INDRO UNTUK KOMPAS

Trias Kuncahyono, wartawan Kompas 1988-2018.

Pablo Picasso. Sebenarnya nama lengkapnya begitu panjang: Pablo Diego José Francisco de Paula Juan Nepomuceno Crispín Crispiniano María Remedios de la Santísima Trinidad Ruiz Picasso. Seniman besar ini lahir di Malaga, Spanyol, 25 Oktober 1881, dan meninggal di Mougins, Perancis, 8 April 1973. Picasso lahir dari pasangan Don Jose Ruiz y Blasco dan Maria Picasso y Lopez. Ayahnya, seorang pelukis dan profesor seni. Bakat seni Picasso sudah dilihat kedua orangtuanya sejak  kanak-kanak, sekitar usia 7 tahun.

Begitu banyak karya lukis—selain patung dan karya-karya seni lainnya—Picasso yang juga dikenal sebagai pematung ini. Sebut saja Les Demoiselles d'Avignon(1907) yang merupakan salah satu karyaCubist pertama; potret Gertrude Stein(1905-1906)—teman dan patron Picasso;The Old Guitarist (1903-1904)—salah satu karya di Periode Biru (1901-1904), yakni suatu masa ketika karya-karya lukis Picasso didominasi warna biru, dan tentu yang sangat kondang adalah Guernica(1937).

ARSIP KOMPAS

Lukisan Guernica pernah dibahas dalam artikel harian Kompas yang terbit pada 12 September 1981. Saat itu, lukisan karya Pablo Picasso itu baru saja kembali ke Spanyol setelah lebih dari 40 tahun berada dalam "pengasingan" di Amerika Serikat. Guernica, kota di Spanyol, menjadi saksi bisu perang saudara di Spanyol.

Karya paling terkenal Picasso adalahGuernica (Gernica), selalu dikatakan sebagai pernyataan politik paling kuat dari seniman asal Spanyol ini. Lukisan ini dibuat sebagai reaksi atas pengeboman oleh pesawat-pesawat tempur milik Nazi, Jerman, terhadap Kota Guernica saat terjadi Perang Saudara Spanyol (1936-1939).

Guernica memperlihatkan tragedi akibat peperangan dan penderitaan yang dialami orang-orang tak bersalah. Perang di mana pun seperti itu. Akan tetapi, karya Picasso ini memperoleh status monumental, menjadi pengingat terus-menerus akan tragedi perang, simbol antiperang, dan pengejawantahan perdamaian. Lukisan minyak warna biru, hitam, dan putih yang berukuran tinggi (lebar) 3,5 meter dan panjang 7,8 meter ini sekarang bisa dinikmati di Museo Reina Sofia di Madrid, Spanyol.

Lukisan ini dibuat sebagai reaksi atas pengeboman pesawat-pesawat tempur milik Nazi, Jerman, terhadap Kota Guernica saat terjadi Perang Saudara Spanyol (1936-1939).

Sekitar pukul 16.30, hari Senin, 26 April 1937, pesawat-pesawat tempur Nazi, dari Legiun Condor, dikomandani Kolonel Wolfram von Richthofen, selama sekitar dua jam membombardir Guernica y Luno atau Gernika-Lumo. Guernica adalah sebuah kota yang terletak di sebelah timur laut Bilbao, Provincia (Provinsi) Vizcaya dicomunidad autónoma (komunitas otonomi) Basque, Spanyol Utara.

Pengeboman itu atas perintah Hitler untuk membantu kaum Nasionalis di bawah komando partai fasis Spanyol, Falange. Hitler bersama Benito Mussolini, diktator fasis Eropa, mendukung kaum Nasionalis ini.

KOMPAS/JOICE TAURIS SANTI

Contoh bangunan rumah di Spanyol.

Selain untuk mendukung kaum Nasionalis pimpinan Jenderal Francisco Franco, pengeboman itu juga digunakan untuk mengetes senjata baru dan taktik baru Nazi. Perang saudara berkobar antara kaum Nasionalis dan Republiken yang terdiri atas, antara lain, kelompok Komunis, Sosialis, dan Anarkis di wilayah Basque. Kaum Nasionalis pimpinan Franco ingin mengembalikan masa keemasan Spanyol berdasarkan hukum, tatanan, dan nilai-nilai keluarga Katolik tradisional.

Kalau kaum Nasionalis dibantu kekuatan Nazi Jerman dan fasis Italia, kaum Republiken dibantu oleh Uni Soviet. Kaum Republiken juga dibantu ribuan kaum komunis dan radikal dari, di antaranya, Perancis dan Amerika. Mereka membentuk Brigade Internasional. Salah satu hasil dari bantuan kekuatan asing ini, kaum Republiken dapat mempertahankan Madrid hingga perang usai.

Akibat gempuran pesawat-pesawat tempur Nazi itu, Guernica luluh lantak. Rata dengan tanah. Ribuan penduduk kota itu tewas. Kaum Nasionalis memperkirakan korban tewas mencapai 100.000 orang. Sementara ada yang menyebut korban tewas mencapai 500.000 orang. Ini belum termasuk yang mati karena kelaparan, malnutrisi, dan terkena penyakit akibat perang.

KOMPAS/M FINAL DAENG

Palacio Real atau Istana Kerajaan Spanyol dengan latar depan patung Felipe (Philip) IV, Raja Spanyol yang berkuasa pada 1621-1665, Selasa (18/9/2018).

Melihat Guernica luluh-lantak dan nyaris tidak ada satu pun bangunan bahkan pepohonan yang berdiri tegak, kaum Nasionalis segera bertindak. Mereka ingin menutupi akibat pengeboman itu dan menghapus jejak. Kehancuran itu ingin dikesankan akibat pembakaran. Maka, mereka menempatkan drum-drum minyak di mana-mana, di dekat reruntuhan gedung dan difoto. Foto itu disebarluaskan ke mana-mana.

Akan tetapi, faked photos, kebohongan yang dibuat kaum Nasional itu, akhirnya terbongkar jua. Seorang reporter dari koran Times yang terbit di London, Inggris, George Steer, mengungkapkan kebenaran dengan mengunjungi Guernica, dan menyodorkan bukti-bukti bahwa Guernica hancur akibat pengeboman, bukan pembakaran. Hasil investigasi Steer juga dimuat di New York Times. Dunia pun heboh atas temuan itu.

Laporan lain diterbitkan oleh L'Humanité di Paris. Berita inilah yang dibaca oleh Picasso dan menginspirasinya untuk menuangkannya dalam lukisan.  Lukisan Picasso ini menjadi bukti bahwa kebenaran Guernica tidak dapat ditutup-tutupi. Berkat laporan Steer, Guernica pun menjadi simbol horor baru dalam dunia perang modern. Sebab, sebenarnya Guernica tidak memiliki arti strategis bagi militer, tetapi tetap dihancurkan, sementara pabrik amunisi justru tidak dihancurkan.

KOMPAS/JOICE TAURIS SANTI

Berbagai bangunan rumah replika dari berbagai daerah di Desa Spanyol. Salah satunya dari Basque.

Tujuan dari penyerangan itu adalah untuk mengintimidasi dan meneror penduduk sipil dan memaksa mereka menyerah, tunduk (Andrew Gamble, 2019). Mereka—Hitler, Mussolini, dan Franco—berkeyakinan bahwa kekerasan, kekejaman, intimidasi, dan teror akan menjadi jalan untuk terciptanya sistem yang lebih baik.

Paul Wilkinson, seorang ahli terorisme dalam bukunya, Terrorism and the  Liberal State, menyatakan bahwa terorisme membutuhkan intimidasi koersif. Hal itu dilakukan dengan menggunakan penghancuran, seperti pengemboman Guernica dan pembunuhan yang sistematik, mengancam, dan membunuh dengan tujuan meneror orang, komunitas, masyarakat, kelompok, komunitas, atau kelompok lain dalam sebuah persaingan politik.

Dengan kata lain, teror bisa diartikan sebagai "menghalalkan segala cara, terutama kekerasan untuk mewujudkan tujuannya". Apa yang terjadi di Guernica adalah potret dari kekejian manusia terhadap manusia lain. Itulah yang disebut sebagai "kekejian yang membinasakan".

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA

Pemandangan Spanyol, tepatnya di Kota Barcelona, Catalunya, yang diambil dari Museum Nasional Seni, Rabu (4/4/2018).

Kekejian itu lahir di tempat di mana kata-kata telah kehilangan daya atau daya tidak lagi membutuhkan kata-kata. Kata-kata tak lagi mampu melukiskan penderitaan yang dialami oleh para korban. Kata-kata juga tak berdaya untuk menggambarkan kebengisan, kekejian para pelaku, para penebar teror.

Dan, yang tak boleh dilupakan bahwa kebohongan, faked photos—pengeboman diberitakan sebagai pembakaran; sebuah praktik kebohongan yang banyak kita temukan pada akhir-akhir ini—yang disebarluaskan adalah teror. Kebohongan yang dipublikasi secara instens, terus-menerus, dan masif kepada publik lambat laun menjadi kebenaran yang diyakini. Ini yang sekarang banyak terjadi di sekitar kita. Dengan media sosial, kebohongan itu kini dengan mudah disebar-luaskan, dan dalam beragam bentuk.

Kebohongan yang dipublikasi secara instens, terus-menerus, dan masif kepada publik lambat laun menjadi kebenaran yang diyakini.

Memang, kebohongan seumur dengan sejarah manusia. Tidak mudah karenanya memberantas kebohongan. Apalagi kalau sudah  dikaitkan dengan kepentingan politik dan ekonomi. Selain itu, juga ada yang memang ingin melestarikan kebohongan untuk berbagai tujuan, tentu termasuk tujuan politik kekuasaan.

KOMPAS/JOICE TAURIS SANTI

Suasana di salah satu rumah di Desa Spanyol.

Politik, memang, salah satu dari aspek kehidupan manusia yang rawan, riskan berhubungan dengan kebohongan. Sebab, lewat kebohongan itu ingin diraih keberhasilan. Dan, inilah yang menyebabkan politik disebut sebagai kotor, penuh tipu daya, licik, dan kehilangan reputasinya yang adiluhung. Tentu, tujuan melakukan kebohongan dalam dunia politik, terutama saat ini, adalah elektabilitas.

Padahal, kebohongan adalah musuh mereka yang masih memiliki hati nurani. Persis sama dengan yang dilakukan oleh George Steer, wartawan yang masih memiliki hati nurani, yang membongkar kebohongan Guernica.

"Berita bohong merupakan tanda tidak toleran dan sikap hipersensitif dan mengarah hanya untuk menyebarkan kebencian dan keangkuhan. Ini adalah hasil akhir dari kebohongan. Kebenaran akan membebaskan Anda," ujar Paus Fransiskus.

Tentu, tujuan melakukan kebohongan dalam dunia politik, terutama saat ini, adalah elektabilitas.

Sekali orang melakukan kebohongan, maka orang akan terus melakukan kebohongan-kebohongan berikutnya untuk menutupi kebohongan sebelumnya. Dan, lewat lukisannya, Guernica, Pablo Picasso menunjukkan kebenaran dan membongkar kebohongan. Karena itu, benar yang dikatakan oleh penulis kondang Mark Twain (1835-1910), "Jika Anda mengatakan kebenaran, Anda tidak harus mengingat apa pun."

Hanya, sayangnya, orang lebih suka dengan kebohongan: membuat kebohongan, menyebarkan kebohongan, dan menikmati kebohongan di musim pemilu ini.

Akhirnya, mungkin mereka yang masih memiliki hati nurani tidak salah merenungkan apa yang pernah dikatakan oleh filsuf Jerman, Friedrich Nietzsche. "I'm not upset that you lied to me. I'm upset that from now on I can't believe you". Saya tidak kecewa karena Anda membohongi saya. Saya kecewa karena sejak sekarang saya tidak memercayaimu.