GETTY IMAGES/TOMOHIRO OHSUMI

Para pejalan kaki memotret foto kaligrafi yang memperlihatkan nama era baru kekaisaran Jepang, Reiwa, di Distrik Ginza, Tokyo, 1 April 2019. Reiwa menandai awal kekaisaran baru, Naruhito (59), penerus Kaisar Akihito (85) yang akan turun takhta, Selasa besok.

Pangeran Naruhito esok diangkat menjadi kaisar baru Jepang. Ia akan memasuki periode yang penuh dinamika dan tantangan bagi Jepang.

Upacara kenaikan takhta itu akan ditandai dengan prosesi khusus, yang akan mengiringi Naruhito memasuki era kekaisaran baru, Reiwa, yang berarti 'keselarasan yang indah'.

Namun, berbeda dengan ayahnya, Kaisar Akihito, yang naik takhta saat ekonomi Jepang mencapai puncaknya, Naruhito akan memasuki kondisi yang berbeda dan penuh dinamika.

Meskipun Jepang saat ini masih menjadi kekuatan ekonomi ketiga dunia, pertumbuhan Jepang relatif stagnan. Jepang diprediksi tidak akan bisa kembali ke masa kejayaan tahun 1980-an. Namun, stabilitas ekonomi di negara ini diprediksi bisa melewati berbagai krisis global.

Jepang juga menghadapi tantangan lain, yaitu populasinya yang semakin menua. Pada 2018, Jepang telah melewati tonggak baru saat 20 persen dari populasinya yang sekitar 127 juta, berusia 70 tahun ke atas. Jumlah itu akan meningkat menjadi sepertiga populasi pada tahun 2050.

Tantangan juga terjadi di bidang keamanan. Sampai saat ini militerisasi tidaklah populer di mata rakyat Jepang. Trauma bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki telah membuat rakyat Jepang bertekad untuk tidak terlibat ataupun mengalami kembali penderitaan perang. Selama menjadi kaisar, Akihito merupakan sosok yang konsisten mengampanyekan perdamaian dan mengingatkan rakyat tentang bahaya perang.

Kaisar Naruhito akan memulai jabatannya saat terdapat ancaman nyata di kawasan. Selama tahun 2017, misalnya, Korea Utara telah menggelar enam kali uji coba senjata nuklir. Negosiasi denuklirisasi Korut yang digagas Amerika Serikat saat ini menghadapi jalan buntu.

Namun, ancaman utama bagi Jepang adalah dominasi China yang saat ini merupakan kekuatan ekonomi kedua di dunia dan giat memperkuat angkatan bersenjatanya. Jepang, yang pasca-Perang Dunia II memiliki konstitusi yang pasifis, kini mulai mengendurkan belenggunya untuk beradaptasi dengan ancaman yang ada.

Di bawah pemerintahan Perdana Menteri Shinzo Abe, Jepang perlahan-lahan melonggarkan aturan pertahanannya. Selain membentuk Dewan Keamanan Nasional dan menaikkan anggaran pertahanan, Pemerintah Jepang juga sedikit demi sedikit "merevisi" fungsi pasukan bela negara ke arah fungsi militer pada umumnya.