BO

 Recep Tayyip Erdogan 

Istanbul adalah kunci. Demikian kira-kira mantra politik yang diyakini politisi di Turki. Maka, kekalahan di Istanbul sama seperti lonceng peringatan yang keras.

Meminjam ungkapan terkenal yang dilontarkan Presiden Turki, yang juga pendiri dan pemimpin Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), Recep Tayyip Erdogan, mantra politik di Turki itu berbunyi "siapa berkuasa di Istanbul, dia menguasai Turki". Hal ini telah dialami dan dibuktikan sendiri oleh Erdogan dan AKP selama 25 tahun terakhir.

Karena itu, kekalahan kandidat AKP, Binali Yildirim, dari kandidat oposisi, Partai Rakyat Republik (CHP), Ekrem Imamoglu, dalam pemilu lokal ulang untuk pemilihan wali kota Istanbul, Minggu (23/6/2019), merupakan peringatan keras bagi Erdogan. Peringatan yang tak boleh diabaikan, terutama menghadapi pemilihan presiden tahun 2023.

Apalagi, kekalahan Yildirim dalam pemilu ulang itu lebih telak dibandingkan dengan pemilu 31 Maret lalu. Pemilu wali kota Istanbul diulang setelah komisi tinggi pemilu (KPU) Turki mengabulkan tuntutan AKP dan Erdogan yang melihat margin kekalahan kandidatnya sangat tipis, yakni 13.729 suara, dan mengklaim adanya praktik kecurangan. Namun, setelah pemungutan suara diulang, kekalahan AKP justru kian telak, yakni sekitar 9 persen atau 800.000 suara.

Mengapa Erdogan yang begitu perkasa, yang terlihat seolah sulit ditaklukkan, yang kerap disebut-sebut sebagai politisi paling dominan di negerinya setelah pendiri Turki modern dan pendiri CHP, Mustafa Kemal Ataturk, bisa tumbang di Istanbul? Ada beberapa faktor, seperti dilansir salah satu media utama Turki, Hurriyet, antara lain terbentuknya koalisi kubu sekuler, Kurdi, dan sebagian massa AKP loyalis tokoh-tokoh yang berseberangan dengan Erdogan, seperti mantan Presiden Abdullah Gul dan mantan Menlu Ahmet Davutoglu.

Ada semacam kesadaran kolektif yang menyatukan mereka bahwa digelarnya pemilu ulang oleh KPU—tak lepas dari tekanan Erdogan dan AKP yang berkuasa—dilihat sebagai bentuk penzaliman terhadap Imamoglu dan demokrasi. Kondisi ekonomi Turki yang saat ini tengah terpuruk menambah kesadaran kolektif mereka menumbangkan kandidat AKP.

Kita bisa merasakan betapa sengitnya persaingan memperebutkan supremasi politik di Istanbul. Meski demikian, ada pelajaran positif yang bisa dipetik dari persaingan itu, yakni sikap respek. Tanpa menunggu pengumuman hasil resmi KPU, Erdogan ataupun Yildirim segera mengakui kekalahan dan memberikan ucapan selamat pada Imamoglu.