Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 31 Mei 2019

Dua Resensi di ”Kompas”//Rehabilitasi Cagar Alam Cycloop (Surat Pembaca Kompas)


Dua Resensi di "Kompas"

Berturut-turut saya membaca resensi buku yang dimuat Kompas. Pertama oleh Bandung Mawardi atas buku Harimurti Kridalaksana, Masa-Masa Awal Bahasa Indonesia (11/5/2019) dan kedua oleh Franz Magnis-Suseno atas buku A Sudiarja, Bayang-Bayang Kebijaksanaan dan Kemanusiaan (18/5/2019).

Nyata benar beda resensi yang ditulis Bandung Mawardi (BM) dan Franz Magnis-Suseno (FMS). Resensi FMS mengungkap isi buku secara sistematis sehingga kita jadi tahu kandungan buku.

Pada alinea pertama FMS menulis, "Buku ini terdiri atas dua puluh delapan cerita tokoh-tokoh sejarah." Lalu pada alinea kedua, "Dua belas dari mereka adalah tokoh pemikir…. Enam belas tokoh lain ada yang dikenal sebagai penulis, teolog, pejuang, bahkan pernah mengalami kekejaman perang saudara."

Pada akhir resensi, FMS sampai pada simpulan, "Pendek kata, sebuah buku yang amat indah. Rekan Profesor Sudiarja, Dr Karlina Supelli, menulis kata pengantar yang sejiwa, yang sungguh pantas dibaca."

Resensi BM terkesan berbelit-belit sehingga kita tidak tahu isi buku yang dibicarakan. Dalam meresensi, BM pun sangat cepat menghakimi. Tentang usul Harimurti mengenai lahirnya bahasa Indonesia pada 2 Mei 1926, misalnya. BM menyebutkan "Usulan tersebut masih jarang mendapat mufakat besar, belum terbukti dengan pengadaan upacara peringatan" (alinea keempat). Pada alinea kesembilan BM masih mengulangi "vonis"-nya, "Usulan di buku tipis terlalu sulit memikat penasaran intelektual. Kepustakaan di penjelasan pun terbatas."

Selanjutnya BM mengutip langsung pendapat S Takdir Alisjahbana (alinea kedua) dan Pramoedya Ananta Toer (alinea ke-13). Di pihak lain, dari 18 alinea resensi, tak sekali pun BM mengutip langsung kata-kata Harimurti.

Pada akhir resensi BM tak menuliskan simpulan sehingga kita tak tahu apakah buku Harimurti layak dibaca atau tidak. Simpulan saya: BM perlu dengan rendah hati berguru kepada FMS untuk menulis resensi yang baik.

Pamusuk Eneste
Bintaro Jaya IX, Tangerang Selatan

Rehabilitasi Cagar Alam Cycloop

Sapari selaku Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian DAS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan pihaknya tahun ini menyiapkan anggaran Rp 52 miliar untuk program rehabilitasi Cagar Alam Cycloop dan pemulihan Danau Sentani (Kompas, 24/4/ 2019).

Sebagai pensiunan rimbawan, saya kaget membaca berita ini. Betapa tidak, dari masih aktif bekerja di KLHK sampai purnatugas pada 2016, pemahaman saya: yang namanya kawasan cagar alam dan zona inti taman nasional itu di dalamnya dilarang keras dilakukan kegiatan apa pun.

UU No 5/1999 tentang kehutanan Pasal 41 Ayat (2) menyebutkan bahwa kegiatan rehabilitasi hutan dapat dilakukan di semua hutan dan kawasan hutan, kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional.

Penjelasan ayat ini mempertegas bahwa pada cagar alam dan zona inti taman nasional tidak boleh dilakukan kegiatan rehabilitasi. Ini dimaksud untuk menjaga kekhasan, keaslian, keunikan, dan keterwakilan jenis flora dan fauna serta ekosistemnya. Kegiatan rehabilitasi cagar alam Cycloop ini baru dapat dilakukan apabila status fungsi kawasan cagar alam itu diubah fungsi menjadi kawasan lain sebagaimana diatur dalam PPNo 104/2015. Perubahan fungsi kawasan ini pun butuh waktu dan tahap cukup lama karena butuh persetujuan banyak pihak, termasuk DPR. Mohon penjelasan KLHK.

Pramono D Susaetyo

Pensiunan KLHK Ciparigi, Bogor

Kompas, 31 Mei 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger