Pada hakikatnya, masa depan tak pernah bisa dipahami dengan pasti. Manajemen risiko paling maju sekalipun hanya mampu meminimalisasi ketidakpastian, tak pernah bisa menghilangkan. Begitu juga potensi resesi global 2020, menyimpan begitu banyak pertanyaan. Tugas kita hanya memahami lebih baik potensi dan dampaknya, serta menyiapkan mitigasinya.
Bank Dunia dalam paparan Global Economic Risks and Implications for Indonesia menjelaskan, dampak krisis global terhadap Indonesia tak akan separah Turki, Argentina, dan negara-negara lain yang sudah lebih dari dua triwulan mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi. Risiko paling besar adalah pelarian modal dari pasar keuangan, dengan potensi kembali, meskipun porsinya lebih kecil. Jadi, dampak jangka pendeknya relatif terkendali. Bank Dunia justru lebih mengkhawatirkan dampak jangka menengah, yang jika tak dimitigasi berpotensi menyeret pertumbuhan melemah hingga 4,6 persen pada 2021.
Dalam pesan yang disampaikan kepada Presiden Joko Widodo ini ditunjukkan produktivitas perekonomian RI begitu rapuh sehingga kalah bersaing dalam mengundang investasi asing langsung. Padahal, perang dagang membuka peluang perubahan mata rantai pasok global, yang ditandai dengan relokasi banyak perusahaan dari China. Pada Juni-Agustus 2019, ada 33 perusahaan yang tercatat di bursa saham China mengumumkan kepindahan atau perluasan ke luar China. Sebanyak 23 perusahaan berencana masuk ke Vietnam, Kamboja, India, Malaysia, Mexico, Serbia, dan Thailand. Bank Dunia menambahkan, pada 2017, sebanyak 73 perusahaan merelokasi industri dari China, Jepang, Singapura; yang 43 perusahaan di antaranya masuk ke Vietnam, 11 ke Filipina, dan hanya 10 yang masuk ke Indonesia.
Menanggapi fakta ini, dalam dua tahun mendatang harus dilakukan reformasi struktural yang progresif, sistematis, dan terukur menyangkut berbagai aspek. Dengan demikian, fundamen makro ekonomi bisa dijaga serta potensi pelambatan pertumbuhan ekonomi akibat tekanan eksternal bisa dimitigasi. Presiden harus turun tangan memimpin tim lintas sektoral mengantisipasi perkembangan tersebut.
Fundamen Mikro
Benarkah jika dunia memasuki resesi pada 2020 kita tak akan terseret jauh? Salah satu kuncinya ada pada kondisi fundamen mikro. Maksudnya, kesehatan neraca perusahaan, khususnya sektor keuangan. Jika fundamen makro ekonomi diliputi ketidakpastian, maka fundamen mikro rawan disembunyikan. Acapkali, persoalan terkuak setelah terjadi gejolak sehingga nyaris tak bisa diselamatkan. Biasanya, krisis menjadi perdebatan, sampai akhirnya terjadi, barulah diakui. Akibatnya, sebagian besar krisis terlambat diantisipasi.
Untuk memastikan kita tak terseret krisis, perlu antisipasi fundamen mikro ekonomi. Bank Dunia menunjuk masalah keuangan AJB Bumiputra dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sebagai peringatan dini.
Sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo, peran BUMN sebagai agen pembangunan semakin mengemuka. Mereka banyak mendapat penugasan melaksanakan pembangunan infrastruktur di berbagai bidang, mulai dari bandara, pelabuhan, jalan tol, bendungan hingga energi. Di satu sisi, banyak BUMN berekspansi sangat cepat, bahkan dalam tempo 5 tahun berubah menjadi konglomerasi, khususnya BUMN Karya. Di sisi lain, profil risiko mereka meningkat.
Merujuk pada informasi dari laman Kementrian BUMN, PT Waskita Karya yang pada 2014 asetnya Rp 12,54 triliun, pada 2018 melonjak menjadi 124,39 triliun, sedangkan PT Wijaya Karya melonjak dari Rp 15,91 triliun menjadi Rp 59,23 triliun. PT Adhi Karya dari Rp 10,45 triliun menjadi Rp 30 triliun.
Kenaikan aset diikuti kenaikan kewajiban. PT Waskita Karya pada 2014 memiliki kewajiban Rp 9,6 triliun, yang pada 2018 menjadi Rp 95,50 triliun. Kewajiban PT Wijaya Karya naik dari Rp 10,93 triliun menjadi Rp 43 triliun, PT Adhi Karya naik dari Rp 8,7 triliun menjadi Rp 23,83 triliun.
Rasio kewajiban terhadap aset menjadi salah satu indikator risiko gagal bayar perusahaan. Hampir semua BUMN Karya rasionya di atas 75 persen, bahkan ada yang mendekati 85 persen.
Banyak nilai ekonomi proyek yang dikerjakan BUMN rendah atau tingkat pengembalian investasinya sangat lama, karena bersifat penugasan. Belum lagi, sering terjadi kesenjangan kas perusahaan, dana operasional sudah keluar namun pembayaran dari pemerintah belum terjadi. Dalam konteks seperti ini, secara umum profil risiko perusahaan negara meningkat sehingga biaya memperoleh pendanaan juga lebih mahal.
Periode lima tahun mendatang, pemerintah mempunyai proyek besar memindahkan ibu kota negara. Sudah pasti, banyak BUMN yang mendapat penugasan melaksanakan proyek tersebut. Jangan sampai tuntutan ini mengorbankan manajemen risiko. Penugasan BUMN harus disertai studi kelayakan yang memadai serta penuh kehati-hatian.
Risiko lain dari proyek yang sifatnya penugasan adalah korupsi. Tak bisa dipungkiri, belakangan ini daftar pejabat BUMN yang ditangkap KPK begitu panjang, melibatkan pemerintah (daerah) dan partai politik. Fakta ini menggelisahkan karena praktik korupsi di lingkungan BUMN nampaknya terjadi secara masif. Fenomena ini tak bisa dibiarkan, mengingat total aset BUMN melebihi Rp 8.000 triliun atau sekitar tiga kali belanja negara kita.
Di hari senja saat resesi akan tiba, usaha melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi sungguh tak bisa diterima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar