KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Umat Islam menunaikan ibadah Salat Tarawih di Masjid Jami' Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam, Desa Pabelan, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Minggu (5/5/2019). Salat tarawih pertama pada bulan Ramadhan 1440 Hijriah tersebut menjadi awal masa puasa bagi umat Islam selama sebulan mendatang.

 

 

Hari ini umat Islam mulai menjalani ibadah Ramadhan dan dengan itu sebulan berlatih mengendalikan diri dari melakukan hal-hal yang tidak baik.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang dinanti setiap umat Islam. Bulan ini datang setiap tahun, setiap kali pula kita mencoba menemukan relevansi antara makna sesungguhnya ibadah ini dan situasi kekinian kita.

Muslim memahami bahwa puasa bukan sekadar menjaga nafsu yang bersifat fisik. Lebih jauh lagi, berpuasa menuntut kita menjaga diri dari melakukan hal-hal tidak baik yang dapat dilakukan panca indra dan bagian tubuh lain.

Dengan harapan, latihan selama sebulan ini akan membentuk perilaku yang terpuji untuk seterusnya. Berpuasa menahan lapar dan haus juga mengajak kita membangun solidaritas terhadap mereka yang kurang beruntung.

Dengan kata lain, puasa Ramadhan mengajak kita meninggalkan segala hal buruk dalam arti luas agar puasa kita menahan lapar dan haus tidak menjadi sekadar capaian fisik. Puasa mengajarkan untuk menjadi sosok dengan akhlak lebih mulia lagi dan cerminnya di dalam perilaku kita, lebih terpuji dan membawa kedamaian bagi lingkungan kita.

Banyak umat Islam meyakini, puasa sah yang diinginkan Nabi Muhammad SAW adalah juga berpuasa dari melakukan perilaku tidak terpuji, seperti berbohong, bergunjing, bersumpah palsu, mengadu domba, dan memfitnah.

Memahami kembali hakikat dasar puasa menjadi penting saat ini ketika masyarakat dilanda oleh derasnya berita dan kabar bohong serta informasi palsu, terutama melalui media sosial.

Ada informasi palsu yang memang sengaja ditiupkan melalui media sosial dengan tujuan tidak baik. Namun, juga ada kabar bohong yang beredar, karena penyebarnya tidak berpikir panjang, tidak melakukan pengecekan sebelum meneruskan kabar bohong tersebut.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Mural dan grafiti bertema persatuan, keberagaman, dan ajakan menghormati perbedaan terlihat menghiasi tembok-tembok kota, seperti di Slipi, Jakarta, Jumat (3/5/2019). Selain sebagai hiasan kota, mural dan grafiti seperti ini menjadi sarana berekspresi sekaligus menyampaikan pesan-pesan kebangsaan.

Yang memprihatinkan, tidak sedikit mereka yang ikut menyebarkan kabar bohong itu berasal dari kalangan terdidik, yang seharusnya dapat bersikap kritis terhadap informasi yang diterima.

Pada bulan suci ini pula rakyat Indonesia memasuki tahap-tahap akhir Pemilu 2019. Masyarakat menginginkan semua proses pemilu dapat berjalan lancar dan memegang prinsip langsung, umum, bebas, dan rahasia, serta jujur dan adil hingga seluruh proses selesai.

Kita telah berhasil melalui tahap pemberian suara dengan damai. Saat ini pelaksanaan pemilu memasuki tahap penghitungan suara. Muncul keprihatinan ketika lebih dari 400 anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal. Selain itu, juga muncul dugaan-dugaan terjadi kecurangan saat pencoblosan dan penghitungan suara.