama pemerintah akan mengubahnya? Kapan?
Hierarki keempat adalah peraturan pemerintah termasuk PP No 61/1990 yang ditetapkan Presiden Soeharto pada 26 Desember 1990. PP No 61/1990 mengatur perjalanan dinas pemimpin dan anggota DPR.
Tidak jelas pada hierarki ke berapa letak peraturan menteri dalam hierarki peraturan perundangan. Namun, kedudukan peraturan menteri, termasuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 113/2012, pasti di bawah peraturan pemerintah. PMK No 113/2012 mengatur perjalanan dinas pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap.
Grace Natalie membuka tabir mengenai kemungkinan manipulasi biaya dengan memanfaatkan peluang dalam PP No 61/1990 sehingga anggota DPR mendapat dana yang bukan haknya secara legal. Upaya pencegahan kemungkinan manipulasi melalui penerbitan PMK No 113/2012 menjadi tidak efektif karena ditolak DPR.
Usul revisi PP No 61/1990 dalam mengurangi pemborosan negara tidak mungkin dilakukan segera. Perubahan peraturan pemerintah setidaknya harus melalui lima tahap: penyiapan rancangan; pengajuan rancangan yang jika disetujui presiden akan ditindaklanjuti panitia rancangan, pembahasan rancangan yang selanjutnya harus disetujui menteri terkait, Menteri Hukum dan HAM, dan Sekretaris Kabinet; pengesahan rancangan melalui Sekretaris Negara; serta pengundangan.
Jika Grace dan teman-teman berhasil menjadi anggota DPR, maka pada awal masa kerja 2019 diperkirakan PP No 61/1990 masih berlaku. Kita tunggu sikapnya kelak.
Wim K Liyono Kebon Jeruk, Jakarta Barat
Data Tertukar
Saya nasabah Asuransi PT AIA Financial, nomor polis 337325xx, berlaku sejak 2015. Pembayaran premi melalui autodebet kartu kredit Citibank setiap bulan.
Namun, dari sejak saya membuka polis, saya tidak pernah mendapat notifikasi dan laporan soal perkembangan premi saya. Hanya sekali karena saya pernah komplain pada 2017.
Komplain saya karena setiap bulan saya mendapat notifikasi tagihan polis nomor 26477649 Rp 400.000 per bulan dengan metode pembayaran via
BCA Nomor 190028xxxx. Ini bukan BCA saya dan bukan polis saya.
Malah pernah pada 29 Agustus 2017, saya mendapat SMS 4 kali untuk tagihan premi yang bukan nomor polis saya. Saya komplain ke CS AIA 1500980. Mereka akhirnya mengirimi saya surat soal perkembangan polis saya, tetapi hanya 1 kali.
Saya juga dapat 1 kali notifikasi via SMS pada 25 September 2017 yang malah menyebutkan belum berhasil mendebet via kartu kredit Citibank. Padahal, di tagihan kartu kredit Citibank saya sudah terdebet.
Pada 26 September 2017, saya kembali mendapatkan SMS notifikasi tagihan yang bukan nomor polis saya. Saya telepon lagi, komplain lagi, bahkan menulis di Twitter @AIA_Asuransi pada 30 Juli 2018, tetapi tidak ditanggapi.
Hingga saat ini, saya masih dapat SMS notifikasi tagihan yang bukan nomor polis saya, sedangkan untuk notifikasi polis milik saya tidak pernah saya terima. Saya sudah capek menelepon CS AIA.
Lucunya, pada 30 Juli 2018, saya dapat SMS ucapan selamat ulang tahun dari AIA dan itu bukan ulang tahun saya. Mohon perhatian AIA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar