Sebuah kalimat ditandai sekurang-kurangnya oleh adanya unsur subyek dan predikat. Meski demikian, adakalanya kalimat yang kita tuturkan atau tuliskan menyimpang dari kaidah tersebut. Salah satu penyimpangan yang sering ditemukan adalah ketiadaan subyek dalam kalimat.
Sepintas, penyimpangan pada kalimat tanpa subyek itu tidak disadari karena infomasi yang disampaikan cukup mudah dipahami. Namun, jika kalimat itu diuraikan berdasarkan unsur penyusunnya, diperoleh kalimat yang tidak bersubyek.
Ketiadaan subyek pada sebuah kalimat dapat terjadi antara lain karena kesalahan penggunaan kata depan (preposisi) di awal kalimat. Kita tahu bahwa kata depan adalah kata yang biasa terdapat di depan kata benda (nomina), seperti di, ke, dari, dalam, dan dengan.
Jadi, kata depan pada dasarnya selalu diikuti oleh kata benda. Adapun kata benda biasanya berfungsi sebagai subyek atau obyek pada klausa. Kesalahan terjadi apabila kata benda yang berfungsi sebagai subyek diawali dengan kata depan.
Menurut mantan Kepala Pusat Bahasa Dendy Sugono (Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar, 2009: 42), untuk memastikan ada atau tidaknya subyek sebuah kalimat, kita dapat mengajukan pertanyaansiapa (jika subyek berupa manusia) atau apa (jika subyek bukan berupa manusia) yang melakukan tindakan pada predikat. Apabila subyek tidak ada, kalimat itu dapat diubah menjadi kalimat gramatikal atau yang sesuai dengan kaidah.
Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk mengubah kalimat tanpa subyek itu menjadi kalimat gramatikal. Pertama, kata depan dihilangkan. Kedua, struktur kalimat diubah menjadi kalimat pasif.
Hal ini dilakukan apabila tidak ditemukan atau tidak jelas siapa pelaku dalam kalimat. Pengubahan itu bisa dilakukan karena dalam kalimat pasif pelaku tidak wajib ada. Dengan demikian, unsur kekurangan pada awal kalimat tetap dipertahankan (Sugono, 2009: 207).
Contoh kasus
Kalimat tanpa subyek dengan mudah dapat kita temukan di mana-mana. Termasuk dalam tulisan jurnalistik. Misalnya, Bagi yang tak masuk DPT, DPT tambahan, ataupun DPK, masih tetap bisa menggunakan hak pilih dengan datang ke TPS berbekal KTP atau identitas lainnya.
Berdasarkan strukturnya, kalimat tersebut tidak memiliki subyek. Untuk mengetahui ada atau tidaknya subyek pada kalimat itu, kita dapat mengajukan pertanyaan siapa yang masih tetap bisa menggunakan hak pilih?
Jawaban yang tepat, yang juga menjadi subyek kalimat itu, adalah yang tak masuk DPT. Subyek tersebut dapat diperjelas menjadi warga yang tak masuk DPT, DPT tambahan, ataupun DPK.
Dengan demikian, kalimat tanpa subyek di atas dapat diubah menjadi kalimat gramatikal: Warga yang tak masuk DPT, DPT tambahan, ataupun DPK masih tetap bisa menggunakan hak pilih dengan datang ke TPS berbekal KTP ataupun identitas lainnya.
Unsur di depan predikat menjadimerupakan keterangan tempat, yaitudi bagian tengah pintu. Karena itu, kalimat tersebut tidak memiliki subyek. Namun, jika kata depandi ditiadakan, unsur kalimat bagian tengah pintu akan menjadi subyek.
Dengan kata lain, kalimat rumpang tersebut dapat diperbaiki menjadi:Penumpang yang akan naik MRT menunggu di bagian tepi pintu masuk yang sudah diberikan tanda yang jelas. Adapun bagian tengah pintu menjadi area untuk penumpang yang turun dari MRT.
Perhatikan pula katasedangkan diubah menjadiadapun mengingat katasedangkan merupakan kata hubung intrakalimat. Posisinya tidak dapat menempati awal kalimat.
Contoh lain kalimat tanpa subyek yang kerap ditemukan adalah kalimat yang menempatkan kata hubung dalam di awal kalimat. Misalnya, Dalam sistem konvensional untuk luas areal sekitar 10 are, memerlukan bibit melon 1.800-2.000 batang.
Kalimat di atas menimbulkan keraguan, apakah klausa dalam sistem konvensional untuk luas areal sekitar 10 are merupakan subyek? Jika unsur itu sebagai subyek, kata dalam di awal kalimat harus ditiadakan.
Dengan demikian, sistem konvensional untuk luas areal sekitar 10 aremenjadi subyek kalimat. Kira-kira begini perbaikannya: Sistem konvensional untuk luas areal sekitar 10 are memerlukan bibit melon 1.800-2.000 batang.
Pembetulan dengan cara berbeda dapat juga diterapkan pada kalimat tersebut. Jika tidak ditemukan informasi siapa yang memerlukan bibit melon untuk—mencari subyek—kalimat tersebut dapat diubah menjadi kalimat pasif karena dalam kalimat pasif pelaku tidak wajib ada.
Hal ini dilakukan dengan mengubah kata kerja (verba) predikat berawalanme- menjadi berawalan di-. Adapun unsur keterangan dalam sistem konvensional untuk luas areal sekitar 10 are tetap dipertahankan.
Dengan demikian, subyek pada kalimat ini adalah bibit melon 1.800-2.000 batang. Jadi, perbaikan dari kalimat tersebut adalah Dalam sistem konvensional untuk luas areal sekitar 10 are diperlukan bibit melon 1.800-2.000 batang.
Terkadang pengguna bahasa juga kurang cermat ketika menggunakan kata untuk di awal kalimat. Contoh,Untuk waduk di Kabupaten Purwokerto mulai dikerjakan akhir 2013 dan ditargetkan rampung pada 2016.
Untuk mengetahui subyek pada kalimat itu, kita pun dapat menggunakan cara seperti yang sudah diuraikan di atas. Kita dapat mengajukan pertanyaan: apa yang mulai dikerjakan?
Jawabannya adalah waduk sehinggawaduk berfungsi sebagai subyek. Maka, kalimat perbaikan dari kalimat tersebut adalah Waduk di Kabupaten Purwokerto mulai dikerjakan akhir 2013 dan ditargetkan rampung pada 2016.
Nyatalah bahwa rumpang dalam kalimat bisa disebabkan kekurangcermatan pengguna bahasa dalam menempatkan kata depan atau kata yang berfungsi sebagai keterangan dalam kalimat. Kerap pengguna bahasa menempatkan kata depan atau kata keterangan di depan kata benda sehingga kalimat yang tercipta tidak bersubyek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar