Kenaikan ditempuh dalam rangka menutup defisit yang terus membengkak, selain menunjang keberlanjutan dari program itu sendiri. Besaran kenaikan masih dibahas dengan DPR, demikian pula tanggal efektif pemberlakuannya. Menteri Keuangan mengusulkan kenaikan berlaku untuk semua kelas, dengan besar kenaikan 100-116 persen untuk kelas I dan II.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Suasana pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan, Banten, Jumat (3/5/2019). Akreditasi jadi syarat wajib bagi rumah sakit mitra Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan agar peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat mendapat layanan kesehatan bermutu. 

Kenaikan iuran jadi opsi tak terhindarkan mengingat rendahnya iuran selama ini dituding jadi penyebab besarnya defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Penyebab lain: ketakpatuhan peserta dalam mengiur dan beban pembiayaan untuk penyakit katastropik yang sangat besar.

Defisit terus menghantui BPJS Kesehatan sejak dibentuk 2014. Angkanya terus membengkak, diprediksi mencapai Rp 28 triliun tahun ini dan Rp 32 triliun tahun 2020, sehingga mengancam keberlanjutan program itu sendiri.

Dari sisi aturan, Perpres Nomor 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan memungkinkan dilakukan peninjauan ulang iuran peserta setiap dua tahun sekali. Kenaikan terakhir adalah 2016.

Kalangan DPR dan pengamat sejauh ini cenderung menyetujui kenaikan meski beda pendapat terkait besarannya. Mereka yang keberatan, seperti BPJS Watch, menganggap kenaikan yang diusulkan Menkeu terlalu besar. Mereka juga usul agar kenaikan iuran memperhatikan daya beli masyarakat.

Tentu kita berharap dengan kenaikan iuran, kondisi BPJS Kesehatan lebih sehat secara keuangan dan terjadi perbaikan pula dalam kualitas pelayanan. Sayangnya, kenaikan ini tak otomatis menyelesaikan masalah defisit kronis. Seperti diungkap pengamat, defisit akan tetap terjadi sepanjang iuran belum sesuai dengan perhitungan iuran secara aktuaria.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Suasana pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan, Banten, Jumat (3/5/2019). Selain BPJS Kesehatan, RSUD Tangerang Selatan juga menggratiskan biaya pengobatan bagi warga Tangerang Selatan sejak enam tahun lalu hanya dengan menunjukkan KTP elektronik.

Artinya, kenaikan kali ini bukan yang terakhir. Pengelola akan tetap dipaksa menggali sumber pembiayaan lain. Mulai dari kenaikan iuran, menambah angka kepesertaan, hingga pemberian dana talangan dari berbagai sumber. Beberapa langkah juga dilakukan, seperti perbaikan sistem kelas di RS dan perubahan perpres/permen terkait dana kapitasi.

Selama ini, langkah yang ditempuh cenderung tambal sulam sehingga BPJS Kesehatan terus didera masalah. Di luar defisit, BPJS Kesehatan juga dihadapkan pada masalah besarnya denda tunggakan tagihan rumah sakit dan keluhan terkait mutu layanan. Pengamat menyoroti praktik tak wajar dari rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang membuat tunggakan tagihan ke BPJS Kesehatan membengkak.

Pada akhirnya, yang dibutuhkan adalah pembenahan sistem secara menyeluruh, termasuk manajemen JKN. Menkeu, misalnya, menyebut pentingnya penguatan peranan pemda, pembenahan aspek kepesertaan, seperti perbaikan basis data peserta, pengoptimalan kepesertaan badan usaha, perbaikan sistem pembayaran, dan pemanfaatan dana kapitasi.

Barangkali kita juga perlu lebih agresif mengadopsi berbagai terobosan yang sudah diterapkan negara lain dengan sistem JKN lebih maju. Termasuk dalam penegakan aturan bagi peserta tak patuh, menggalakkan intervensi kesehatan masyarakat yang sifatnya promotif dan preventif sejak awal, mengedukasi pasien akan nilai kesehatan, dan tanggung jawab individu dalam menjaga kesehatan. Prinsipnya, membangkitkan kesadaran semua pemangku kepentingan untuk ikut menjaga kesinambungan program bagi kepentingan bersama.


Kompas, 30 Agustus 2019