Berbeda dengan di sini, sepanjang tahun, warga Malaysia akan terpapar pertikaian politik terus- menerus. Apalagi, sebentar lagi, Pilihan Raya Kecil, pemilu sela, dilaksanakan di Sandakan, Sabah. Sementara di Indonesia, pergantian antarwaktu tak perlu menyelenggarakan pencoblosan.

Pembatalan kursi Dewan Undangan Negeri (DUN atau DPRD) Rantau Negeri Sembilan berbuah pemilu sela. Mahkamah Pilihan Raya Seremban memutuskan bahwa kemenangan Mohammad Hasan tanpa bertanding tidak sah. Calon dari Partai Keadilan Rakyat (PKR), Dr Streram, dihalangi untuk maju dalam pemilu ke-14 karena soal sepele, tak membawa kartu tanda masuk (pass card) yang dikeluarkan oleh Suruhanjaya Pilihan Raya. Meskipun Mohammad Hasan naik banding, keputusan pengadilan menetapkan pemilu sela mesti dilaksanakan.

Sentimen rasial

Dengan bersemangat, pemegang kursi nomor satu Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) itu siap kembali bertarung. Sayangnya, ia masih bermain kartu rasial, dengan menyebut orang bukan Melayu sebagai penumpang, meskipun tidak dimaksudkan sebagai politik identitas. Sebelum hari pencoblosan, Mohamad Sabu, rekan karib Anwar Ibrahim dari Partai Amanah Nasional, meramalkan, sulit bagi PKR memenangi kursi di kubu tradisional UMNO. Dengan mayoritas pemilih Melayu, tentu calon PKR yang berdarah India sulit mendapatkan dukungan.

Politik berdasarkan sentimen latar belakang keturunan masih kuat. Namun, Anwar menegaskan, sokongan yang diberikan pada Streram sebagai keteguhan untuk mendukung era Malaysia baru, di mana politik tak lagi dibelenggu batasan etnik dan anutan agama.

Sebagai politisi kawakan, Anwar Ibrahim yang juga mantan petinggi UMNO tentu memahami peta politik di daerah pemilihan DUN Rantau. Tak hanya itu, ikon reformasi ini juga telah mempelajari corak dan kecenderungan pengundi, sebutan pemilih, di negara bagian yang dihuni banyak keturunan Minangkabau. Apalagi, orang dekatnya, Rafizi Ramli, yang mempunyai lembaga survei Invoke, bisa diminta untuk memetakan pemilih dengan akurat.

Namun, Anwar bergeming dengan pilihannya. Bagaimanapun, seperti ditegaskan oleh Zaid Ibrahim, politikus kawakan bahwa Anwar Ibrahim adalah tokoh satu-satunya yang bisa menjembatani pelbagai aliran ideologi dan etnis. Sebagai mantan Presiden ABIM (Angkatan Belia Islam Malaysia), ayah Nurul Izzah ini mempunyai rekam jejak sebagai pegiat gerakan Islam yang diakui oleh banyak pihak. Tak pelak, pada era Reformasi, ia banyak mendapat dukungan dari kelompok-kelompok Islam.

Meski demikian, dalam perjalanan karier politiknya, Anwar membuka diri pada garis pemikiran progresif melalui hubungan pribadi dengan banyak tokoh Asia Tenggara dan dunia. Menarik, ia bisa berkawan dekat dengan Yusuf Al-Qaradhawi dan pada waktu yang sama bisa menjalin persahabatan dengan Paul Wolfowitz, politikus kanan Amerika. Sebagaimana, ia begitu dekat dengan Gus Dur dan Din Syamsuddin, yang keduanya mempunyai pemikiran berbeda terkait relasi agama dan negara.

Tentu, Anwar telah berhitung bahwa kekalahan calonnya di DUN Rantau dengan selisih 4.510 suara sebagai peringatan bahwa gabungan UMNO dan Partai Islam se-Malaysia bisa meraih kemenangan dalam pesta demokrasi. Lagi pula, Negara Bagian Negeri Sembilan masih di bawah Pakatan Harapan, koalisi yang didukung oleh PKR dan tak menggoyahkan kedudukan gubernur. Hanya, setelah kekalahan di Semenyih, ketidakmampuan Pakatan Harapan mengubah sentimen etnik jelas akan menjadi ancaman pada pemilihan umum yang ke-15.

Isu sosial ekonomi

Namun, lebih jauh, pandangan senior PKR, Syed Hussin Ali, layak dipertimbangkan. Kemenangan calon Barisan Nasional (BN) tidak bisa dilepaskan dari dukungan solid dari pemilih PAS, yang dikenal taat dengan arahan pemimpin mereka. Namun, BN tentu tak bisa sepenuhnya memainkan kartu ini mengingat banyak daerah pemilihan yang dihuni oleh pemilih yang multietnik.

Syed Hussin Ali juga mengingatkan bahwa pemilih Tionghoa dan India kemungkinan tak akan menggunakan hak pilihnya. Hal ini sebagai protes terhadap kegagalan Pakatan Harapan memenuhi janji, yaitu peningkatan daya beli rakyat. Kenaikan harga barang yang diumbar pada kampanye pemilu ke-14 pada era Najib Razak tak menjadi kenyataan. Padahal, GST (Goods and Services Tax) telah digantikan SST (Sales and Service Tax) yang diharapkan bisa menurunkan harga kebutuhan pokok masyarakat.

Betapapun keteguhan Anwar Ibrahim untuk menegakkan cita-cita reformasi layak diapresiasi karena mendorong calon wakil rakyat yang berdarah India dan beragama Hindu di daerah pemilihan yang dihuni oleh mayoritas Melayu Islam, tetapi janji lain untuk mewujudkan kesejahteraan juga perlu diperhatikan.

Anwar tidak lagi selalu bersuara sebagai oposisi, yang menyoal kebobrokan rezim lama, tetapi sebagai bagian dari pemerintah yang harus memenuhi agenda yang ditawarkan dulu. Pendek kata, sebagai calon perdana menteri, mantan deputi perdana menteri Tun Mahathir, tidak hanya berbicara isu demokrasi dan hak asasi, tetapi juga pembangunan untuk kesejahteraan seluruh rakyat.

Tak mudah bagi Anwar untuk berbuat banyak selagi hanya menduduki posisi sebagai anggota parlemen. Apalagi, Tun Daim Zainuddin, orang kepercayaan Mahathir Mohamad, memainkan peranan penting dalam mengatur ekonomi negara tetangga. Anwar dan Daim mempunyai sejarah hitam sehingga proses transisi pergantian orang nomor satu tidak akan semulus yang dibayangkan pada awal penyatuan PKR dan Partai Pribumi Bersatu Malaysia untuk menumbangkan Najib Razak.

Apa pun, pilihan Anwar untuk tidak mengetengahkan politik identitas dan suara kerasnya terhadap praktik rasuah dan gaya hidup mewah politikus adalah posisi yang patut didukung oleh rakyat. Sambil menunggu giliran untuk menduduki Puterajaya, Anwar memfokuskan kerja politiknya pada daerah pemilihannya, Port Dickson, untuk menunaikan janji memajukan pariwisata di sana.

Sejauh ini, proses pergantian sempat memunculkan konflik internal di Pakatan Harapan, tetapi Mahathir Mohamad tentu tidak akan memilih jatuh pada lubang untuk kedua kalinya dan Anwar Ibrahim tentu sadar bahwa tujuan politik tertinggi adalah demi kesejahteraan semua warga.