Televisi pemerintah, Al-Arabiya, memberitakan, Aramco akan melepas prospektus untuk pencatatan saham pada 10 November 2019. Penjualan ini kunci rencana Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) guna membenahi perekonomian dan melepas ketergantungan ekonomi negara pada minyak.
Aramco diperkirakan akan menjual 2 persen sahamnya di dalam negeri dan 3 persen lainnya di bursa luar negeri. Saudi berharap valuasi Aramco mencapai 2 triliun dollar AS. "Risiko politik dan strategis cukup tinggi bagi perusahaan yang beroperasi di Timur Tengah, tak terkecuali di Saudi," ujar Chris Beauchamp, Kepala Analis Pasar IG Group.
Hal senada dilontarkan banyak organisasi lingkungan di dunia, seperti Oil Change International, yang khawatir akan meningkatkan kapasitas produksi bahan bakar fosil terbesar di dunia. Investigasi koran The Guardian terhadap 20 perusahaan paling berpolusi di dunia mengungkapkan, Aramco menghasilkan sekitar 4,4 persen dari total emisi karbon dioksida dan metana di dunia sejak 1965.
Dari sisi keamanan, pada September 2019, dua ladang minyak terbesar Saudi di Khurais dan Abqaiq mendapat serangan drone hingga menimbulkan kebakaran hebat. Dua ladang itu menyimpan miliaran barel minyak mentah dan salah satu yang terbesar di kawasan Timur Tengah.
Dengan membuat Aramco menjadi perusahaan terbuka, apakah pengelolaan keuangan negara akan lebih transparan?
Namun, sampai paruh pertama 2019, Aramco membukukan laba bersih 46,9 miliar dollar AS, hampir semuanya dibayarkan dalam bentuk dividen ke kas negara Saudi. Untuk periode yang sama, Apple mencatat laba bersih 21,6 miliar dollar AS dan Exxon Mobil hanya menghasilkan 5,5 miliar dollar AS.
Tak hanya ingin lepas dari minyak, Pangeran MBS memiliki proyek Visi 2030 yang antara lain berupa program NEO (Neo-Mustaqbal) alias masa depan baru dalam membangun ekonomi negaranya. Proyek ini akan lebih banyak menggunakan tenaga matahari sebagai sumber energi, memanfaatkan luas padang pasir di Saudi. MBS juga mulai berupaya menarik wisatawan ke negerinya, dengan membebaskan visa kunjungan bagi 49 negara di dunia.
Dengan mencatat laba bersih yang spektakuler, rasanya sulit untuk memprediksi saham Aramco tidak laku. Namun, Ibrahim Fraihat, profesor di Institut Studi Pascasarjana Doha, mengatakan, Aramco adalah kedaulatan Saudi. Awalnya, pangeran kaya dari Saudi yang akan membeli itu. Namun, setelah penahanan puluhan pangeran di Hotel Ritz-Carlton, Riyadh, sulit mengharapkan mereka untuk tetap membeli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar