Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 23 Januari 2021

INDUSTRI DIGITAL: Strategi Biden dalam Menggunakan Teknologi Digital (ANDREAS MARYOTO)


Andreas Maryoto, wartawan senior Kompas

Orang sudah paham Presiden AS Donald Trump sangat populer di media sosial. Ia dengan pintar menggunakan media sosial sejak mulai kampanye pemilihan presiden 2016 hingga menang. Trump juga memanfaatkan media sosial pada kampanye tahun lalu hingga menjelang keluar dari Gedung Putih.

Akan tetapi, mengapa lawannya, yaitu Joe Biden, bisa menang? Biden yang sejak Rabu (20/1/2021) menggantikan Trump sebagai presiden AS mempunyai cara berbeda dibandingkan Trump untuk hadir di dunia maya. Ia membuat sesuatu yang unik di media sosial.

Trump sendiri sudah di-ban hampir di semua platform media sosial sejak kerusuhan yang dilakukan pendukungnya di Gedung Capitol, Washington DC, 6 Januari lalu. Twitter dan Facebook secara permanen melarang Trump memiliki akun di kedua media sosial itu. Twitter adalah platform andalan Trump di mana akunnya, @realDonaldTrump, memiliki lebih dari 80 juta pengikut sebelum di-ban.

Sudah barang tentu banyak faktor yang membuat Biden menang. Namun, dalam konteks penggunaan media sosial, Biden sangat cerdik dan sepertinya Trump melupakan yang satu ini. Kali ini, Biden dan timnya benar-benar memperhatikan dan menggunakan media sosial. Mereka tentu tak ingin kecolongan lagi ketika dalam pemilihan sebelumnya, partai mereka terlihat "melupakan" peran media sosial.

AFP/JIM WATSON DAN ANGELA WEISS

Presiden AS Donald Trump (kiri) di Gedung Putih, Washington, DC, 29 Juli 2020. Calon presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden di Dallas, Pennsylvania, 24 Oktober 2020. Biden yang memenangi Pilpres AS pada 3 November 2020 dilantik menggantikan Trump sebagai presiden AS pada 20 Januari 2021.

Biden benar-benar bekerja keras di media sosial pada saat orang mengeksplorasi penggunaan media ini, seperti untuk siaran langsung, pengaliran konten suara, dan lain-lain. Tujuannya hanya satu, yaitu menjangkau semua pemilih. Tak mengherankan banyak orang yang terkagum dengan strategi Biden karena mereka merasa disapa di berbagai kanal seperti surat elektronik, konten pengaliran video, konten di gawai, dan lain-lain.

Apabila orang cemas dengan kabar hoaks, tim Biden masuk dengan menyebarkan berita-berita yang akurat. Setidaknya mereka memandu agar pemilih potensial bisa mengetahui sumber-sumber yang akurat. Mereka selalu berusaha agar orang-orang tidak termakan kabar bohong. Teknologi memungkinkan agar audiens bisa mendapatkan informasi yang benar.

Di luar strategi di atas, tim Biden piawai memanfaatkan kehadiran pemilih pemula, seperti generazi Z yang lahir setelah tahun 2000 sampai 2019. Mereka memanfaatkan orang berpengaruh di media sosial (influencer) untuk menggaet pemilih pemula. Biden berhasil. Generasi Z tergerak untuk turun tangan dan mendukung Biden. Biden juga pernah tampil di Instagram Live.

Baca juga : Kampanye Politik Media Sosial Tak Bisa Lagi Ugal-ugalan

Konsultan yang digunakan Biden pada masa awal merekrut orang berpengaruh, seperti dikutip CNN, mengatakan, mereka memilih satu grup yang bertugas untuk menjawab sejumlah pertanyaan yang muncul di kalangan generasi Z. Mereka ini juga memiliki audiens yang sangat bervariasi. Mereka kemudian dipilih dengan karakter masing-masing dengan tugas spesifik untuk menjangkau target calon pemilih.

Tidak hanya itu, menurut laman Forbes, kehadiran orang berpengaruh itu juga menjadikan Biden riil hadir sebagai sosok karena orang-orang itu mau bertemu dengan generasi Z secara tatap muka. Mereka bahkan membikin konferensi kecil yang dihadiri pemilih muda. Konsultan sejak awal memang memilih dan menekankan orang yang dipilih agat tetap natural dan riil atau apa adanya.

REUTERS

Logo Facebook, Google, dan Twitter. Media sosial menjadi platform yang efektif bagi politisi untuk menjangkau konstituennya.

Oleh karena itu, tim Biden juga membuat konten-konten yang riil dan tidak ditutup-tutupi agar sosok tersebut semakin dirasakan hadir di sekitar calon pemilih. Kerja sama dengan orang berpengaruh tidak diatur menjadi sebuah sinetron, tetapi nyata adanya sehingga orang makin percaya dengan Biden. Dialog yang dilakukan benar-benar nyata.

Saat hari pemilihan mendekat, calon pemilih terus mengabarkan ke teman-temannya tentang pemilihan dan pesan-pesan lain. Mereka mengabarkan berkali-kali dan dilakukan secara personal lewat gawai atau surat elektronik. Mereka tidak lagi menggunakan media sosial agar makin personal. Calon pemilih yang terkena sentuhan tim Biden malah kemudian membuat konten-konten mandiri dan menyiarkannya di kanal masing-masing.

Baca juga : Gerakan Media Sosial Alternatif Makin Menguat

Konten-konten inilah yang akhirnya membentengi calon pemilih dari kabar bohong. Nama Biden makin menguat serta terlindungi di berbagai kanal media sosial, sementara pesan-pesan Biden juga tersampaikan dengan natural dan berbagai kesalahan bisa dihindarkan. Cara-cara seperti ini malah membuat konten-konten mereka disukai dan viral.

Tim Biden juga piawai memilih platform saat harus melempar berbagai konten. Mereka juga memilih kerja sama dengan hati-hati agar konten bisa disampaikan dengan tepat ke audiens. Mereka sangat berhati-hati ketika harus mengomunikasikan konten terkait dengan isu rasial. Strategi lainnya adalah mengombinasikan akun-akun pendukung mereka agar konten makin kuat karena awalnya pengikut Biden hanya 2,5 juta. Kombinasi beberapa orang penting sekitar Biden bisa membuat pengikutnya melonjak mencapai 20 juta.

REUTERS/CARLOS BARRIA

Calon presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden, membetulkan masker yang ia kenakan saat akan memberikan keterangan pers dalam rangkaian kampanye di Wilmington, Delaware, AS, Kamis (13/8/2020).

Pesan-pesan yang disampaikan ternyata mengena di kalangan generasi Z. Mereka bisa ingat sejumlah pesan yang disampaikan dan juga merasa terinspirasi, baik oleh Joe Biden maupun calon wakil presiden Kamala Harris.

Mereka juga mengulang-ulang pesan yang disampaikan keduanya. Sepertinya, kemampuan teknologi digital dan kemampuan tim yang menjadikan Biden sebagai manusia biasa dan riil menjadi kunci kemenangan Biden.

Mereka tidak hanya bermain di dunia maya, tetapi juga hadir dan menyentuh keseharian calon pemilih. Tim Biden mengombinasikan kemampuan teknologi digital dan sentuhan personal. Mereka tidak sepenuhnya percaya dengan teknologi saja karen Biden harus dihadirkan riil, sesuai dengan pesan mereka bahwa Biden memberi harapan, bukan harapan palsu.


Kompas, 21 Januari 2021



Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger