Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 01 Februari 2021

INDUSTRI DIGITAL: Saat ”Bayar Nanti” Mulai Mengancam Bisnis Kartu Kredit (ANDREAS MARYOTO)


Andreas Maryoto, wartawan senior Kompas

Sejak tahun lalu, pembahasan mengenai "buy now, pay later" atau "beli sekarang, bayar nanti" marak di kalangan pemakai aplikasi e-dagang dan keuangan. Salah satu yang cemas dengan perkembangan ini adalah kalangan perbankan yang menawarkan jasa kartu kredit.

Layanan "beli sekarang, bayar nanti" makin dikenal masyarakat karena sebenarnya memudahkan mereka, serta berkesan menghapuskan mimpi buruk akibat utang dari bank atau penyelenggara kartu kredit. Layanan ini memang belum menyelesaikan kebutuhan dana yang besar, tetapi membuat perencanaan keuangan pengguna terjaga.

Beberapa layanan juga menguntungkan mereka karena ada yang menawarkan bebas bunga dalam jangka tertentu. Sejumlah pengguna layanan itu mengatakan karena ada kebutuhan barang atau layanan yang tak terduga  alias mendadak mereka mencari pembayaran yang mudah dan cepat. Sisi lainnya karena mereka mengetahui kewajiban selanjutnya, yaitu harus membayar pengembalian dan tenor yang menarik, mereka yang mengambil pinjaman itu mengaku merasa bisa mengendalikan pengeluaran pada bulan-bulan berikutnya.

Mereka juga beralasan, layanan "beli sekarang, bayar nanti" membebaskan mereka dari keribetan mengurus syarat-syarat pinjaman di jasa keuangan konvensional. Keunggulan dari layanan ini juga mengalahkan layanan pinjaman antarpihak (peer to peer lending) dari tekfin karena pencairan membutuhkan waktu. Mereka merasakan bahwa layanan "beli sekarang, bayar nanti" lebih simpel dan bisa memenuhi kebutuhan mereka. Tidak ribet.

KOMPAS/ERIKA KURNIA

Spanduk promo layanan bayar kemudian ataupaylater oleh dompet digital sebagai alat pembayaran mewarnai gerai-gerai penjualan makanan dan minuman.

Sebuah studi yang dilakukan Daily Social Research berjudul "Fintech Report 2019" menyebutkan, layanan itu menduduki peringkat ketiga di dalam layanan tekfin setelah aplikasi investasi dan dompet digital yang digemari oleh pengguna. Penggunapay later meningkat karena biasanya tersedia di laman atau aplikasi e-dagang sehingga kenaikan penggunaannya sejalan dengan kenaikan orang yang belanja secara daring.

Menilik sejarahnya, layanan itu sebenarnya merupakan bagian dari evolusi jasa keuangan konsumer puluhan tahun yang lalu. Perkembangan industri yang menghasilkan produk konsumer mendorong industri untuk memperbesar pasar mereka. Agar terjangkau, jasa keuangan membentuk layanan kredit sehingga masyarakat bisa membeli berbagai produk yang dibutuhkan dengan melihat kondisi keuangan mereka.

Baca juga: Investor Melirik Usaha Rintisan yang Jadi Tren di 2021

Kartu kredit menjadi jawaban berikutnya untuk layanan ini. Layanan ini mengalami masa emas sejak tahun 1960-an ketika terjadi lonjakan penggunaan kartu kredit. Kebutuhan kemudahan pembayaran karena kesibukan aktivitas penggunanya menyebabkan kartu kredit menyelesaikan masalah mereka. Kebiasaan membawa uang tunai dalam perjalanan makin berkurang dengan layanan ini.

Keberadaan layanan "beli sekarang, bayar nanti" muncul ketika teknologi digital makin banyak diakses. Mereka mulai mendisrupsi industri kartu kredit karena menawarkan model bisnis yang baru. Salah satu perusahaan penyedia layanan ini bernama Affirm, lahir di San Francisco, Amerika Serikat, tahun 2012. Semula mereka menawarkan kredit langsung di toko dan di laman e-dagang. Pada 2017 mereka masuk ke aplikasi dan awal tahun ini Affirm sudah melakukan penawaran saham perdana di Bursa Saham New York.

Perusahaan lain yang memberikan layanan yang sama adalah Afterpay. Perusahaan ini berdiri dari Australia tahun 2015. Mereka memiliki model bisnis yang unik, konsumen bisa membeli barang di toko atau melalui layanan daring lalu masuk ke dalam sistem layanan Afterpay bila mereka ingin mengajukan kredit. Mereka kemudian diwajibkan membayar pinjaman sebanyak empat kali. Mereka tidak dikenakan bunga bila membayar tepat waktu, tetapi bila terlambat mereka akan dikenai biaya.

KOMPAS/ERIKA KURNIA

Seorang model menunjukkan tampilan aplikasi ke pendaftaran layanan bayar kemudian (pay later) Traveloka di telepon genggamnya.

Afterpay termasuk sukses berkembang. Dari Australia mereka memasuki berbagai negara, seperti Kanada, Amerika Serikat, Inggris, dan Selandia Baru. Jumlah pengguna di Amerika Serikat mencapai 3,6 juta, di Australia mencapai 3,1 juta, dan di Inggris 0,6 juta pengguna. Mereka masuk Inggris pada 2018. Afterpay mengalami pertumbuhan yang cepat di negara itu. Pada 2019, mereka pernah mendapatkan 200.000 konsumen baru hanya dalam waktu 15 pekan.  Tahun lalu, mereka telah memasuki pasar Asia, yaitu Singapura dan Indonesia.

Di negara asalnya, Australia, Afterpay cukup memukul industri kartu kredit. Jumlah akun kartu kredit di negara itu pada 2018-2019 mengalami penurunan sebesar 5 persen, dari 16,7 juta akun menjadi 15,89 juta akun. Salah satu penyebabnya adalah kaum milenial yang jumlahnya terus meningkat lebih tertarik pada layanan "beli sekarang, bayar nanti". Para pengguna Afterpay bahkan sampai membuat grup di Facebook dengan nama "We Love Afterpay" dengan jumlah anggota 240.000 akun.

Baca juga: Gosip Merger Perusahaan Teknologi di Sekitar Kita

Di Indonesia, pertumbuhan penggunaan kartu kredit mulai mengecil. Dari tahun 2018 ke 2019 hanya tumbuh 1,3 persen menjadi 17,3 juta kartu. Laporan dari Tech in Asia menyebutkan, pertumbuhan industri kartu kredit secara umum mulai mengalami penurunan. Sementara itu, pertumbuhan layanan Paylater belum diketahui secara pasti, tetapi pengakuan dari para penyelenggara layanan ini, produk mereka makin populer.

Secara umum, orang memilih layanan "beli sekarang, bayar nanti" karena layanan ini sangat fleksibel, mudah, dan nyaman. Traveloka yang pertama kali menyelenggarakan Paylater menyebutkan peningkatan transaksi mencapai lima kali lipat sejak layanan ini dimulai pada 2018. Sementara jumlah pengguna dilaporkan naik 10 kali lipat. Tren yang sama dipastikan juga terjadi di penyedia jasa layanan ini lainnya.

TANGKAPAN LAYAR TRAVELOKA

Fitur Paylater di aplikasi Traveloka.

Perbankan terus berinovasi menghadapi kehadiran sistem bayar nanti. Akan tetapi, penyedia layanan bayar nanti sudah barang tentu terus meningkatkan layanan dan sangat mungkin dalam waktu dekat mendekati layanan dari para penyedia jasa kartu kredit. Saat ini jumlah kredit mungkin masih terbatas, akan tetapi ketika mereka mendapat data yang lebih banyak maka mereka akan meningkatkan jumlah pinjaman yang bisa diberikan.

Perkembangan ini sebaiknya disikapi penyedia layanan kartu kredit secara lebih cermat karena dari berbagai disrupsi yang pernah dan sedang terjadi, semua berawal dari perubahan kecil, tetapi dalam waktu singkat membesar hingga meluluhlantakkan perusahaan mapan. Disrupsi bisa berawal dari informasi kecil dan mungkin nyaris tak terdengar. Ketika telah menjadi besar, kita bakal kewalahan untuk berubah dan memutar haluan saat kita harus berubah.

Sejauh pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berbasis konsumsi, semua layanan konsumsi yang memudahkan akan banyak digunakan masyarakat. Kompetisi sesungguhnya adalah membuat mereka mudah untuk melakukan aktivitas konsumsi sehingga disrupsi akan terjadi tidak hanya di sistem pembayaran, tetapi juga di dalam layanan-layanan lain yang memudahkan konsumen.


Kompas, 28 Januari 2021



Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger