RON

Sawitri Supardi Sadarjoen

 

T (perempuan, 27 tahun) meminta maaf untuk perilaku yang berada di bawah kendalinya. Sebaliknya, beberapa orang tidak mampu meminta maaf walaupun sebenarnya ia tahu bahwa dia bersalah. Mereka butuh menyimpan perasaan bersalah dan tetap menjaga keluguan—dalam bentuk bersikap baik—demi meyakinkan orang lain agar dinyatakan sebagai pihak yang tidak bersalah.

Untuk berbagai alasan, beberapa orang tertentu tidak akan meminta maaf atas kesalahan mereka. Meski demikian, bagi anak-anak yang sering dipermalukan secara berlebihan dan dikritik, saat beranjak dewasa, mereka mungkin akan memperoleh waktu yang sulit untuk memaafkan orang lain kelak.

Dengan kata lain, jika mereka dewasa, mereka tidak akan memaafkan kita walaupun kita membutuhkan maaf dari mereka. Di kemudian hari, kita akan kesulitan untuk membentuk pola relasi baru dengan mereka.

Beberapa orang memang merasa sulit memiliki ruang emosi untuk memaafkan orang lain walaupun perilaku mereka salah. Sementara itu, orang-orang yang dengan mudah memaafkan orang lain pada dasarnya melakukan pemberdayaan diri dengan mengatakan, "Saya salah, sorry, saya minta maaf."

Ketahuilah bahwa satu permintaan maaf saja akan meninggalkan perasaan yang lebih baik bagi diri kita. Meski demikian, orang yang mengalami kesulitan minta maaf, memiliki perbedaan pengalaman dalam sistem kepercayaannya.

Memberi maaf selalu diasosiasikan dengan merasa diri kurang baik, merasa dilemahkan oleh diri mereka sendiri. Mereka juga merasa sangat bergantung pada orang yang dimintakan maafnya. Hal ini serta-merta membuat diri merasa kehilangan tenaga atau kendali.

Seorang konseli/klien yang datang kepada saya, mengatakan permasalahan sebagai berikut. "Saya meminta maaf untuk bagian saya yang berkontribusi dalam pertengkaran kita. Saya sampaikan hal itu kepada bos saya."

Klien ini melanjutkan, "Pernyataan tersebut saya ungkap di depan pintu ruang kerja bos saya karena saya yakin bahwa jika saya belum meminta maaf kepadanya, ia tidak akan menyapa saya dalam waktu cukup lama dan sikapnya tersebut membuat saya merasa kurang nyaman secara berlanjut."

Ia melanjutkan, bos kemudian berputar-putar dalam ungkapannya sehingga mengesankan mereka kurang sehat mental. "Untungnya skenario itu hanya terjadi pada saat saya dan bos berada pada hari-hari ketika kondisi pribadi yang sedang kurang matang.

Bos akan menutup percakapan yang tidak produktif tersebut dan mengungkap, hendaknya kita tidak akan pernah memulai lagi percakapan yang bodoh tersebut." Lanjutnya, salah satu di antara mereka kemudian akan berkata, "Hentikan ini, saya minta maaf untuk bagian saya dalam percakapan bodoh ini."

Tantangan perbedaan individual

Dalam lubuk hati kita yang paling dalam, kita meyakini sesuatu yang bermakna spesifik tentang hal memberi dan menerima maaf sekalipun kita tidak mengartikulasikannya. Keyakinan tersebut berlandaskan pada budaya keluarga yang telah tertata sejak beberapa generasi yang lalu.

Beberapa kelompok budaya menempatkan perihal menerima dan meminta maaf dalam entitas yang luhur. Sementara budaya lain tidak demikian. Apabila kita menyampaikan keyakinan tersebut di "hari baik", kita akan dapat menghayati seberapa baiknya tatanan tersebut bisa menjadi acuan kita dalam membangun relasi.

Sementara pada situasi yang lain, jika keadaan memungkinkan, kita juga dapat merevisinya. Saya mendapatkan surat elektronik dari keponakan saya, L (laki-laki, 35 tahun), yang mengingatkan saya pada adanya perbedaan yang dilematis di dalam relasi antarmanusia.

L tinggal di Jepang dan menikahi perempuan Korea. L mengungkapkan, dalam budaya keluarganya di Korea, memberi dan meminta maaf merupakan suatu kondisi di antara orang-orang yang interelasinya tidak intim.

Bagi suami istri yang berada dalam ikatan perkawinan yang penuh kasih sayang, kedua pasangan tidak perlu mengutarakan permintaan maaf secara verbal.

Mengapa? Karena keintiman interelasi yang terjalin antar-pasangan suami istri membuat kedua pasangan memahami dan memaknai permintaan maaf yang terungkap dari pasangannya melalui ekspresi nonverbal dan perilaku yang ditunjukkan oleh pasangan yang telah berbuat salah tersebut. Mengapa?

Karena permintaan maaf adalah suatu ekspresi yang harus disertai oleh ketulusan hati yang terdalam sehingga memiliki makna yang terasa sangat spesifik bagi pasangannya. Dengan demikian, ungkapan verbal tidak perlu diutarakan secara gamblang.