Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 10 November 2020

HARI PUSPA DAN SATWA NASIONAL: Puspa, Satwa, dan Kita


DOKUMEN PEKERJA PROYEK PULAU RINCA.

Seekor komodo sedang menghadang sebuah truk pengangkut tiang pancang di Loh Buaya, Pulau Rinca, Sabtu (24/10/2020). Sesuai kepercayaan masyarakat adat Manggarai, komodo tidak suka adanya pembangunan betonisasi dan semenisasi di pulau itu.

Berita yang menyertai foto seekor komodo yang terkesan menghadang sebuah truk di kawasan Taman Nasional Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, viral dan menjadi perhatian publik luas di tingkat nasional hingga internasional. Pengembangan pariwisata superprioritas sontak menjadi polemik di hadapan publik.

Kita masih ingat, pada 11 November 2011, New 7 Wonders mengumumkan Taman Nasional Komodo mendapatkan suara terbanyak untuk masuk sebagai pemenang bersama hutan Amazon, Teluk Halong, air terjun Iguazu, Pulau Jeju, sungai bawah tanah Puerto Princesa, dan Table Mountain.

Sementara itu, sejak Keppres Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional, setiap 5 November Indonesia merayakan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional. Cinta terhadap satwa atau hewan dan binatang (fauna) dan bunga atau puspa dan kembang (flora) bertujuan meningkatkan kepedulian, perlindungan, pelestarian puspa dan satwa nasional, serta untuk menumbuhkan dan mengingatkan akan pentingnya puspa dan satwa dalam kehidupan manusia.

Relevansi Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional bagi Indonesia sekarang menjadi semakin kuat mengingat kita tengah mengalami pandemi Covid-19 yang diiringi berbagai krisis yang bisa berujung pada degradasi kualitas layanan alam. Krisis ekonomi yang diakibatkan pandemi dapat mendorong eksploitasi kekayaan alam naik berlipat-lipat dengan berbagai motif.

Krisis ekonomi yang diakibatkan pandemi dapat mendorong eksploitasi kekayaan alam naik berlipat-lipat dengan berbagai motif.

Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 2020 perlu diletakkan dalam konteks memperkuat kepedulian pemerintah dan masyarakat terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup dengan memelihara kelangsungan hidup semua jenis tanaman dan hewan, terutama yang langka.

Keppres No 4/1993 telah menetapkan tiga jenis satwa yang mewakili satwa darat, air, dan udara sebagai satwa nasional, yakni komodo (Varanus komodoensis), ikan siluk merah (Sclerophages formosus), dan elang jawa (Spizaetus bartelsi). Tiga jenis bunga dinyatakan sebagai bunga nasional, yakni melati (Jasminum sambac), anggrek bulan (Palaenopsis amabilis), dan padma raksasa (Rafflesia arnoldi).

Apa pentingnya mencintai puspa dan satwa bagi manusia? Kenapa harus menyelamatkan puspa dan satwa saat hidup manusia serba sulit? Artikel ini merefleksikan pandangan interaksionis antropologis antara manusia dengan puspa dan satwa, lebih luasnya flora dan fauna.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Siswa SD Negeri Kaliasin 1 membentangkan poster bertema lingkungan saat melakukan kampanye dalam rangka Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional di Surabaya, Sabtu (2/11/2019).

Puspa indah

Sebagian dari kita tentu akrab denganPuspa Indah Taman Hati, sebuah film populer yang dibintangi Rano Karno dan Yessy Gusman. Film ini diangkat dari novel karya Eddy D. Iskandar. Puspa atau bunga berupa helai warna-warni yang berkelopak indah di ujung dahan menjadi simbol cinta sepasang kekasih, Galih dan Ratna. Bunga menjadi bahasa cinta manusia yang berlaku universal.

Kita juga mengenal berbagai jenis bunga melati, rose atau mawar, anggrek, dan sedap malam. Kebanyakan bunga menebarkan aroma harum mewangi. Aneka warna memperkuat keindahan bunga, seperti merah, kuning, biru, hijau, ungu dan oranye. Kehadiran bunga menambah suasana hati yang melihatnya jadi tenang, damai, dan bahagia. Kehadiran bunga dapat membuat kehidupan manusia menjadi lebih bergairah penuh cinta.

Di kota-kota, bunga diperjualbelikan. Bunga ditanam dan dibudidayakan di sepetak tanah petani, lalu dikumpulkan penjual bunga di pinggir jalan. Orang-orang memesannya untuk mengungkapkan selamat atas perayaan pernikahan, ulang tahun, wisuda, dan aneka pesta lainnya. Bunga bisa menjadi sumber mata pencaharian penduduk untuk memeriahkan kehidupan.

Kehadiran bunga dapat membuat kehidupan manusia menjadi lebih bergairah penuh cinta.

Di momen lain, bunga biasa dirangkai untuk ungkapan penanda belasungkawa. Jika sahabat atau tokoh yang meninggal, karangan bunga kita saksikan berjejer di sekitar rumah duka. Bunga menjadi bahasa universal manusia dalam mengungkapkan berbagai makna tanpa kata-kata, bahkan tanpa suara.

Selain lambang cinta, bunga juga bisa menjadi pertanda duka. Bayangkan jika bunga sirna dari kehidupan, dunia terasa hampa. Karena itu, pelestarian bunga langka jadi kepedulian bersama. Jangan biarkan bunga nasional yang tercantum dalam Keppres No 4/1993 dan bunga-bunga lainnya hilang punah.

Lebih dari sekadar bunga, kita harus peduli pada kelestarian tanaman, pohon, atau tumbuhan. Berbagai kayu yang dibutuhkan sebagai bahan baku untuk membuat bangunan dan meubel. Kumpulan pohon kayu yang membentuk menjadi hutan sangat penting bagi kebelanjutan kehidupan manusia.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Bunga amarilis yang dibudidayakan warga mulai mekar dan ramai dikunjungi wisatawan di Desa Salam, Patuk, Gunung Kidul, DI Yogyakarta, Kamis (22/11/2018). Mekarnya bunga yang hanya terjadi sekali dalam setahun itu menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh warga setempat karena mampu memunculkan bermacam peluang usaha.

Durian, rambutan, alpukat, semangka, jeruk dan sebagainya yang dihasilkan tanaman juga menjadi bahan konsumsi manusia setiap hari. Jika kita masih butuh buah-buahan ini, mencintai tanaman atau pohon niscaya menjadi kebutuhan.

Satwa damai

Satwa juga bagian dari kehidupan kita. Manusia sejak lama hidup dan berinteraksi dengan binatang peliharaan, seperti kucing, burung, dan anjing. Kuda dan kerbau sering dipelihara manusia untuk membantu sebagai alat kerja manusia.

Beberapa jenis satwa juga ada yang menjadi bahan makanan sarat protein yang disantap manusia setiap hari di meja makan, seperti ayam, bebek, sapi, domba, dan kambing. Binatang menjadi sahabat setia manusia dan sumber protein yang menyehatkan manusia.

Ada jenis binatang yang kian langka akibat perburuan dan pembunuhan oleh manusia atau punah karena seleksi alam. Selain komodo, ikan siluk merah, dan elang jawa yang ditetapkan sebagai satwa nasional dalam Keppres No 4/1993, kita mengenal nama harimau sumatera, badak jawa, gajah sumatera, orang utan, jalak bali, dan burung cenderawasih.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Siswa SD Negeri Kaliasin 1 membentangkan poster tema lingkungan saat melakukan kampanye dalam rangka Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional, di Surabaya, Sabtu (2/11/2019).

Sebagian binatang yang langka itu dikandangkan dan dijadikan obyek tontonan di kebun binatang. Hewan, seperti buaya, monyet, ular, dan binatang langka lainnya telah lama jadi penghuninya. Beberapa hewan langka masih jadi penghuni sisa-sisa hutan Nusantara, seperti anoa, badak, dan kuskus. Jika kita gagal memelihara mereka, berbagai jenis hewan langka itu kelak hanya akan diingat anak cucu kita hanya dalam buku cerita saja, tanpa wujud yang nyata.

Di hampir semua kota besar ada kebun binatang. Kalau di Jakarta ada Taman Margasatwa Ragunan, Kebun Binatang Bandung dan Taman Safari Indonesia, Bogor, Kebun Binatang Surabaya dan Batu Secret Zoo Malang, Gembira Loka Yogyakarta, Bali Zoo Park, dan Lembah Hijau Lampung. Kebun binatang telah menjadi tempat rekreasi dan wisata keluarga yang utama. Kebun binatang telah menjadi bagian identitas kota.

Kebun binatang menjadi pengingat manusia akan pentingnya menjaga relasi yang harmonis dengan lingkungan secara bijak. Eksistensi binatang memiliki hubungan korelatif dengan peradaban manusia.

Semakin lestari eksistensi binatang -terutama binatang yang langka, maka semakin luhur peradaban manusia. Semakin langka lalu hilang binatang karena ulah manusia, maka diduga kuat semakin brutal budaya manusia. Kelestarian binatang dalam batas tertentu akan sangat bergantung pada kualitas kebudayaan manusia yang hidup di sekitarnya.

Semakin lestari eksistensi binatang, terutama binatang yang langka, maka semakin luhur peradaban manusia.

Walau demikian, tak sedikit yang mengkritisi bahkan antikebun binatang. Kebun binatang dipandang sebagai wujud penindasan manusia terhadap binatang karena dinilai melanggar "hak-hak asasi" binatang. Di kebun binatang, binatang dipaksa tinggal di tempat (kandang) sempit sehingga mereka menjadi tak lagi bebas merdeka. Sementara manusia merasa senang dan bahagia di atas penderitaan binatang. Kira-kira demikian cetusan pemikiran kritikus kebun binatang.

Lepas dari kontroversi kebun binatang tersebut, manusia pasti butuh kenyamanan dan kebahagiaan. Sementara eksistensi bunga dan satwa sejauh ini bisa melahirkan kenyamanan dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia. Karena itu, kita butuh bunga dan satwa agar hidup manusia lebih berwarna penuh dinamika. Manusia tak bisa lepas dari eksistensi flora dan fauna.

Jaga layanan alam

Walau manusia tidak bisa bicara kepada bunga dan satwa, manusia bisa menyelamatkan kelangsungan hidup mereka. Memang burung beo, jika telaten dilatih, akan dapat bicara menirukan ucapan manusia. Namun, tentu saja burung beo tak mengerti seperti manusia memaknai kata-kata yang diucapkannya.

Dalam antropologi, bahasa manusia merupakan salah satu unsur budaya yang penting sebagai produk kebudayaan yang lahir dari konstruksi sosial yang panjang. Namun, kepada bunga dan satwa kita bisa menjaga dan melestarikannya sebagai bagian dari upaya menitipkan sinyal kesejatian kemanusiaan kita.

Sembari merayakan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 2020, mari kita hormati bunga dan satwa yang senantiasa memancarkan kesegaran, kedamaian dan kebahagiaan bagi manusia dan kehidupan. Jangan mudah menebang pohon dan membunuh binatang.

Penjarakan dan hukum berat para pembunuh binatang langka atau penebang pohon, pembakar lahan dan hutan. Hukum harus diterapkan secara adil dan konsisten ditegakkan.

Jangan biarkan alam marah. Banjir dan longsor di musim hujan, atau kebakaran hutan dan lahan serta kekeringan di musim kemarau harus dicegah. Ayo lestarikan alam dan lingkungan dengan memberi tempat layak bagi setiap tangkai bunga dan setiap ekor satwa di sekitar kita.

Jangan lupa untuk melaksanakan reforma agraria dan perhutanan sosial yang penting untuk mewujudkan keadilan sosial, agraria, dan ekologi. Keadilan akan memperbaiki layanan alam bagi kebahagiaan seluruh bumi dan penghuninya, terutama manusia.

(Usep Setiawan adalah Ketua Dewan Eksekutif Ikatan Kekerabatan Alumni Antropologi Universitas Padjadjaran, Bandung.)

Kompas, 4 November 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger