REUTERS/ZOHRA BENSEMRA

Rakyat Aljazair melampiaskan kegembiraan di jalan-jalan setelah Presiden Abdelaziz Bouteflika mengumumkan bahwa dirinya tidak akan mencalonkan diri sebagai presiden untuk periode kelima kali di Algiers, Aljazair, Senin (11/3/2019).

Kekuasaan Presiden Abdelaziz Bouteflika memasuki senja kala. Cepat atau lambat, ia akan lengser. Tinggal bagaimana mengupayakan transisi di Aljazair berjalan damai.

Itulah pertanyaan utama sebagian besar elemen politik di negara itu, termasuk rakyat Aljazair yang sejak awal Maret ini berunjuk rasa menuntut pergantian kekuasaan Bouteflika. Presiden berusia 82 tahun ini praktis sudah terjepit.

Semua pilar penyokong kekuasaannya—mulai dari Front Pembebasan Nasional (FLN) yang mengusung Bouteflika, partai loyalis Perkumpulan Nasional Demokrasi (RND), hingga Kepala Staf Angkatan Bersenjata Letnan Jenderal Ahmed Gaed Salah—telah meninggalkan Bouteflika.

Mereka serempak mendesak Bouteflika meletakkan jabatan. Sesuai undang-undang di Aljazair, ada mekanisme yang konstitusional bagi Bouteflika untuk mundur atau dimakzulkan, seperti diatur dalam konstitusi butir 102. Berdasarkan pasal itu, dewan konstitusi diperbolehkan menyelidiki kesehatan presiden dan berhak menyatakan presiden tidak mampu menjalankan tugas. Sejak 2013, Bouteflika menderita strok dan sering masuk-keluar rumah sakit untuk dirawat.

Prosedur berikutnya, sidang majelis rendah dan majelis tinggi parlemen memverifikasi hasil investigasi dewan konstitusi. Dibutuhkan minimal dua pertiga anggota parlemen untuk mengesahkan keputusan pemakzulan presiden. "Penerapan Pasal 102 perlu dilakukan dan menjadi satu-satunya jaminan menjaga situasi politik yang damai," kata Gaed Salah dalam pidato yang disiarkan televisi, Selasa (26/3/2019).

Namun, mekanisme konstitusional itu bak buah simalakama bagi para pengunjuk rasa yang mendambakan demokrasi sejati. Mengacu butir 102 konstitusi, setelah presiden mundur atau dimakzulkan, ketua majelis tinggi akan menjadi presiden sementara selama sedikitnya 45 hari. Ia lalu memiliki waktu tiga bulan untuk menggelar pemilu presiden.

Posisi Ketua Majelis Tinggi Parlemen Aljazair saat ini dijabat Abdelkader Bensalah, loyalis Bouteflika. Karena dinilai bagian dari rezim Bouteflika, ia figur yang ditolak. Bukan hanya oleh para pengunjuk rasa, melainkan juga oleh beberapa parpol. Kini, tuntutan pengunjuk rasa tidak berhenti pada lengsernya Bouteflika setelah hampir dua dekade berkuasa di Aljazair, tetapi sudah mencakup perubahan sistem politik.

Beberapa partai menolak solusi politik butir 102 karena solusi itu hanya akan memberi jalan pada "orang-orang Bouteflika" tetap mencengkeram kekuasaan. Sampai kini, tak ada figur pengganti Bouteflika yang diterima semua pihak.