Penetapan empat tersangka kasus pengaturan skor Liga 2 dan Liga 3 diharapkan menjadi momentum pembersihan sepak bola nasional. Namun, jalan itu masih panjang.
Keseriusan Polri dalam pemberantasan pengaturan skor di Liga Sepak Bola Nasional awalnya diwarnai keraguan. Akan tetapi, keraguan itu terhapus setelah Satgas Antimafia Sepak Bola bentukan Polri menangkap Johar Lin Eng, Kamis (27/12/2018). Johar yang juga anggota Komite Eksekutif PSSI kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Polisi juga menetapkan tiga tersangka lain, yaitu bekas anggota Komite Wasit, Priyanto; wasit Anik Yuni; dan anggota Komisi Disiplin PSSI, Dwi Irianto.
Keempatnya diduga kuat mengatur hasil-hasil Liga 2 dan Liga 3, mulai dari penentuan grup sehingga persaingannya mudah bagi klub yang sudah menyetor "upeti", juga menentukan wasit-wasit yang bisa "berkompromi".
Berbagai pihak, baik Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto, sejumlah aktivis organisasi nonpemerintah yang peduli olahraga, maupun para mantan pesepak bola nasional, memuji keseriusan polisi. Respons positif terlontar, berikut pernyataan dukungan kepada Polri.
Wajar jika polisi perlu disemangati karena upaya pemberantasan skandal pengaturan skor bukan perkara gampang. Setidaknya, jika mencermati pemberitaan Kompas sejak dasawarsa 1970-an, skandal ini kerap terjadi, dan terus berulang. Tak hanya di pertandingan liga nasional, praktik suap berujung pengaturan skor juga melibatkan pemain-pemain tim nasional, saat mereka tampil di laga internasional.
Sebagai contoh kasus, dalam artikel di halaman 1 Kompas, edisi 5 Oktober 1978, didapati fakta oleh tim penulis bahwa sudah sejak lama para penjudi menyuap pemain, demi taruhannya.
Dalam berita dua hari sebelumnya, 3 Oktober 1978, juga ditulis bahwa seorang pemain nasional mengaku menerima uang dari cukong judi. Pemain tersebut diberitakan akan menghadap kepada Ketua Umum PSSI waktu itu, Ali Sadikin, untuk meminta maaf.
Kasus lain yang mencoreng persepakbolaan nasional, salah satunya sepak bola gajah Indonesia melawan Thailand di Piala Tiger 1998. Kedua tim menghindari lawan berat di babak berikutnya sehingga sama-sama mengalah.
Pemain tim Indonesia, Mursyid Effendi, yang kala itu terlihat dengan sengaja memasukkan bola ke gawang tim "Merah Putih", diganjar larangan bermain seumur hidup di pentas internasional. Tim Indonesia dan Thailand juga dikenai denda.
Jika puluhan tahun sudah sepak bola Indonesia berkubang dalam praktik suap yang berujung pengaturan skor, kini dituntut kesadaran semua pihak untuk bersama-sama mengakhirinya. PSSI sebagai federasi harus siap melakukan introspeksi dan bekerja sama dengan polisi untuk memberantasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar