Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 01 Februari 2021

CATATAN TIMUR TENGAH: Tantangan Joe Biden di Dunia Arab (MUSTHAFA ABD RAHMAN)


Musthafa Abd Rahman, wartawan senior Kompas

Sekjen Liga Arab, Ahmed Aboul Gheit, menulis artikel di harian Asharq Al-Awsat edisi hari Selasa, 26 Januari 2021, dengan judul Joe Biden dan Dunia Arab, Realita, dan Tantangan.

Aboul Gheit kini sedang menjabat posisi tertinggi dalam organisasi regional Arab yang didirikan tahun 1945 dan beranggotakan 22 negara Arab itu. Masih banyak pejabat maupun pengamat Arab yang juga menulis di berbagai media tentang Joe Biden dan tantangannya di dunia Arab.

Sekelas pejabat tinggi seperti Aboul Gheit yang menyediakan waktunya untuk menulis artikel tentang Biden dan dunia Arab, tentu mencerminkan betapa bangsa Arab masih berharap pada peran presiden yang baru dilantik pada 20 Januari lalu itu. Biden diharapkan bisa berbuat sesuatu yang dapat membawa secercah harapan bagi dunia Arab yang kini merupakan wilayah paling karut-marut di muka bumi ini.

Meskipun di dunia Arab saat ini AS bukan lagi satu-satunya pemain, karena ada Rusia dan China yang semakin kuat pengaruhnya, tetapi AS tetap menjadi tumpuan harapan di kawasan itu.

AFP/BRENDAN SMIALOWSKI

Joe Biden didampingi ibu negara Jill Biden diambil sumpahnya sebagai Presiden AS pada Rabu (20/1/2021), di Gedung Capitol, Washington DC.

Harapan besar itu dipikulkan ke pundak Biden karena Biden bukan orang baru di kancah pangggung internasional, khususnya dunia Arab. Biden dianggap figur pejabat tinggi AS yang sudah mengetahui dan memiliki pengalaman tentang seluk beluk dunia Arab.

Ia sudah menjabat sebagai wakil presiden AS para era Presiden Barack Obama (2009-2017). Era saat mulai meletupnya revolusi rakyat Arab yang dimulai dari Tunisia pada akhir 2010 dan berlanjut sampai saat ini.

Baca juga: Titik Temu Kepentingan Israel-Arab Teluk dalam Pemilu AS

Revolusi yang mengguncang dunia Arab itu sudah berlangsung satu dekade dan belum ada tanda-tanda akan berakhir dalam waktu dekat selama faktor-faktor yang meletupkan revolusi tersebut masih bercokol. Ketidaksiapan bangsa Arab secara kultural mengemban dampak dari revolusi rakyat itu membuat dunia Arab menjadi karut-marut saat ini.

Lebanon, Irak, dan Aljazair masih bergejolak sampai saat ini yang bermula dari tuntutan isu sosial dan ekonomi, kemudian beralih ke isu politik. Suriah, Libya, dan Yaman masih dilanda perang saudara yang berkobar sejak 2011 dan tidak ada yang mengetahui kapan perang saudara di tiga negara Arab tersebut akan berakhir.

Bahkan Tunisia yang disebut sebagai satu-satunya negara Arab yang berhasil membangun sistem demokrasi pascarevolusi di negara itu masih dirundung ketidakstabilan sosial, ekonomi, dan politik.

Tunisia, negeri Arab di Afrika Utara dengan penduduk sekitar 11 juta jiwa, selama dua pekan ini dilanda kerusuhan. Faktor utamanya, para elite politik baru yang dilahirkan dari sistem demokrasi pascarevolusi tahun 2010-2011 telah gagal membangun ekonomi yang membawa kesejahteraan dan keadilan bagi segenap rakyat negeri itu.

AFP/FETHI BELAID

Pihak berwenang mengatakan telah menangkap sejumlah anak muda selama beberapa malam karena kerusuhan di Tunis dan beberapa kota lainnya di Tunisia, saat berunjuk rasa memperingati satu dekade sejak diktator Zainal Abidine Ben Ali melarikan diri dari kekuasaannya.

Kegagalan membangun ekonomi berandil besar atas terjadinya gejolak sosial dan politik di Tunisia saat ini. Tunisia yang miskin sumber daya alam dan basis ekonominya bergantung pada industri pariwisata sangat terpukul oleh pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama satu tahun terakhir ini. Industri pariwisata di Tunisia dan juga di seluruh dunia ambruk akibat pandemi Covid-19 yang membuat goyah pula tatanan sosial dan politik di negara Arab itu.

Sudan memilih jalannya sendiri dengan segera menerima tawaran transaksi dari pemerintahan Presiden AS Donald Trump, dalam bentuk bersedia membuka hubungan diplomatik dengan Israel dengan imbalan AS mencabut Sudan sebagai negara pendukung teroris.

Baca juga: Isu Iran dan Palestina Tantangan Terberat bagi Joe Biden

Sudan yang menyandang sebutan negara pendukung teroris sejak 1990-an telah membuat pembangunan ekonomi negara itu terhambat karena lembaga   keuangan internasional, seperti Bank Dunia dan IMF, tidak bisa membantu ekonomi Sudan. Hal itu karena tersandung oleh undang-undang AS yang melarang lembaga keuangan dunia membantu negara pendukung teroris.

Kini, setelah bebas dari label negara pendukung teroris, Sudan berharap segara bisa melakukan reformasi ekonomi dengan dukungan masyarakat internasional, khususnya AS, untuk bisa membayar utang negara yang mencapai 60 miliar dollar AS.

AFP/ALEX EDELMAN

Presiden AS Donald Trump berbicara kepada pemimpin Sudan dan Israel saat mengumumkan, Sudan akan menormalisasi hubungan dengan Israel di Gedung Putih, Washington DC, Jumat (23/10/2020).

Jika Sudan tidak berani memilih melakukan transaksi dengan Trump saat itu, niscaya nasibnya seperti Lebanon, Irak, dan Tunisia yang dilanda kerusuhan akibat krisis ekonomi.

Negara-negara Arab kaya yang berada di kawasan Arab Teluk (Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, dan Kesultanan Oman) juga tidak luput dari terpaan kesulitan ekonomi akibat jatuhnya harga minyak dan pandemi Covid-19 yang melumpuhkan basis-basis ekonomi di kawasan itu, seperti pariwisata, investasi, dan perdagangan internasional.

Baca juga: Mesir Dorong Perundingan Damai Palestina-Israel

Dampak dari situasi karut-marut itu akan memukul tatanan sosial, ekonomi dan politik di dunia Arab dalam beberapa tahun mendatang. Situasi itu berandil besar terhadap lumpuhnya organisasi Liga Arab saat ini.

Menghadapi situasi dunia Arab saat ini, Aboul Gheit sangat berharap kepada Presiden Biden dengan pengalamannya yang kuat dalam menangani situasi dunia Arab bisa melakukan evaluasi yang tepat dan kemudian melakukan pendekatan yang tepat pula dalam mencari solusi atas krisis di dunia Arab.

AFP/KHALED DESOUKI

Pertemuan darurat Liga Arab membahas proposal damai untuk Timur Tengah yang diajukan Washington, Sabtu (1/2/2020). Pertemuan itu digelar di Kairo, Mesir. Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengumumkan pemutusan semua hubungan dengan Israel dan Amerika Serikat, termasuk kerja sama keamanan.

Apalagi Presiden Biden kini dikelilingi para pejabat yang punya pengalaman kuat dalam urusan Arab dan Timur Tengah. Direktur CIA yang baru, William Burns, pernah menjabat dubes AS untuk Jordania periode 1998-2001 dan Wakil Menlu AS pada era presiden Barack Obama periode 2011-2014.

Menlu AS yang baru, Antony Blinken, pernah menjabat Wakil Menlu AS periode 2015-2017 dan Wakil Penasihat Keamanan nasional AS periode 2013-2015.

Penasihat keamanan nasional AS yang baru, Jake Sullivan, tercatat pula sebagai anggota delegasi AS yang melakukan perundingan rahasia dengan Iran pada 2013 sehingga tercapai kesepakatan nuklir Iran (JCPOA) pada Juli 2015.

Tiga lembaga AS, yakni kementerian luar negeri, CIA, dan penasihat keamanan nasional, adalah lembaga yang berandil besar dalam merancang kebijakan luar negeri AS. Kebetulan tiga lembaga tersebut kini dipegang pejabat yang sudah punya pengalaman dalam urusan Arab dan Timur Tengah.

AFP PHOTO/SAUDI ROYAL PALACE / BANDAR AL-JALOUD

Gambar yang disediakan oleh Istana Kerajaan Arab Saudi menunjukkan dari kiri ke kanan Emir Kuwait Sheikh Nawaf al-Ahmad Al-Sabah, Emir Qatar Tamim bin Hamad Al-Thani, Deputi Perdana Menteri Oman Fahd Bin Mahmud, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, Putra Mahkota Bahrain Salman bin Hamad Al-Khalifa, Wakil Presiden UEA Sheikh Mohammed bin Rashid Al-Maktoum, dan Sekretaris Jenderal Gulf Cooperation Council (GCC) berfoto bersama sebelum pembukaan Pertemuan GCC ke-41 di Al Ula, Arab Saudi, 5 Januari 2021.

Tentu hal itu akan membantu Presiden Biden merumuskan kebijakan yang tepat untuk dunia Arab. Realita baru yang cukup positif di dunia Arab juga diharapkan bisa membantu Biden.

Realita baru itu seperti rekonsiliasi di kawasan Arab Teluk antara Qatar dan Arab Saudi, UEA, serta Bahrain plus Mesir yang diumumkan dalam forum KTT Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) di kota Al-Ula, Arab Saudi, pada 5 Januari lalu.

Selain itu, ada gerakan Forum Muenchen yang beranggotakan Mesir, Jordania, Perancis, dan Jerman untuk menggerakkan kembali perundingan damai Israel-Palestina dengan pijakan solusi dua negara.

Presiden Biden bisa menggandeng GCC dan Forum Muenchen sebagai mitra kerja untuk mencari solusi tepat atas kemelut di dunia Arab saat ini.

Kompas, 29 Januari 2021

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger