Cari Blog Ini

Bidvertiser

Minggu, 21 Juni 2020

KEPENDUDUKAN: Memuliakan Orang Lansia, Memuliakan Kita (MUCHAMAD ZAID WAHYUDI)


ILUSTRASI: KOMPAS/ILHAM KHOIRI

M Zaid Wahyudi, wartawan Kompas

Pandemi Covid-19 menunjukkan betapa tertatih-tatihnya bangsa Indonesia dalam menjaga dan merawat warga senior. Tak hanya menghadapi tingginya risiko kematian akibat terpapar virus korona tipe baru, warga lanjut usia juga harus bertahan dari tekanan psikis, sosial, dan ekonomi akibat pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar.

Meski mobilitas warga lanjut usia (lansia) tidak setinggi penduduk usia produktif, nyatanya risiko mereka terpapar korona tidaklah jauh lebih rendah. Melemahnya daya tahan tubuh, banyaknya penyakit bawaan, hingga beratnya beban mental yang harus mereka tanggung menempatkan warga senior pada risiko kematian tertinggi dibandingkan dengan kelompok umur lain.

Meski mobilitas warga lanjut usia (lansia) tidak setinggi penduduk usia produktif, nyatanya risiko mereka terpapar korona tidaklah jauh lebih rendah.

Hingga Kamis (18/6/2020), data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menunjukkan, dari 42.762 kasus positif Covid-19, 14 persen di antaranya lansia berumur lebih dari 60 tahun. Jumlah itu sedikit lebih tinggi dari persentase penduduk lansia pada 2020 dalam Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2045 yang diperkirakan mencapai 10,65 persen dari total populasi.

KOMPAS/PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA 2015-2045

Perbandingan penduduk lansia Indonesia pada 2020 dan 2045

Namun, dari 2.339 pasien korona yang meninggal, 44 persennya adalah lansia. Mereka yang meninggal umumnya karena memiliki penyakit penyerta yang identik dengan penyakit orang lanjut usia, seperti hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit jantung. Meski demikian, banyak lansia yang pulih dan sembuh dari Covid-19. Dari 16.798 orang yang sembuh dari korona, 12,7 persennya adalah lansia.

Pandemi tidak hanya berdampak pada lansia yang sakit terpapar korona. Warga senior yang sehat pun harus "terpenjara" di dalam rumah dan menghadapi berbagai persoalan yang tak kalah peliknya. Kehilangan rutinitas, tak punya kesempatan bertatap muka langsung dengan teman sebaya, atau digitalisasi layanan kesehatan membuat mereka mendadak harus menghadapi hal-hal baru saat kemampuan adaptasi mereka telah jauh berkurang.

Hilangnya sumber ekonomi, khususnya bagi lansia yang masih harus bekerja menghidupi diri dan keluarganya, makin menekan mereka. Badan Pusat Statistik mencatat, 1 dari 2 lansia bekerja pada 2019. Sementara lansia yang punya tabungan pensiun hanya 10,5 persen.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Dengan menggunakan masker dan letak kursi roda yang berjarak, mereka memperingati Hari Lanjut Usia Nasional di Panti Wreda Elim, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (29/5/2020). Usia lanjut menjadi salah satu kelompok yang paling rawan dan fatal terhadap tertularnya Covid-19.

Dalam situasi itu, sebagian besar lansia umumnya hanya bisa menggantungkan pendapatan mereka pada anak atau kerabatnya. Namun, nyatanya, tak semua lansia bisa mengandalkan keluarga mereka.

Situasi yang berubah mendadak tanpa mampu mereka pahami seringkali membuat lansia merasa kesepian. Penurunan daya kognitif membuat kemampuan sebagian lansia memahami perkataan orang lain menurun dan sulit menyampaikan keluhannya. Lansia juga rentan mengalami stres akibat ancaman korona yang mengintai mereka ataupun hoaks korona yang banyak menyebar.

Berubahnya kondisi itu tak jarang memicu kekerasan psikis dan penelantaran lansia yang justru dilakukan keluarga mereka. Perasaan tak dihargai, disingkirkan, hingga dianggap hanya jadi beban makin menjerumuskan lansia dalam ketegangan jiwa. Kecemasan, depresi, dan pikiran negatif berulang yang mereka hadapi hanya akan mempercepat lansia mengalami alzeimer dan demensia.

KOMPAS/BADAN PUSAT STATISTIK

Jumlah lansia yang berkerja terus meningkat dari tahun ke tahun

Beban keluarga

Namun, ketegangan jiwa selama pandemi ini sejatinya tak hanya dialami lansia. Banyak keluarga yang memiliki lansia pun menghadapi persoalan tak kalah rumit. Terlebih, 88 persen keluarga Indonesia memiliki lansia. Maksud hati keluarga ingin melindungi lansia agar terhindar dari korona, tetapi karena komunikasi tak berjalan semestinya, justru bisa dipersepsikan berbeda oleh lansia.

Masalah makin kompleks jika lansia yang tinggal dalam keluarga memiliki penyakit kronis, menyandang disabilitas, atau mengalami demensia. Beban itu bertambah karena pada saat bersamaan keluarga juga harus menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang terjadi akibat pandemi, seperti meningkatnya beban hidup akibat bekerja atau sekolah di rumah hingga berkurang atau hilangnya pendapatan keluarga.

Tidak semua keluarga memiliki sumber daya memadai untuk menjaga dan merawat lansia, baik tenaga maupun kemampuan finansial. Perawatan lansia dalam keluarga seringkali juga bertumpu pada anggota keluarga tertentu hingga meningkatkan beban stres individu dan ketegangan antaranggota keluarga. Semua masalah itu membuat beban keluarga lansia kian menumpuk.

KOMPAS/BADAN PUSAT STATISTIK

Status tempat tinggal lansia Indonesia pada 2019

Budaya Indonesia menempatkan keluarga sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas kehidupan lansia. Menempatkan lansia dalam panti jompo dianggap sebagai perbuatan tak terpuji meski tinggal di panti jompo adalah kemauan lansia. Sanksi sosial bagi keluarga yang menelantarkan lansia pun tak main-main, mulai cap kejam, tak tahu balas budi, tak tahu diuntung, hingga durhaka.

Persoalannya, bukan keluarga Indonesia tak ingin lagi memuliakan lansia. Anak umumnya tetap ingin menjaga dan merawat orangtua mereka di rumah mereka. Namun, situasi dan tantangan keluarga saat ini jauh berbeda dengan keluarga Indonesia beberapa dekade lalu.

Ukuran keluarga mengecil yang mengerucut pada keluarga inti. Jumlah anak dalam keluarga pun demikian. Jika pada 1971 jumlah rata-rata anak dalam keluarga adalah 5,6 anak, maka pada 2017 tinggal 2,4 anak. Sementara itu, migrasi anggota keluarga makin besar dan kian jauh. Akibatnya, kini banyak lansia tinggal sendiri di rumah mereka yang terpisah dari anaknya, bahkan berbeda pulau atau negara.

KOMPAS/BADAN PUSAT STATISTIK

Status pekerjaan lansia Indonesia 2019

Situasi itu makin pelik karena jumlah warga senior Indonesia kian besar. Saat ini, 1 dari 10 penduduk Indonesia adalah lansia. Meski dalam rasio mungkin terlihat kecil, namun besarnya jumlah penduduk Indonesia membuat jumlah lansia menjadi sangat besar. Pada 2020 diperkirakan ada 28 juta lansia di Indonesia atau setara dengan hampir seluruh penduduk Malaysia.

Pada 25 tahun lagi atau tepat pada peringatan 100 tahun Indonesia merdeka, jumlah lansia di Indonesia diperkirakan akan mencapai lebih dari 60 juta jiwa atau 1 dari 5 penduduk. Mereka yang akan menjadi lansia pada masa itu adalah yang lahir sebelum tahun 1985 atau yang tahun ini berumur lebih dari 35 tahun.

Di sisi lain, kemampuan dan kompetensi keluarga dalam menjaga dan merawat lansia kurang terbangun. Hingga kini, pengasuhan dan perawatan lansia dalam keluarga hanya didasarkan atas insting alias kira-kira yang bisa jadi tidak sesuai dengan kebutuhan atau yang diharapkan lansia. Kondisi inilah yang kerapkali menjadi bara dalam sekam dalam hubungan keluarga dengan lansia.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Puluhan lansia yang tergabung dalam Klub Jantung Sehat Hang Tuah Jakarta melakukan senam jantung sehat secara rutin, Kamis (5/3/2020), di Taman Hang Tuah, Jakarta Selatan. Hampir 50 persen anggota klub yang aktif berusia 50-80 tahun.

Perkembangan tenaga profesional untuk menjaga atau merawat lansia pun sangat lambat. Perawat atau penjaga lansia Indonesia masih banyak yang diekspor ke luar negeri, khususnya ke Asia Timur, seperti Jepang, Hong Kong, dan Taiwan. Perawat dan penjaga lansia yang ada di Indonesia pun umumnya mahal hingga sulit diakses sebagian besar keluarga. Namun, sistem pengasuhan lansia yang terjangkau pun belum banyak disediakan negara.

Meski demikian, isu pemberdayaan keluarga lansia maupun pembangunan lansia masih menjadi isu pinggiran yang nyaris tak terpehatikan. Investasi lansia masih kalah seksi dibandingkan investasi untuk anak, generasi milenial, penduduk usia produktif, apalagi isu politik. Repotnya, keterpinggiran isu pembangunan keluarga dan lansia itu juga terjadi di sejumlah provinsi dan kabupaten/kota yang struktur penduduknya mulai menua.

Situasi itu menuntut perubahan mendasar dalam pembangunan kelanjutusiaan di Indonesia. Berbagai rencana aksi kelanjutusiaan yang sudah dirancang perlu segera dijalankan. Bagaimana pun juga, jumlah warga lansia yang sangat besar itu bisa menjadi modal untuk menggapai bonus demografi kedua, asalkan lansia yang ada tetap sehat, mandiri, aktif, dan produktif.

KOMPAS/BADAN PUSAT STATISTIK

Provinsi dengan struktur penduduk tua atau memiliki penduduk lanjut usia lebih dari 10 persen dari total penduduk pada 2019

Kalaupun pemerintah tetap ingin menempatkan lansia dalam keluarga, maka keluarga dan masyarakat juga harus dimampukan untuk bisa menjaga dan mengasuh lansia. Pemampuan ini juga akan mempertangguh keluarga dan masyarakat hingga ketahanan mereka terjaga, sembari tetap menjaga kesejahteraan lansia.

Pemerintah pun, khususnya pemerintah di daerah yang penduduk lansianya besar, perlu segera meningkatkan investasi pembangunan bagi lansia. Memuliakan lansia adalah memuliakan kita karena investasi bangsa pada lansia saat ini, sejatinya adalah cerminan bagaimana penduduk usia produktif sekarang akan diperlakukan dan mendapat kesejahteraannya saat tiba giliran mereka nantinya menjadi lansia.

Kompas, 20 Juni 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger