Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 28 Februari 2020

CATATAN TIMUR TENGAH: Surena 4 dan Lompatan Teknologi Iran (MUSTHAFA ABD. RAHMAN)


Jika dunia terakhir ini dibuat terkesima oleh penampilan robot Sophia, Iran justru memiliki dan menampilkan sosok Sophia lain yang tidak kalah canggihnya, yaitu Surena 4. Seperti Sophia, Surena 4 juga bisa bergerak lincah seperti halnya manusia biasa. Surena 4 bisa mengambil dan memegang segelas air serta bisa menulis di papan tulis.

Surena 4 mampu berjalan dengan kecepatan 0,7 km perjam dan bisa mengubah teks menjadi suara. Surena 4 juga mampu bersiul serta melakukan beraneka ragam gerakan, seperti berjabat tangan, memberi hormat, dan memindahkan atau mengangkat benda. Robot tersebut juga mampu menjawab pertanyaan, melihat, dan membedakan 100 jenis benda.

Selain itu, Surena 4 mampu mengangkat benda besar sekali angkat, bisa menulis, meniru gerakan orang, melakukan gerakan kombinasi tangan dan kaki, dan mengubah cahaya telinga robot.

Hal serupa dipertontonkan Sophia secara mengagumkan ketika tampil di  forum konferensi pemuda internasional di kota wisata Sharm el-Sheikh, Mesir, pada 14-17 Desember 2019. Sophia saat itu bisa berbicara dengan fasih dan menjawab pertanyaan para hadirin dengan tangkas dan tepat. Ia pun bisa bergerak dengan lincah yang semakin memukau para penonton dalam forum konferensi itu.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Sophia, robot yang didukung dengan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang diaktifkan pada 2016 dan diciptakan oleh perusahaan Hanson Robotics yang berbasis di Hong Kong, saat melakukan wawancara khusus dengan media pada CSIS Global DIalogue 2019 di Jakarta, Senin (16/9/2019).

Surena 4, seperti halnya Sophia, adalah manusia robotik sebagai perwujudan mulai masuknya era kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) saat ini. Surena 4 diperkenalkan secara resmi di Teheran pada 14 Desember 2019. Surena 4 adalah pengembangan dari serial Surena 1 (2008), Surena 2 (2010), Surena 3 (2015), dan hingga kini Surena 4 (2019).

Iran lewat Surena 4 ingin menunjukkan kepada dunia, Iran tidak hanya sudah masuk bagian dari era kecerdasan buatan, tetapi juga sebagai salah satu produser utama era kecerdasan itu sendiri, seperti halnya negara-negara maju. Iran melalui Surena 4 sekaligus ingin menyampaikan, negara itu siap bersaing dalam teknologi manusia robot dengan negara maju mana pun.

Surena 4 adalah produk tim yang terdiri dari 50 pakar yang bekerja di pusat sistem dan teknologi maju di Universitas Teheran. Tim tersebut dipimpin oleh Profesor Aghil Yousefi Koma. Profesor Koma dan timnya butuh empat tahun untuk menyelesaikan proyek Surena 4 itu.

Koma mengungkapkan, upaya perbaikan interaksi antara robot dan lingkungan sekitarnya adalah tujuan utama dari proyek Surena 4 ini. Ia menyebutkan, model robot yang lebih canggih menggunakan teknologi yang jauh lebih rumit agar robot itu semakin pintar dalam menggunakan organ-organ tubuhnya, seperti tangan, kaki, kepala, dan mulut.

REUTERS/RAHEB HOMAVANDI

Surena 3, robot yang menyerupai manusia terlihat berada di dekat Surena 2, di laboratorium di Universitas Tehran, Iran, 6 Desember 2015.

Koma mengatakan, Surena 4 adalah simbol kemajuan teknologi Iran untuk tujuan kemanusian dan perdamaian. Ia berharap Surena 4 menginspirasi rakyat Iran dan dunia yang menunjukkan bahwa tidak ada batasan dalam teknologi, termasuk teknologi robot, sehingga Iran pun berhak ikut menguasai berbagai macam teknologi.

Dengan kata lain, Iran ingin menegaskan bahwa teknologi bukan monopoli Barat, melainkan semua bangsa di muka bumi ini berhak menguasai teknologi apa pun. Dalam konteks politik, Iran juga ingin memberi pesan bahwa blokade AS yang dikenakan kepada Iran sejak revolusi 1979 tidak menghambat Iran sama sekali untuk mengembangkan teknologi, dan bahkan Iran dalam banyak sektor lebih maju dari pada negara tetangga Iran yang tidak mendapat blokade dan malah dekat dengan AS.

Di tengah blokade AS itu, Iran justru berusaha berswasembada sendiri dalam pengembangan teknologi. Iran juga dikenal berhasil mengembangkan teknologi rudal balistik dan pesawat tanpa awak (drone). Dalam teknologi rudal balistik, Iran dikenal memiliki rudal balistik Qiyam yang mempunyai jangkauan tembak mencapai 800 km, Dzulfikar 700 km, Shahab 2  mencapai 500 km, Fatih 300 km, dan Shahab 1 sejauh 300 km.

Pada acara peringatan 41 tahun revolusi Iran tahun 1979 pada 11 Februari lalu, Iran kembali memperkenalkan rudal balistik baru "Raad" yang memiliki jangkauan tembak 500 km. Iran ditengarai menggunakan rudal balistik Fatih untuk menggempur pangkalan AS di Ain Assad, Irak, pada Januari lalu. Serangan itu sebagai balasan atas tewasnya komandan Brigade al-Quds dari satuan Garda Revolusi Iran, Mayjen Qassem Soleimani, oleh serangan pesawat tanpa awak AS di bandara internasional Baghdad.

REUTERS/RAHEB HOMAVANDI

Truk militer membawa rudal Raad melintasi gambar Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dalam parade peringatan perang Iran-Irak (1980-1988) di Teheran, 22 September 2015.

Iran juga merupakan negara di Timur Tengah yang pertama merintis produksi pesawat tanpa awak (nirawak). Iran sejak awal tahun 2000-an telah mengumumkan berhasil memproduksi nirawak untuk tujuan pengintaian.

Namun, baru tahun 2013 Iran mengumumkan berhasil memproduksi nirawak untuk misi militer yang diberi nama Fatras dengan memiliki panjang 7 meter dan jangkauan terbang hingga 2.000 km. Iran terus mengembangkan industri pesawat nirawaknya dengan cara belajar dan melakukan alih teknologi dari China dan Korea Utara.

Titik balik kemajuan Iran melakukan pengembangan teknologi industri pesawat nirawaknya ketika berhasil menjatuhkan pesawat nirawak AS, RQ-170, di atas teritorial udara Iran tahun 2012.

Iran dengan dibantu Rusia berhasil membongkar dan mendapatkan teknologi pesawat nirawak AS RQ-170 yang ditembak jatuh di wilayah Iran. Hanya setahun setelah jatuhnya pesawat nirawak AS RQ-170 itu di wilayah Iran, Teheran mengumumkan peluncuran produk pesawat nirawak Fatras untuk misi militer.

Namun, ada pula upaya Iran yang masih gagal, seperti upaya meluncurkan satelit ke orbit. Televisi Pemerintah Iran pada 9 Februari 2020 melaporkan, Iran gagal meluncurkan satelit Zafar buatan Iran ke orbit bumi.

Juru bicara program luar angkasa Kementerian Pertahanan Iran, Ahmad Hosseini, mengatakan,  "satelit Zafar tidak mencapai orbit seperti yang direncanakan'' karena tidak berhasil mencapai kecepatan yang diperlukan.

Ini merupakan peluncuran satelit ketiga yang gagal dilakukan Iran sejak awal 2019 dalam program yang, menurut Amerika, dilakukan untuk mendorong kemajuan program rudal balistiknya. Meski masih gagal, Iran sudah cukup maju dalam teknologi luar angkasa dan suatu saat akhirnya akan berhasil pula meluncurkan satelit ke orbit.

Kompas, 28 Februari 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger