Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 21 Desember 2018

Bencana Danau Sembuluh//Penjelasan KLHK  (Surat Pembaca Kompas)


Bencana Danau Sembuluh

Kekayaan alam Indonesia begitu banyak dan beragam. Pemerintah belum mampu dan agaknya mustahil menghitung nilai keuangan seluruh harta kekayaan alam anugerah Sang Khalik bagi bangsa Indonesia. Harta kekayaan alam memiliki nilai holistik yang mengatasi ukuran finansial.

Danau Sembuluh danau terbesar (7.832,5 hektar) di Kalimantan Tengah milik penduduk Kalteng, bangsa Indonesia, dan warga dunia. Perusakan habitat Danau Sembuluh yang diberitakan Kompas (23/11/2018) pada dasarnya sangat menyakiti hati masyarakat Kalteng, Indonesia, dan dunia.

Keindahan dan manfaat ekosistem danau yang merupakan warisan Pencipta bagi umat manusia dicemari dan dihancurkan sekelompok manusia serakah.

Sangat disayangkan perusakan kronis berlangsung hampir 25 tahun. Pertanyaan besar patut dilayangkan kepada berbagai instansi berwenang, mengapa proses penghancuran alam dibiarkan berlanjut begitu lama, sekalipun rakyat telah berteriak kepada penguasa agar menghentikan proses destruktif yang dahsyat itu? Pemerintah wajib mengusut tuntas kejahatan ekologis itu.

Keserakahan yang hanya didorong motivasi untung finansial maksimum telah merusak masa depan kehidupan manusia dan makhluk ciptaan Tuhan yang hidup bersimbiosis mutualistis di kawasan Sembuluh.

Memang mamon sungguh jahat sehingga mematikan hati nurani para penyerakah. Mereka lupa, kesejahteraan pribadi dan komunal bukan hanya berarti memiliki banyak uang. Ada nilai yang melebihi uang.

Saatnya sekarang dan besok, Pemerintah Indonesia segera membenahi dan menghentikan kegiatan yang merusak ekosistem dan mengembalikan secara tuntas peran dan fungsi alamiah Danau Sembuluh.

Wim K Liyono
Kebon Jeruk, Jakarta Barat

 

Penjelasan KLHK 

Sehubungan dengan penayangan berita di harian Kompas pada Senin, 17 Desember 2018, berjudul "Tambang Batubara Ilegal di Bukit Soeharto", bersama ini kami sampaikan tanggapan sebagai bagian dari hak jawab atas pemberitaan tersebut. Tanggapan yang kami maksud sebagai berikut:

1. Dalam tiga tahun komitmen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) jelas untuk melakukan penegakan hukum. Pembentukan unit khusus Penegakan Hukum (Gakkum) menunjukkan komitmen pemerintah. Gakkum KLHK telah membawa kasus pidana LHK sebanyak 551 ke pengadilan, 540 korporasi yang tidak patuh dikenai sanksi, dan 18 yang digugat perdata. Gugatan kami sangat serius, terbukti kasus yang kami menangi di pengadilan sangat banyak dan jumlah ganti rugi lingkungan sangat besar. Nilai ganti rugi dan biaya pemulihan yang sudah inkracht sekitar Rp 18 triliun.

2. Yang menjadi tersangka ada yang berasal dari korporasi dan perseorangan. Memang belum semua kasus yang terjadi sejak lama dapat tersentuh karena masih ada kesenjangan antara kapasitas dan permasalahan. Kami konsisten untuk menghadirkan negara. KLHK terus meningkatkan kapasitas infrastruktur dalam penegakan hukum.

3. Contoh dampak penegakan hukum yang paling mudah setelah kami konsisten melakukan penegakan hukum terhadap kasus kebakaran hutan dan lahan dapat dilihat pada penurunan secara signifikan titik panas (hot spot) di areal konsesi setelah tahun 2014-2015. Selain itu, kepatuhan terhadap kewajiban sarana dan prasarana penanganan kebakaran hutan dan lahan oleh pemegang konsesi juga meningkat.

4. Kasus pertambangan ilegal saat ini juga menjadi perhatian kami.
Demikian kami sampaikan. Atas perhatian dan kerja samanya, kami ucapkan terima kasih.

Ir Djati Witjaksono Hadi, MSi

Kepala Biro Hubungan Masyarakat

Kompas, 21 Desember 2018
#suratpembacakompas 

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger