Upaya China untuk memperkuat kehadirannya di Samudra Arktik mendapat perhatian dari Amerika Serikat. Persaingan kedua negara itu pun terjadi di mana-mana.
Seperti diberitakan harian ini pada Sabtu (4/5/2019), Departemen Pertahanan AS mengeluarkan laporan tahunan yang mengungkapkan upaya Beijing untuk meningkatkan kehadirannya di Samudra Arktik. Laporan yang dikeluarkan Kamis silam itu, antara lain, menyebutkan, Denmark khawatir atas minat China terhadap wilayah Greenland, termasuk atas rencana Beijing membangun berbagai fasilitas di kawasan Arktik, seperti stasiun penelitian dan stasiun satelit. Aktivitas riset sipil yang dikerjakan China dinilai oleh AS juga bisa mendukung penguatan kehadiran militer China di Samudra Arktik, termasuk pengerahan kapal-kapal selamnya.
Laporan Pentagon tentang upaya China meningkatkan kehadiran di Arktik perlu dilihat dalam konteks persaingan kedua negara di berbagai bidang, antara lain ekonomi dan geopolitik. Kehadiran China sebagai kekuatan utama dunia tak berlangsung semalam, tetapi melalui proses panjang, diawali saat negara itu mulai menerapkan ekonomi terbuka pada akhir 1970-an.
Hasilnya, China kini menjadi kekuatan ekonomi raksasa. Kemajuan negara itu juga terlihat di bidang teknologi, ditandai dari kehadiran perusahaan komunikasi raksasa Huawei. Perang dagang AS-China juga merupakan bagian dari persaingan kedua negara di bidang perekonomian.
Persaingan China dan AS juga tampak jelas di Laut China Selatan. Klaim China atas sebagian besar perairan itu mendapat tantangan dari AS yang kerap mengirim kapal dan pesawat di pulau-pulau yang diklaim Beijing. Mengusung prinsip kebebasan bernavigasi, AS menyatakan berhak mengirim kekuatan militer di Laut China Selatan.
Persaingan di Laut China Selatan adalah prakondisi dari adu pengaruh di kawasan lebih luas, yakni Indo-Pasifik. Di kawasan yang membentang dari pantai timur Afrika hingga Pasifik ini, AS mengembangkan gagasan kerja Indo-Pasifik yang tampak bertumpu pada sekutu-sekutu utamanya guna membendung pengaruh China.
Kini, upaya China untuk meningkatkan kehadiran di Samudra Arktik mendapat perhatian dari AS. Peningkatan itu tampak setelah China mendapat legitimasi sebagai peninjau (observer) tahun 2013 dalam Dewan Arktik. Saat ini ada 13 negara non-Arktik yang memiliki status sebagai peninjau, termasuk di dalamnya Jerman, Singapura, dan India.
Berada di Kutub Utara, kawasan Arktik dilihat sebagai tempat yang belum sepenuhnya tereksplorasi. Arktik dinilai pula sebagai lokasi yang pas untuk menggelar penelitian di sejumlah bidang, seperti iklim. Kehadiran China yang kian kuat di kawasan ini tentu tak lepas dari kemunculan negara itu sebagai kekuatan utama di dunia. Persaingan di antara negara besar tentu tak bisa dihindari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar