Memang, dua-duanya menuntut kesetiaan. Kesetiaan kepada Pancasila merupakan tolok untuk mengukur kesetiaan kepada Indonesia sebagaimana disepakati para bapak bangsa 73 tahun yang lalu. Adapun agama sudah jelas menuntut seseorang seluruhnya.

SUPRIYANTO

Ilustrasi Pancasila dan Agama

Karena itu, dalam Indonesia ber-Pancasila, kita sebagai orang beragama mesti merasa terdukung. Itu berlaku bagi kita semua. Namun, kalau 87 persen bangsa Indonesia menganut agama Islam, kedudukan agama Islam dalam negara Pancasila mesti menjadi unsur kunci bagi ketahanan internal Indonesia. Dengan demikian, pertanyaan tentang hubungan antara Pancasila dan agama (semua agama, tetapi terutama agama 87 persen masyarakat) merupakan pertanyaan penting sekali bagi kita semua.

Ada satu hal yang dalam panasnya perdebatan politik sekarang kadang-kadang sepertinya tenggelam, yaitu bahwa memang ada ketegangan.

Akan tetapi, ketegangan itu bukan antara Pancasila dan agama (Islam), melainkan antara negara agama dan negara sekuler. Ketegangan itulah yang mau diatasi Bung Karno dengan Pancasila.

Identitas

Seluruh proses dari Pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 lewat perumusan Pancasila oleh Panitia Sembilan sampai rumus Pancasila definitif seperti ditetapkan pada tanggal 18 Agustus pada akhir Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 justru menunjukkan itu: pergulatan bagaimana dua hal dapat dijamin sekaligus.

Yakni bahwa dalam bangsa Indonesia tidak dibedakan antara mayoritas dan minoritas. Dan, bahwa keutuhan semua aspirasi keagamaan dijamin. Pancasila mau menjamin bahwa semua orang Indonesia, dalam keutuhan identitas agama, etnik, dan budaya mereka, sepenuhnya menjadi warga negara Indonesia, sepenuhnya ikut memiliki Indonesia.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Umat lintas agama berbincang di patung Garuda Pancasila di Gereja Katedral, Jakarta, saat kumpul menjelang buka bersama lintas agama dengan tema Menguatkan Toleransi, Persaudaraan, dan Solidaritas Kemanusiaan, Jumat (1/6/2018). Berkumpulnya umat lintas agama di saat Hari Lahir Pancasila ini menjadi salah satu bentuk nyata kuatnya kebersamaan lintas iman yang penting menguatkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Hasilnya luar biasa. Para bapak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia—kebanyakan beragama Islam—menyusun suatu undang-undang dasar, yang dari padanya seorang pembaca asing tidak dapat mengetahui manakah agama mayoritas bangsa. Sebanyak 87 persen bangsa Indonesia beragama Islam, tetapi undang-undang dasar yang disepakati tidak memberi kedudukan khusus kepadanya.

Kebesaran hati umat mayoritas itulah dasar persatuan kokoh bangsa Indonesia—yang membuktikan diri selama 73 tahun lebih melalui sekian tantangan dan konflik.

Pancasila menjamin sesuatu yang di banyak negara lain tidak berhasil tercapai: bahwa identitas nasional, ya identitas Indonesia, tidak melindas, tetapi melindungi dan mengangkat identitas keagamaan, budaya, dan etnik ratusan komunitas di negara paling multikultural kita ini. Dengan menjadi orang Indonesia, orang Jawa tidak harus kurang Jawa, orang Bugis tidak harus kurang Bugis, orang Katolik tidak harus kurang Katolik, dan orang Islam tidak perlu mengurangi keislamannya.

Agama

Itu berarti dua hal. Pertama, Indonesia menjadi nyata karena kebesaran hati umat mayoritas yang bersedia tidak menuntut suatu kedudukan khusus. Kebesaran hati itu pantas kita syukuri. Kedua, Pancasila justru mau menjamin bahwa keagamaan warga oleh persatuan mereka dalam Indonesia satu ini tidak tertekan, tetapi justru bebas untuk menyatakan diri dan berkembang.

KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA

Mohammad Idham Samawi selaku anggota DPR RI dari Fraksi PDI-P tengah membawakan materi dalam diskusi kebangsaan ke-22 yang diselenggarakan paguyuban wartawan sepuh di Yogyakarta, Sabtu (22/12). Pendidikan karakter perlu diajarkan melalui pemahaman Pancasila, Sejarah, dan Geografi.

Dalam rangka ini pembukaan kontroversial dekrit tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno bahwa "Jakarta Charter … menjiwai UUD 1945, dan merupakan satu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut" barangkali dapat dimengerti. Meskipun agama Islam tidak mendapat kedudukan khusus dalam Undang-Undang Dasar; Pancasila, filsafat yang mendasarinya, mau menjamin bahwa umat Islam (dan tentu juga umat-umat lain) bisa kerasan di Indonesia, bisa betul-betul hidup sesuai dengan keyakinan Islam, bahwa Indonesia merupakan kerangka atau lingkungan tempat umat Islam (dan, sekali lagi, semua umat beragama lain) dapat merasa seperti di rumahnya sendiri.

Jadi, Pancasila justru tidak merupakan semacam "solusi alternatif" terhadap Islam. Mendukung Pancasila tidak berarti kurang mendukung agama. Alternatif terhadap Islam (dan agama-agama lain) adalah negara sekuler. Pancasila justru menolak negara sekuler. Dalam negara Pancasila, agama-agama bebas, bahkan diharapkan, membawa semangat, etika, spiritualitas, dan kritik mereka ke dalam ruang publik. Maka, amat penting bahwa justru agama anutan 87 persen warga mengalami diri didengar, didukung, dan dihargai dalam negara Pancasila.

Yang bertentangan dengan semangat Pancasila adalah eksklusivisme, intoleransi, yang merasa iri kalau saudara berbeda agama juga bisa hidup sesuai dengan identitasnya. Lima sila Pancasila mempersatukan kita dalam saling bertoleransi justru karena lima sila itu diterima sebagai dasariah oleh para penganut semua agama di Indonesia.

Perkenankan penulis mengungkapkan harapan agar, dalam semakin panasnya kompetisi menjelang pemilu, kita berfokus pada perpolitikan. Kita semua ber-Pancasila dan beragama.