Cari Blog Ini

Bidvertiser

Minggu, 15 September 2019

Mengenal Obligasi Ritel (JOICE TAURIS SANTI)

HANDINING

Anastasia Joice Tauris Santi, wartawan Kompas

Berbagai cara ditempuh pemerintah untuk mendapatkan pembiayaan negara. Salah satunya dengan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN). SBN tersedia dalam bentuk konvensional, yaitu Surat Utang Negara (SUN) dan Syariah serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang seluruhnya untuk investor institusi.

SUN dan SBSN merupakan surat pengakuan utang atau obligasi. SUN dibagi lagi menurut tenornya menjadi Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dengan tenor di bawah 12 bulan dan Obligasi Negara untuk tenor di atas 12 bulan, baik dengan kupon maupun tidak. SBSN juga terbagi menjadi dua jenis, yakni Surat Perbendaharaan Negara Syariah untuk tenor di bawah 12 bulan dan Project Based Sukuk (PBS) untuk tenor di atas 12 bulan.

Awalnya, obligasi pemerintah hanya ditawarkan kepada institusi. Mulai tahun 2006, pemerintah juga menawarkan obligasi kepada individu dengan pembelian minimal yang rendah.

Penerbitan obligasi ritel untuk rakyat merupakan salah satu cara menggalang dana rakyat. Bagi rakyat, penerbitan obligasi ritel merupakan sebuah peluang emas untuk berinvestasi. Sebelum ada obligasi ritel, rakyat tidak berkesempatan menikmati imbal hasil investasi yang lebih tinggi dari deposito dan aman karena obligasi pemerintah hanya dilelang untuk institusi, seperti dana pensiun, manajer investasi, asuransi, dan perusahaan lain. Pembelian minimalnya pun hingga puluhan miliar rupiah.

Pekan lalu, pemerintah kembali menawarkan obligasi ritel, Saving Bond Ritel seri 008 (SBR008). Obligasi ritel seri terbaru ini ditawarkan pada  5-19 September mendatang.

Bunga yang ditetapkan sebesar 7,2 persen. SBR008 akan jatuh tempo pada 10 September 2021. Pembelian minimal hanya sebesar Rp 1 juta dan maksimal Rp 3 miliar.

Mengapa pemerintah menawarkan kupon sebesar 7,2 persen? Pemberian kupon tersebut dihitung berdasarkan tingkat suku bunga acuan, yaitu BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 5,5 persen ditambah selisih sebesar 170 basis poin atau 1,7 persen.

Tambahan selisih sebesar 170 basis poin membuat kupon bunga SBR menjadi lebih menarik dibandingkan dengan rata-rata tingkat suku bunga deposito yang berada pada kisaran 4-6 persen per tahun.

KOMPAS/ TOTOK WIJAYANTO

Petugas pelayanan nasabah Bank Mandiri menjelaskan tentang obligasi negara Savings Bond Ritel seri SBR002 di Jakarta, Senin (9/5/2016). Target perolehan dana dari penerbitan SBR002 tersebut sekitar Rp 3 triliun dan difokuskan untuk keperluan menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016.

Perbedaan jenis obligasi ritel

Selain menawarkan SBR, pemerintah juga menawarkan beberapa jenis obligasi ritel lainnya. Biasanya, penawaran obligasi ini dilakukan selang-seling menurut kebutuhan pemerintah.

Selain SBR, pemerintah juga menawarkan Obligasi Ritel Republik Indonesia (ORI), Sukuk Ritel (Sukri), dan Sukuk Tabungan. Setiap obligasi ritel ini memiliki fitur yang berbeda-beda.

SBR, sesuai dengan namanya, memang mirip dengan tabungan atau deposito bank. SBR tidak diperdagangkan di pasar sekunder. SBR hanya dapat dibeli pada masa penawaran dan disimpan hingga jatuh temponya. Untuk melepas SBR lebih cepat sebelum jatuh tempo, investor dapat memilih pencairan awal (early redemption). Biasanya, itu dilakukan setelah satu tahun investasi.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

Pemantauan perdagangan surat utang (obligasi) di dealing room Mandiri Sekuritas di Jakarta, Rabu (3/9/2014). Pemerintah menerbitkan surat berharga syariah negara atau sukuk global sebesar 1,5 miliar dollar AS untuk memenuhi sebagian pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014.

SBR dapat dibeli hanya dengan investasi Rp 1 juta. Adapun pembelian maksimal sebesar Rp 3 miliar. Tenor SBR tidak panjang, hanya dua tahun. Imbal hasil atau kupon SBR biasanya mengambang dengan batas bawah yang sudah ditentukan sebelumnya oleh pemerintah. SBR cocok untuk mereka yang ingin menyimpan dana menganggur setidaknya selama dua tahun dan mendapatkan hasil lebih tinggi ketimbang deposito atau tabungan.

Obligasi konvensional lainnya adalah ORI. ORI merupakan obligasi ritel pertama yang diterbitkan pemerintah pada 2006. Berbeda dengan SBR, ORI dapat diperjualbelikan di pasar sekunder sebelum jatuh tempo. Kupon ORI bersifat tetap, sudah ditentukan angka pasti sebelumnya. Setiap bulan, para investor mendapatkan bunga setiap bulan melalui rekening tabungan. Minimal pembelian ORI sebesar Rp 1 juta.

Sementara itu, obligasi ritel dalam versi syariah adalah Sukuk Ritel atau Sukri. Sukri mirip sekali dengan ORI. Hanya, minimal pembeliannya Rp 5 juta. Sukri dapat diperdagangkan sebelum jatuh temponya di pasar sekunder. Suku bunganya juga tetap dan dibayarkan setiap bulan.

KOMPAS/KARINA ISNA IRAWAN

Sebaran investor SBN ritel jenis SBR. Sumber: Kementerian Keuangan

Jenis obligasi ritel lainnya adalah Sukuk Tabungan. ST mirip dengan SBR, tetapi berbasis syariah. Minimal pembeliannya Rp 2 juta. Kupon ST sama seperti SBR, yaitu mengambang dengan batas bawah yang telah ditentukan sebelumnya. ST juga sama seperti SBR, tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder, tetapi memiliki fasilitas pencairan dini.

Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko menunjukkan, sekitar 50 persen investor SBN ritel merupakan kaum milenial. Anak-anak muda ini sudah mulai berinvestasi pada obligasi ritel. Selain jumlah pembelian minimal sudah diturunkan, pembelian obligasi ritel ini juga sudah dapat dilakukan secara daring, tidak perlu datang ke bank.

Silakan dipilih, obligasi ritel mana yang cocok, jangan sampai ketinggalan dengan 50 persen anak muda yang sudah menjadi investor.

Kompas, 14 September 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger