Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 31 Oktober 2012

Dicari, Pemimpin-pemimpin Muda

Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Senin (29/10) malam, Gerakan Indonesia Memilih diluncurkan. Bukan tanpa alasan Rumah Kebangsaan meluncurkan gerakan tersebut tepat sehari setelah perayaan Hari Sumpah Pemuda. Kali ini, kebangsaan dirayakan dengan akrab dan penuh semangat untuk menjaga kemuliaan politik.
Kutimang si buyung... ibu berdoa… ayah menjaga…. Jangan engkau lupa… tanah pusaka...," Untaian lagu "Belaian Sayang" itu pembuka acara sebagai isyarat sedang menimang calon pemimpin untuk menjaga tanah pusaka. Para tokoh nasional yang hadir malam itu pun seolah sedang bertugas menimang calon pemimpin.
Emil Salim dalam orasi politiknya menyebutkan, pemimpin untuk 2014 harus berusia muda. "Paling pol 50-lah," katanya.
Hal ini ditanggapi Burhanuddin Muhtadi dengan mengutip Tan Malaka, "Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki kaum muda."
Memilih pemimpin adalah memilih nasib bangsa. Dan ke depan, tantangan semakin berat. Di tengah kebangkitan Asia, bagaimana Indonesia bisa tegar, dari Sabang sampai Merauke. Dengan bahan dasar yang beraneka ragam, salah satu pertaruhan terbesar adalah menjaga keutuhan Indonesia sebagai sebuah bangsa.
"Kita butuh pemimpin yang tidak melihat dirinya sebagai wakil golongan atau partai," kata Emil Salim.
Komaruddin Hidayat mengingatkan soal agenda besar pembangunan bangsa dan negara yang merupakan panggilan politik yang harus dijaga kemuliaannya. Ia menjelaskan, pendirian Rumah Kebangsaan didorong oleh keprihatinan sekelompok teman diskusi akan perlunya lahir banyak negarawan dan politisi yang punya karakter.
"Kita tidak hanya butuh satu presiden, tetapi juga sekian ratus bupati, gubernur, wali kota, dan wakil rakyat untuk bisa memenuhi utang janji, melindungi dan menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia," kata Komaruddin.
Mitra parpol
Komaruddin menyatakan, Rumah Kebangsaan bukan kompetitor partai politik, tetapi mitra parpol, pemerintah, dan masyarakat sipil untuk bersama-sama mencari pemimpin. Ia mengundang semua pihak yang memiliki kerinduan bersama untuk bergabung.
Burhanuddin juga meletakkan harapannya kepada parpol untuk memperbaiki proses reproduksi negarawan. "Sekarang terlalu banyak dealer, bukan leader," kata Burhanuddin yang mengundang tepuk tangan penonton.
Berbagai kalangan hadir malam itu, seperti Anies Baswedan, Teten Masduki, Arifin Panigoro, Yenny Wahid, Fadli Zon, Budiman Sudjatmiko, Rosiana Silalahi, Bambang Harymurti, Ishadi, Andy Noya, Sukardi Rinakit, Romo Benny Susetyo Pr, Erry Riyana Hardjapamengkas, dan Effendi Gazali.
"Ini kemajuan besar. Aktivis biasanya bikin gerakan golput, tetapi ini gerakan aktif," kata Jusuf Kalla berseloroh membuka pidatonya.
Kalla mengungkapkan kerisauannya, betapa di hari Sumpah Pemuda, Indonesia justru ramai dengan konflik dari Lampung, Papua, Poso, dan Madura. Ia mengingatkan, tujuan bangsa adalah masyarakat adil dan makmur. Masalahnya, sekarang bagaimana tujuan itu dicapai?
"Kepemimpinan bangsa," ujar Jusuf Kalla.
Kepemimpinan bangsa harus mampu membawa dan menjadi teladan agar seluruh bangsa makmur. Bangsa yang makmur membawa pada kemajuan. Di sini pemimpin memiliki peran fundamental. "Ini bukan tempat uji coba, tetapi membawa bangsa ke arah yang benar," kata Jusuf Kalla.
Lagu "Gembira" dari Ibu Soed menutup acara malam itu. Pembawa acara, Garin Nugroho, yang sepanjang acara hadir dengan dongeng-dongengnya tentang Indonesia, mengajak semua yang hadir untuk merayakan kebangsaan dengan gembira. Karena, berbangsa itu adalah kemerdekaan yang harus dirayakan dengan gembira.(Edna C Pattisina)
Kompas cetak. 31 Okt 2012)
Powered by Telkomsel BlackBerry®














Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger