Menghina berbeda dengan mengritik karena keduanya berbeda asal-muasalnya. Yang pertama lahir dari kebencian dan kecongkakan, yang kedua merekah ketika orang menemukan perspektif yang lain dan mengatakannya. Benci dan congkak adalah dua keadaan afektif manusia, kondisi jagat perasaan insani, yang dapat menandas seiring dengan dominannya penggunaan perspektif tunggal yang menyesaki dirinya.
Kedua keadaan perasaan itu dapat dikelola. Riset psikoanalitik, antara lain oleh Fonagy dan kawan-kawan, menunjukkan bahwa pengelolaan perasaan, agar tidak membanjir, berlebih, dan lepas kendali, dapat dilakukan secara mangkus dengan mentalisasi. Mentalisasi mencakup dua upaya yang mengandung kebajikan keadaban emosional.
Pertama, mengambil jarak terhadap peristiwa yang membangkitkan perasaan benci dan congkak, mengambil waktu untuk tidak terburu-buru menafsirkan dan menilai, menjedakan diri dari desakan buat segera berkata dan berbuat, mendengarkan dengan saksama sebelum berkata dan bertindak. Kedua, mendayagunakan berbagai macam perspektif atau sudut pandang dalam mengalami orang, hal, keadaan, dan peristiwa, melampaui perspektif tunggal tertentu yang sebelumnya telah dipakai dan dapat berandil membangkitkan benci dan congkak.
Namun, masyarakat kini dilanda kampanye dalam rangka pemilu presiden, yang justru mengidolakan perspektif tunggal. Ajakan menggunakan perspektif tunggal dalam melihat dan mengalami calon presiden sungguh dijadikan poros yang beroperasi masif dan terus-menerus. Monoperspektivalisme yang dijalankan dengan kuat ini, hasilnya adalah rasa benci dan congkak yang meluber-luber, yang melahirkan dan membanalkan tindakan menghina dan menghakimi.
Pembingungan alam pikir
Mengajak masyarakat hidup monoperspektivalis adalah irasionalitas ingar-bingar yang kini de facto dijalankan secara masif dan terus-menerus. Pada konteks pemilihan presiden kali ini, penerapan monoperspektivalisme yang tidak henti-henti itu berbuahkan anggapan yang salah, tidak adil, dan tidak realistis, tetapi dibiarkan berlaku bahkan merajalela, bahwa calon presiden yang satu buruk melulu, sedangkan calon presiden lain serba baik tanpa cacat-cela setitik pun.
Lebih parah lagi, strategi monoperspektivalis diramu dengan siasat pembingungan alam pikir. Pembingungan pikir adalah sebentuk manipulasi terhadap manusia yang diejawantahkan dengan memainkan kata-kata untuk membolak-balikkan persepsi dan penghayatan atas suatu hal, orang, keadaan, dan peristiwa. Sebagai sebuah wujud manipulasi atas manusia, pembingungan pikir itu sesungguhnya kejam. Ia melecehkan martabat manusia, mempermainkan manusia, memperalatnya, untuk pemenuhan kepentingan pelakunya.
Salah satu contoh pembingungan alam pikir adalah membolak-balikkan makna kata "menghina" dan "mengritik". Orang yang mengkritik disebut menghina; orang yang menghina dikatakan mengritik. Pembolakbalikan itu dilakukan tanpa mengenal konsistensi, semata buat mendukung kepentingan si pelaku.
Ramuan monoperspektivalisme dan pembingungan alam pikir di sepanjang kampanye yang masih akan berlangsung hingga 13 April 2019 bakal membuahkan banyak penghinaan di tengah kebencian dan kecongkakan yang ingar-bingar. Di tengah alam monoperspektivalis, sesungguhnya kritik mengalami kematian dan tidak pernah dapat diciptakan; karena kritik yang sejati hanya lahir dari multiperspektivalisme, dari ditemukannya sebuah atau berbagai perspektif baru untuk pemerkayaan wawasan, pengertian, dan praktika. Ironis sekali apabila kampanye pemilihan umum presiden menghasilkan masyarakat yang sarat kebencian, kecongkakan, dan penghinaan, sekaligus tidak mampu menumbuhkembangkan kritik yang sehat.
Kalau masyarakat mundur keadabannya karena berbulan-bulan kampanye pemilihan umum presiden yang tipis adabnya, para politisi dan partai politik perlu dimintai pertanggungjawaban. Sebab, merekalah yang melaksanakan dan mengisi kampanye-kampanye, dan sesungguhnya mereka memikul kewajiban merawat dan menumbuhkembangkan keadaban masyarakat, bukan justru menyesakinya dengan kebencian, kecongkakan, dan penghinaan yang memundurkan adab.
Lembaga penyelenggara ataupun pengawas pemilihan umum pun perlu ditagih tanggung jawabnya, agar tidak membiarkan kampanye memundurkan adab masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar