GETTY IMAGES/KEVIN FRAYER

Pelanggan memasuki toko Huawei Technologies Co di Beijing, China, Selasa (29/1/2019). Departemen Kehakiman Amerika Serikat mengajukan sejumlah tuntutan pidana terhadap raksasa telekomunikasi China itu dan kepada Kepala Keuangan Huawei Meng Wanzhou atas tuduhan penipuan bank, melanggar sanksi terhadap Iran, dan mencuri teknologi robot. Huawei membantah melakukan pelanggaran dan tuduhan terhadap Meng—putri pendiri Huawei, Ren Zhengfei—yang ditangkap di Kanada, Desember tahun lalu.

Perang dagang AS-China, yang sempat mereda, berpotensi berbalik arah dan kembali memanas, menyusul ketegangan diplomasi kedua negara terkait kasus Huawei.

Dalam perkembangan terakhir pekan ini, Huawei Technologies Co menggugat Pemerintah AS ke Pengadilan Federal Texas karena tindakan Pemerintah AS melarang penggunaan produk Huawei oleh AS dianggap melanggar hukum. Langkah Huawei juga didukung Pemerintah China.

Padahal, baru beberapa pekan lalu, Presiden Donald Trump memberi sinyal situasi kondusif, segera setelah dicapai kesepakatan AS-China di bidang perdagangan, yang bisa mencegah perang dagang berkobar lebih luas di antara keduanya.

Gugatan Huawei menjadi puncak dari kemelut yang dialami perusahaan raksasa telekomunikasi China ini, yang selama beberapa tahun terakhir merasa dihambat bisnisnya oleh Pemerintah AS di pasar AS.

Terakhir, melalui UU Otorisasi Pertahanan Nasional, Pasal 889, AS melarang badan federal dan kontraktor AS bekerja sama dengan Huawei dalam pengadaan peralatan dan layanan. Draf RUU ini ditandatangani menjadi UU oleh Trump, Agustus lalu. Seorang petinggi Huawei juga ditangkap di Kanada atas permintaan AS karena dianggap melakukan pelanggaran atas paten AS.

Para pengamat melihat, di balik konfrontasi yang bergeser ke isu politis ini, sebenarnya ada persaingan bisnis dan kontestasi hegemoni yang memanas antara China dan AS. China kian mengokohkan diri sebagai kekuatan industri terkemuka dunia—termasuk di industri teknologi tinggi, seperti telekomunikasi dan penerbangan—maka ia kini menjadi ancaman bagi korporasi dari negara-negara industri maju yang sebelumnya unggul di bidang ini, termasuk AS.

Justifikasi yang dilontarkan Trump untuk menghambat Huawei: Huawei lewat jaringan 5G merupakan ancaman bagi keamanan nasional karena bisa dipakai Pemerintah China untuk memata-matai pengguna produk Huawei di AS atau negara sekutunya. Hal itu yang selalu dibantah Huawei.

AS berhasil menggalang dukungan dari sejumlah negara untuk memusuhi Huawei, seperti Australia, Selandia Baru, Kanada, dan sejumlah negara Eropa. Namun, sejumlah negara lain, seperti Jerman, Inggris, Uni Emirat Arab, Korsel, Eslandia, Arab Saudi, dan Turki, menolak. Beberapa dari mereka bahkan menandatangani kerja sama dengan Huawei, beberapa yang lain bahkan sudah lama bermitra dengan Huawei.

Huawei tak sendiri. Sebelumnya, perusahaan Rusia, Kaspersky Lab, yang bisnisnya juga dihambat di AS, juga melakukan perlawanan serupa, tetapi kalah di pengadilan AS.