REUTERS

Kapal selam rudal balistik bertenaga nuklir kelas Jin Tipe 094A milik Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) terlihat dalam peragaan militer di Laut China Selatan, 12 April 2018. Laporan tahunan Pentagon yang dirilis, Kamis (2/5/ 2019), menyebutkan aktivitas China ke arah penguatan kehadiran militer, termasuk pengerahan kapal selam, di kawasan Arktika.

Kebangkitan China sebagai kekuatan utama dunia memicu dinamika pelik. Isu Laut China Selatan dan perang dagang merupakan beberapa di antaranya.

Berkat kekuatan ekonomi besar dan militer digdaya, China mampu "merealisasikan" klaim wilayah di Laut China Selatan dengan membangun pulau buatan. Di atas daratan anyar tersebut dibangun pula hanggar dan landasan pacu. Tak mudah bagi negara-negara di sekitar Laut China Selatan untuk menandingi langkah Beijing ini. Dibutuhkan biaya sangat besar dan peralatan rumit untuk membangunnya.

Dalam sengketa Laut China Selatan, Beijing berhadapan dengan empat anggota ASEAN: Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunei Darussalam. Jalur damai tengah diupayakan agar perbedaan pandangan antara keempat anggota ASEAN dan China tak sampai memicu konflik fisik.

Masih dalam isu Laut China Selatan, klaim Beijing terus-menerus ditentang Amerika Serikat. Militer AS beberapa kali mengirim pesawat dan kapal perang ke dekat pulau yang diklaim China. Misi ini, menurut AS, merupakan usaha untuk memastikan kebebasan bernavigasi tetap berlaku di Laut China Selatan. Beijing mengkritik AS, menyebut pengiriman kapal serta pesawat militer sebagai provokasi.

AS dan China juga bersitegang di bidang perdagangan. Perang dagang ini sesungguhnya tak hanya berkaitan dengan defisit dan tarif, tetapi juga bagian dari urusan lebih besar, yakni persaingan teknologi, yang dapat menentukan pihak yang menjadi negara utama di dunia nantinya.

Dalam situasi itulah Indonesia dan anggota ASEAN lainnya sekarang berada. Perang dagang dan isu Laut China Selatan menjadi perhatian utama mereka. Selain mengancam pertumbuhan dunia, perang dagang di sisi lain memberikan peluang berupa pemindahan pabrik dari China ke negara Asia Tenggara. Adapun isu Laut China Selatan, beberapa tahun lalu, membuat ketidakcocokan terjadi di antara anggota ASEAN sehingga pertemuan di Kamboja gagal menghasilkan komunike terkait Laut China Selatan. Meski demikian, dalam beberapa kesempatan, China menyampaikan sikapnya mengutamakan kerja sama, perdamaian, dan tak mengintervensi.

Sikap lebih kurang serupa disampaikan China terkait Prakarsa Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative/BRI). Prinsip kerja sama, plus transparansi, coba dikedepankan. China kian sering menyampaikan hal itu di tengah kritik terhadap Prakarsa Sabuk dan Jalan yang bermunculan.