Titik Terang di Tengah Kebuntuan
Menjelang semakin dekatnya tenggat waktu Brexit, ada sedikit kemajuan dalam negosiasi antara Brussels dan London.
Dalam sepekan terakhir perundingan intens antara Inggris dan Uni Eropa, ada dua isu penting yang mulai mendekati titik terang, yaitu masa depan regulasi keuangan Inggris-UE dan perbatasan Irlandia Utara.
Akhir minggu lalu, sejumlah sumber yang terlibat dalam negosiasi mengungkapkan kepada media bahwa kedua kubu telah mencapai kesepakatan tentatif terkait masa depan regulasi finansial Inggris-UE pasca-Brexit.
Dalam kesepakatan itu, perusahaan-perusahaan Inggris akan memperoleh akses ke pasar Eropa asalkan undang-undang keuangan Inggris tetap sejalan dengan undang-undang UE. Akses yang diberikan UE kepada Inggris ini sama dengan yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan besar AS dan Jepang, yang disebut dengan sistem "ekuivalen".
Jika saat ini sebagai anggota UE, perusahaan-perusahaan dan perbankan Inggris memiliki akses tidak terbatas terhadap pelanggan di 27 negara UE dalam seluruh aktivitas keuangan, dalam sistem ekuivalen akan ada batasan terhadap rentang bisnis, antara lain dalam soal pemberian pinjaman.
Isu krusial lain yang juga mendekati titik terang adalah soal perbatasan Irlandia Utara. Menurut sejumlah media yang memperoleh bocoran, kedua kubu "sepakat" untuk menerapkan "backstop", yaitu semacam komitmen Inggris dan UE bahwa tak akan ada penjagaan militer di perbatasan Irlandia Utara terlepas apakah pada akhirnya negosiasi Brexit antara Inggris dan UE mencapai kesepakatan atau tidak.
Intinya, UE menerima usulan bahwa pemeriksaan barang yang masuk dan keluar dari kedua wilayah tidak dilakukan di perbatasan, tetapi bisa dilakukan di toko-toko atau di pabrik-pabrik. Hal ini sekaligus membuka peluang bagi Inggris untuk mencapai kesepakatan kerja sama perdagangan seperti yang diterapkan terhadap Kanada oleh UE.
Persoalannya, dua isu sensitif itu muncul dan berkembang lebih dulu di media dan bukan dari penjelasan resmi pemerintah sehingga menimbulkan pro dan kontra bukan hanya dari publik, melainkan juga dari pejabat kedua kubu.
Menteri Brexit Inggris, misalnya, mendesak Perdana Menteri (PM) Theresa May agar kesepakatan backstop hanya berlaku tiga bulan, yang mana langsung direspons Menteri Luar Negeri Irlandia bahwa UE dan Irlandia tidak akan menandatangani backstop yang bisa dianulir secara unilateral oleh Inggris.
Dengan kata lain, peluang tercapainya kesepakatan Brexit masih tetap fifty-fifty. Namun, yang pasti, Inggris akan keluar dari UE pada 29 Maret 2019, dan akhir November ini keputusan akhir harus dicapai karena pada Desember 2018, setiap parlemen akan melakukan voting terhadap keputusan itu.
Mengingat posisi politis PM May yang saat ini lemah, apa pun bisa terjadi dalam beberapa bulan ke depan, termasuk penolakan parlemen Inggris terhadap kesepakatan Brexit sampai tergesernya May dari kursi kekuasaan.
Kompas, 7 November 2018
#tajukrencanakompas, #brexit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar