Kaki langit, buah hati, buah tangan, matahari, dewi malam, raja malam. Itulah beberapa kata yang disebutkan André Möller sebagai kata-kata bahasa Indonesia yang puitis (baca: indah).
Adalah André Möller, penyusun Kamus Swedia-Indonesia dan Kamus Indonesia-Swedia, yang kali pertama menelusuri kamus bahasa Indonesia (Kompas, 15/9/2012) hingga menghasilkan temuan yang relatif baru: bahasa Indonesia bahasa puitis. Temuan itu memberi energi baru kepadanya menyelesaikan Kamus Indonesia-Swedia lebih lekas ketimbang Kamus Swedia-Indonesia yang lebih dulu diterbitkan. Ia bersukacita atas temuan tersebut.
Sukacita itu ia tularkan kepada kita, pemilik dan penutur utama bahasa Indonesia, untuk mengenal bahasa Indonesia lebih dalam. Sepantasnya kita berterima kasih kepada André Möller, warga Swedia itu. Rasa berutang budi itu memunculkan tanyaan: mengapa justru orang Swedia, yang negaranya nun di sana?
Semula saya melihat bahasa Indonesia sebagai bahasa yang stagnan, membosankan, dan tak mampu menjadi bahasa modern, apalagi bahasa mendunia. Setelah menelusuri, barulah saya menemukan hal sebaliknya. Bahasa Indonesia sungguh sangat puitis, indah, dan berpotensi menjadi bahasa mondial (baca: mendunia).
Tak heran bahwa Australia, sebagai negara besar dan maju, memasukkan bahasa Indonesia dalam program pendidikannya, terutama di perguruan tinggi. Upaya itu membawa berbagai prospek dan berkah bagi warga negara Australia, termasuk prospek ekonomi.
Penelusuran yang saya lakukan, sesuai dengan anjuran André Möller, juga mengubah persepsi saya tentang Indonesia. Serta-merta muncul rasa bangga dan cinta kepada Indonesia dan tanah tumpah darahku. Timbul imajinasi unik, baru, dan indah.
"Ada tanah yang diselimuti darahku, darah yang kunilai tinggi karena mengalir indah dan unik dalam tubuhku".
Imajinasi itu bisa dilanjutkan tanpa batas, dengan kelegaan untuk Bahasa Indonesia dan Negara Indonesia. Saya pun tak segan-segan mengulang kata-kata ini: bahasa adalah bangsa. Terima kasih, André Möller.
A ASTANTA
Taman Mula Sakti, Kaliabang Tengah,
Bekasi Utara, Bekasi, Jawa Barat
Mengetuk Nurani Pemerintah Daerah
Kompas pada Halaman Metropolitan (2/8/2018) menurunkan tulisan panjang, "Mereka 20 Tahun Berkubang Debu". Liputan mendalam itu bercerita tentang bagaimana masyarakat Parungpanjang, Kabupaten Bogor, bergelut melawan penyakit, seperti ISPA, dan kerugian material lain yang disebabkan debu dari mobil-mobil kontainer penambang yang lalu-lalang.
Berita itu tampaknya tak kunjung mengetuk nurani pengambil kebijakan, baik di Kabupaten Bogor maupun Provinsi Jawa Barat. Sudah banyak korban berjatuhan, bukan hanya luka, melainkan juga nyawa melayang.
Sudah hampir seminggu, adanya peraturan bupati Kabupaten Tangerang yang dengan ketat memberlakukan jam operasional truk untuk melintas berimbas pada antrean truk. Antrean tersebut mengular hingga puluhan meter di Parungpanjang.
Aktivitas ekonomi mandek, anak sekolah kesulitan akses, bahkan ada kabar seseorang yang sedang pendarahan dan akan dilarikan ke puskesmas terpaksa dibawa pulang karena seluruh akses tertutup kontainer pengangkut hasil tambang yang mogok kerja.
Melalui surat ini, saya mengetuk pintu nurani pemerintah daerah Jawa Barat dan Kabupaten Bogor untuk segera turun tangan. Bantu kami rakyat yang terkena dampak dengan memberikan solusi terbaik. Buatlah jalur tambang khusus agar warga tidak terganggu kesehatannya, apalagi bertaruh nyawa di jalan raya.
Fariz Alniezar
Parungpanjang Bogor, Jawa Barat
Kompas, 17 Januari 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar