Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 02 Maret 2019

Percepat Masa Kampanye//Kampanye Damai, Pemilu Damai (Surat Pembaca Kompas)


Percepat Masa Kampanye

Kampanye pemilu pilpres dan pileg telah berjalan lima bulan, masih ada tiga bulan lagi sesuai jadwal KPU: dari 23 September 2018 hingga 13 April 2019.

Namun, suasana politik sudah demikian panas, narasi kampanye sudah jauh dari nilai-nilai keadaban bertutur kata. Masyarakat semakin gerah, tiap hari dijejali dengan konten-konten kampanye yang nyinyir, mencemooh, dan tidak lagi menghargai prestasi. Baru kali ini, pemilu yang tidak memancarkan kegembiraan bagi rakyat.

Pembelahan terjadi akibat kian meruncingnya perseteruan para elite politik di ruang publik. Rakyat semakin nanar memandang, sebetulnya untuk kepentingan siapa Pemilu 2019 diselenggarakan?

Dalam dialog interaktif Satu Meja "The Forum" di Kompas TV (Rabu, 6/2/2019), kegelisahan dan kecemasan terpancar dari para tokoh yang hadir. Semua sepakat agar perdebatan yang menjurus perseteruan tak substansial dari kedua kubu segera diakhiri karena sudah tak ada lagi manner dari para politisi kita.

Jujur, rakyat sesungguhnya sudah enek, tiap hari disuguhi menu-menu politik tak sehat dan tak layak santap. Semua isu digoreng tanpa mengindahkan kondisi sosio-psikologis masyarakat. Persaingan cenderung head to head di berbagai ruang dan kesempatan, ini berbahaya, bisa memecah persatuan dan kesatuan.

Rakyat mengelus dada, tak menemukan dan menjumpai lagi sifat serta sikap kenegarawanan para elite politik. Yang dipikir hanya bagaimana mengalahkan.

Saya usul masa kampanye dipersingkat saja guna meredam situasi yang makin tidak kondusif. Bahkan, kalau boleh jujur, ekstremnya, pemilu dilaksanakan besok pagi pun rasanya rakyat tidak berkeberatan.

Budi Sartono
Graha Bukit Raya, Cilame, Bandung Barat

Kampanye Damai, Pemilu Damai

Pemilu serentak 17 April 2019 kian mendekat. Namun, gemuruh pilpres lebih mendominasi dan menyita perhatian publik daripada pilihan anggota DPR dan DPD. Sesungguhnya hampir semua elemen masyarakat ingin agenda bangsa ini berakhir penuh kedamaian. Tak ada kebencian abadi, tak ada permusuhan permanen, tidak ada pertikaian berulang-ulang.

Harapan itu bisa terwujud jika pelaksanaan kampanye sebagai salah satu rangkaian pilpres dilaksanakan dengan menjunjung tinggi etika berkomunikasi. Kenyataannya, tak demikian, perseteruan antarkedua kubu semakin sengit, kasar, dan cenderung memantik permusuhan lebih keras.

Peran media terlihat jelas menggiring kedua kubu melalui juru bicaranya untuk saling berargumentasi atas sebuah kasus yang digoreng dan menjadi bahan perdebatan.

Ada beberapa televisi yang tak henti mengundang kedua kubu supaya saling berhadapan dengan ditengahi seorang moderator. Dari pagi, siang, sore, bahkan sampai tengah malam, masih saja kedua kubu dengan orang berbeda, tema yang berbeda, saling beradu.

Yang disuguhkan hanya adu argumen, debat kusir, sama-sama ngotot dan mau menang sendiri demi melemahkan lawan bicaranya. Saya rasa rakyat kian lelah, apatis, dan capai. Tak ada narasi cerdas, tak ada edukasi untuk panutan dalam pertikaian ini. Tim sukses mengukur keberhasilan dengan upaya menggiring persepsi publik agar berpihak kepadanya, dengan berbagai data yang diklaim benar setiap kubu.

Saya khawatir, seusai pemilu tetap tak akan damai karena setelah pemilu akan ada satu pihak yang unggul dengan dapat dukungan suara dari rakyat lebih banyak dibanding lawannya. Jika ini sampai terjadi, bangsa Indonesia mengalami kerugian amat besar.

Marilah kita upayakan pelaksanaan pemilu damai dan setelah pemilu tetap dalam kondisi damai. Caranya dengan kampanye yang penuh kedamaian dan sukacita. Semoga juru bicara dan tim sukses kedua kubu tak lagi mempertontonkan pertikaian yang melelahkan dan menjemukan, dan media juga tak memanas-manasi.

Sri Handoko

Tugurejo, Semarang

Kompas, 2 Maret 2019 

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger