Pemerintah Kabupaten Simalungun berkeyakinan, kebijakan itu merupakan penerapan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang mewajibkan guru harus berijazah minimal S-1 atau D-4. Karena itu, guru yang tidak memenuhi syarat, oleh Pemkab Simalungun diberhentikan dari jabatan fungsionalnya sebagai guru.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Nurhidayah mengajar murid kelas I di SD Negeri Senting I, Desa Senting, Kecamatan Sambi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (23/7/2019). Tahun ini sekolah tersebut hanya memperoleh dua orang murid baru.

Jumlahnya tidak sedikit, 1.695 guru dengan persoalan yang beragam. Ratusan guru yang umurnya di atas 58 tahun dan tidak berijazah sarjana, misalnya, langsung dipensiunkan. Guru lain yang berijazah S-1 atau D-4, tetapi perguruan tinggi yang mengeluarkan ijazah tidak terakreditasi, disalurkan ke unit lain.

Kebijakan ini sepertinya memang ingin menerapkan Undang-Undang tentang Guru dan Dosen. Namun, dalam penerapannya menimbulkan kegaduhan karena jumlahnya banyak dan guru-guru tersebut tersebar di sekolah yang jumlahnya juga banyak, yakni 843 SD negeri dan SMP negeri.

Kegaduhan sebenarnya tak perlu terjadi jika kebijakan itu dipersiapkan secara baik. Undang-undang tentang guru dan dosen memberikan kesempatan 10 tahun bagi guru yang belum sarjana untuk menyelesaikan pendidikan S-1.

Karena itu, banyak yang mempertanyakan, apa yang sudah dilakukan pemerintah kabupaten selama 14 tahun terakhir agar guru menyelesaikan pendidikan S-1? Apakah pemerintah kabupaten memberikan sejumlah fasilitas, seperti bantuan dana dan akses pendidikan bagi para guru untuk menempuh pendidikan tinggi?

Rasanya kurang adil bagi guru di daerah dengan akses pendidikan tinggi terbatas untuk menyelesaikan pendidikan sarjana tanpa insentif pemerintah daerah. Pastilah tidak mudah bagi guru di daerah untuk mengakses pendidikan tinggi bermutu, terutama dari segi biaya, waktu, dan lokasi. Karena itu, peran pemerintah daerah sangat diperlukan.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Guru Kriswantinah (55) mengajar murid kelas I di SD Negeri 1 Kepoh, Desa Kepoh, Sambi, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (22/7/2019). Kelas I hanya diikuti oleh dua orang murid dan salah satunya adalah murid baru. Tahun ini sekolah itu hanya mendapat satu orang murid baru sehingga total jumlah murid di sekolah itu hanya 21 siswa. Sekolah itu memiliki jumlah murid terbanyak saat pertama kali didirikan pada tahun 1976 saat pelaksanaan program Inpres yakni sebanyak 200 siswa.

Kasus seperti ini pun bisa juga terjadi di daerah lain karena guru yang belum menyelesaikan pendidikan S-1 masih sangat banyak. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2017/2018, dari 1,48 juta guru SD, tercatat 208.158 orang atau sekitar 14 persen guru belum sarjana. Adapun di jenjang SMP, dari 628.052 guru, tercatat 42.986 orang atau 6,8 persen guru yang belum sarjana.

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo saat Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2019 di Depok, Jawa Barat, menegaskan, tidak ada toleransi terhadap mutu guru karena guru merupakan ujung tombak peningkatan sumber daya manusia. Ada syarat akademik, profesional, pedagogik, karakter, dan sosial yang harus dipenuhi seorang guru.