Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 30 November 2020

INDUSTRI DIGITAL: Akun-akun Media Sosial dengan Pengikut Lebih dari 100 Juta (ANDREAS MARYOTO)


Andreas Maryoto, wartawan senior Kompas

Siapakah Charli Grace D'Amelio? Awalnya saya tak tahu tentang dia. Anda pun mungkin bertanya-tanya tentang sosok yang satu ini. Ia memang bukan selebritas yang telah dikenal lama kemudian muncul di media sosial. Ia adalah remaja yang mengaku berkarier menjadi seseorang atau tokoh di media sosial Tiktok dan mencapai salah satu puncaknya pekan lalu. Sebuah contoh revolusi dalam dunia kerja.

Akhir pekan lalu, Charli membuat heboh dunia media ketika dia mengumumkan dan merayakan pencapaiannya di media sosial. Pada Minggu, 22 November 2020, gadis kelahiran 16 tahun lalu itu mempunyai pengikut sebanyak 100 juta di akun Tiktok @charlidamelio. Saat kolom ini ditulis, pengikutnya telah bertambah menjadi 100,8 juta.

Sebenarnya akun dengan lebih 100 juta pengikut bukanlah suatu pencapaian baru di dunia media sosial. Di Twitter, Barack Obama memiliki 125 juta pengikut, Justin Bieber memiliki 113 juta pengikut, dan Katy Perry mempunyai 109 juta pengikut. Di Instagram ada nama Cristiano Ronaldo dengan 242 juta pengikut, Ariana Grande sebanyak 207 juta pengikut, dan Selena Gomez memiliki 195 juta pengikut. Lalu apa yang menarik dari sosok Charli?

Di platform Tiktok memang baru Charli yang memperoleh pengikut sebanyak itu. Di bawah dia ada beberapa nama seperti Addison Rae dengan jumlah pengikut 69,9 juta akun. Setelah itu, ada Zach King dengan pengikut 52,8 juta akun. Dari sisi jumlah pengikut, Charli tergolong fenomenal di sebuah platform baru. Akan tetapi pencapaian Charli mempunyai makna lebih dari sekadar jumlah pengikut.

TIKTOK

Salah satu unggahan Charli Grace D'Amelio di akun @charlidamelio. Ia mempunyai pengikut 100 juta lebih di akun @charlidamelio.

Ketika kita membandingkan orang-orang dengan jumlah akun yang mencapai puluhan dan ratusan juta di berbagai platform, maka kita menemukan kenyataan deretan nama di Twitter dan Instagram adalah akun milik orang-orang yang sudah terkenal atau selebritas. Sementara di akun-akun Tiktok, kita menemukan deretan orang yang kurang dikenal sebelumnya. Mereka adalah yang menyatakan diri sejak awal berkarier di media media sosial hingga menjadi sosok atau selebritas media sosial.

Dunia pekerjaan tengah berubah. Banyak pekerjaan baru bermunculan, sementara kemungkinan banyak pekerjaan lama hilang karena tergantikan oleh sistem otomasi dan kecerdasan buatan. Berkarier sebagai seseorang atau selebritas media sosial menjadi salah satu contoh pekerjaan baru yang muncul karena inovasi yang berbasis teknologi digital di media.

Orang sengaja memilih berkarier di media sosial untuk menjadi orang penting atau berpengaruh dengan membuat berbagai konten. Sampai di sini mungkin masih banyak orang belum memahami tentang pekerjaan yang satu ini.

Awalnya, Charli adalah seorang penari. Ia berlatih tari sejak umur tiga tahun dan sekitar 10 tahun menekuni dunia tari. Ia kemudian banting setir dengan memasuki dunia media sosial ketika pada akhir tahun lalu aktif membuat konten di Tiktok. Charli membuat tarian untuk lagu-lagu yang sedang terkenal dan diunggah di platform itu. Dari kreativitas ini, sejumlah orang terpukau hingga pengikutnya melonjak drastis. Sejumlah akun milik orang terkenal pun dilampauinya.

Charli yang semula mengikuti sekolah dengan tatap muka kemudian ia memilih mengikuti sekolah secara virtual karena kesibukan barunya itu. Pada tahun lalu, ia disebut memiliki penghasilan nomor dua terbesar di dunia dengan nilai 4 juta dollar AS setahun dari kanal Tiktok saja. Tahun ini, penghasilannya pasti melonjak. Untuk sebuah lini komersial saja, yaitu mengunggah konten promosi produk, ia dikabarkan telah mendapat 1 juta dollar AS beberapa bulan lalu.

Keberhasilannya ini mengundang orang untuk mengelola sisi bisnisnya. Adalah Barbara Jones, seorang mantan eksekutif Sony Music yang mengelola manajemen Charli. Akan tetapi, pada Januari tahun ini, Charli dan keluarganya menyerahkan pengelolaan manajemennya pada United Talent Agency. Sejak saat itu, ia secara profesional benar-benar menjadi selebritas di media sosial dengan membuat berbagai konten. Semua lini yang menghasilkan uang dimasuki, mulai dari pembuatan kaus, sponsor, berpartner dengan pihak ketiga, dan lain-lain.

REUTERS/DADO RUVIC

Ikon aplikasi Tiktok di layar ponsel pintar. Tiktok menjadi salah satu platform media sosial yang berkembang setelah Instagram, Twitter, dan lain-lain.

Fenomena Charli ini juga mematahkan olok-olok dan keraguan orang beberapa waktu lalu tentang pekerjaan di media sosial. Orang sering kaget dan mengejek ketika anak-anak menyatakan keinginannya menjadi Youtuber, pembuat konten, atau aktivis media sosial. Orangtua juga mungkin ragu dengan cita-cita anak mereka yang aneh itu. Mereka mungkin mengira pekerjaan di media sosial itu adalah pekerjaan sambil lalu dan tak serius. Charli membantah semua anggapan itu.

Mari kita memahami bagaimana duit mengalir ke mereka yang disebut sebagai selebritas media sosial. Tidak sedikit orang menganggap media sosial sebagai tempat main-main. Konten yang dibikin juga dikira sambil lalu dan hiburan semata. Semua itu tidak benar. Mereka yang sukses di media sosial selalu mengaku tidak ada yang tiba-tiba alias bukan sulap bukan sihir. Mereka bekerja keras untuk berapa lama sebelum menemukan konten yang pas di media sosial dan menarik perhatian banyak orang.

Kabarnya orang harus membayar 100.000 dollar AS untuk satu unggahan konten bersponsor di akun Charli.

Selebritas seperti Charli pasti akan mendapat uang dari permintaan-permintaan promosi sebuah produk. Berbagai perusahaan global menghampirinya dan meminta dirinya untuk menjadi ikon produk-produk yang dipasarkan. Nilainya sangat bervariasi. Kita sangat sulit memastikan nilai uang untuk satu selebritas dengan selebritas yang lain. Kabarnya orang harus membayar 100.000 dollar AS untuk satu unggahan konten bersponsor di akun Charli.

Ketenaran mereka juga memunculkan ide bisnis untuk membuat produk seperti kosmetik dan juga pernak-pernik di bawah nama selebritas itu. Charli meluncurkan lini bisnis kosmetik dengan nama Morphe. Cara ini adalah cara yang mudah untuk memasarkan produk itu. Cukup dengan memakai produk dan tampil di media sosialnya, produk itu bakal direspons pengikutnya dengan sangat cepat. Uang pun terkumpul.

Charli telah membuat berbagai pernak-pernik seperti suvenir, minuman, kaus oblong, dan lain-lain. Bahkan, ia membuat pernak-pernik saat ia berulang tahun ke-16. Pernak-pernik ini juga dijual. Kantong Charli makin tebal. Tak hanya di Tiktok, ia juga membuat konten di kanal-kanal yang lain. Dari sejumlah platform seperti di Instagram dan Youtube, ia juga mendapat duit yang tidak kecil. Sponsor juga mengalir dari berbagai kanal.

KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI

Peluncuran program "Sama-Sama di TikTok" dilakukan di Jakarta, Jumat (28/2/2020). Program ini mendukung para kreator konten untuk berkeasi dan berekspresi.

Meski demikian, salah satu masalah yang muncul adalah masalah psikis para selebritas atau aktivis media sosial. Apalagi banyak di antara mereka masih berusia di bawah 20 tahun atau masih menjalani masa remaja. Ketenaran dalam waktu cepat dan menjadi kaya mendadak kadang membuat mereka lupa diri. Masalah ini sebenarnya tak hanya di media sosial, tetapi juga dalam berbagai platform dan dalam kehidupan secara umum.

Berbagai spekulasi pun bermunculan terkait dengan fenomena itu. Khusus di media sosial, ahli psikologi mencermati, ketenaran mereka lebih cepat saat ada berbagai platform media itu dibandingkan sebelumnya. Seseorang dari berbagai belahan dunia bisa dengan mudah menjadi terkenal. Sejumlah kalangan melihat, penggunaan media sosial secara berlebihan bakal memunculkan peningkatan risiko depresi, keterasingan, kebingungan, dan pikiran-pikiran buruk seperti ingin bunuh diri.

Ketenaran yang mendadak karena media sosial juga memunculkan masalah seperti merasa harus sempurna di setiap unggahan di media sosial, kecanduan untuk mengecek komentar atau respons dari penggemar, dan kecemasan berlebihan ketika ada komentar negatif dari warganet. Oleh karena itu, mereka disarankan untuk memiliki literasi media yang memadai, mempunyai waktu untuk menjaga jarak dengan media sosial, dan selalu menjadi diri sendiri di mana pun berada, termasuk di media sosial.

Kompas, 26 November 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger